Selasa, 22 Februari 2011

haa iki sudah benarkah pola latihan fisik yang diterapkan pelatnas Cipayung?

Selasa, 22 Februari 2011

CATATAN BULU TANGKIS

Menunggu Sulap ala Li Mao

Pada acara diskusi bulu tangkis di kantor Kompas beberapa waktu lalu, Sekjen PB PBSI Jacob Rusdianto kembali menegaskan bahwa pelatih asal China, Li Mao, diboyong ke Cipayung untuk memperbaiki prestasi atlet. Sektor tunggal menjadi fokus perhatian Li Mao dan Olimpiade London 2012 jadi target pencapaiannya.
Awalnya, PB PBSI sempat ragu untuk mendatangkan pelatih asing seperti Li Mao. Namun, dengan adanya bantuan dari seorang pengusaha yang mau membayar kontrak dan gaji Li Mao selama dua tahun, Li Mao pun akhirnya bergabung di Cipayung.
Li Mao sendiri bukan sosok asing di bulu tangkis. Reputasinya sebagai pelatih sudah teruji. Tangan dingin Li Mao ikut membidani permainan Lee Chong Wei dan Wong Mew Choo saat menangani tim nasional Malaysia.
Hengkang dari Malaysia, Li Mao bergabung dengan tim nasional Korea Selatan. Hasilnya, Li Mao memberikan gelar Piala Uber pertama kalinya bagi Korea Selatan dengan mengalahkan China di partai final yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2010.
Masuknya Li Mao langsung mengubah struktur kepelatihan di Cipayung. Jika sebelumnya tidak ada pelatih kepala tunggal dan ganda, sejak masuknya Li Mao posisi ini dimunculkan.
Posisi pelatih kepala tunggal dipastikan milik Li Mao. Adapun pelatih kepala untuk sektor ganda dipercayakan kepada Christian Hadinata. Dengan peran itu, Li Mao bertanggung jawab untuk sektor tunggal putra dan putri. Untuk menjalankan tugasnya, di bagian putri, Li Mao dibantu Marleve Mainaky, Sarwendah Kusumawardani, dan Liang Chiushia. Di tunggal putra, Li Mao dibantu Agus Dwi dan Rony Agustinus.
Tugas Li Mao cukup berat. Materi pemain yang dia miliki sebagian baru direkrut dari seleksi nasional. Di bagian putra, pemain senior yang masih bertahan tinggal Sony Dwi Kuncoro, Simon Santoso, dan Dionysius Hayom Rumbaka. Di bagian putri tinggal Adriyanti Firdasari, Lindaweni, Maria Febe, Aprillia Yuswandari. Maria Kristin tidak lagi di Cipayung. Peraih medali perunggu Olimpiade 2008 ini dikembalikan ke klubnya, PB Djarum, karena alasan cedera yang tak kunjung pulih.
Olimpiade London kurang dua tahun lagi. Dengan sisa waktu yang cukup sempit, sepertinya Li Mao harus bisa memutar otak lebih keras. Sejauh ini, pola latihan yang diberikan Li Mao dititikberatkan kepada teknik permainan. Beberapa pemain diajari kembali teknik dasar bulu tangkis, seperti posisi badan dan raket saat memukul backhand atau forehand. Mengenai latihan fisik, belum ada perubahan dari pola sebelumnya.

Latihan fisik
Padahal, kalau mau jujur, kelemahan utama pemain Indonesia adalah kondisi fisik. Hasil Piala Thomas 2010 menunjukkan bagaimana pemain Indonesia tak berdaya menghadapi China karena kondisi fisiknya kedodoran. Tentu saja fakta ini membuat kita bertanya-tanya, sudah benarkah pola latihan fisik yang diterapkan pelatnas Cipayung? Sudahkah unsur ilmu dan teknologi diterapkan dalam pola latihan yang dijalankan di pelatnas?
Pengamat olahraga Fritz Simanjuntak mengingatkan, jika ingin berprestasi, hal mendasar yang harus ada ialah fasilitas dan teknologi. Menurut Fritz, runtuhnya atau menurunnya secara signifikan prestasi bulu tangkis Indonesia karena sistem kepelatihannya tidak optimal menggunakan teknologi modern. Jadi, fasilitas Cipayung sudah ada tetapi tidak cukup.
”Makanya saya tidak terlalu kaget dengan dominasi China dalam satu dekade terakhir ini. Mereka sudah mengombinasikan pola latihan dengan menggunakan teknologi. Jadi, kemampuan atletnya bisa diukur penampilan maksimalnya dan bahkan penyembuhan cederanya. Saya sendiri pernah ke China dan di sebuah sekolah menemukan bagaimana mereka menganalisis kekuatan otot Taufik Hidayat,” kata Fritz.
Jacob sendiri mengakui, sampai saat ini PB PBSI belum mempunyai fasilitas lengkap dan penerapan teknologi dalam sistem kepelatihan di pelatnas Cipayung. Sumber dana yang terbatas menjadi masalah utama PB PBSI. China, menurut Jacob, bisa seperti itu karena mereka mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya.
Apa yang dikemukakan PB PBSI sebenarnya merupakan alasan umum yang sudah menjadi kondisi nyata dan dihadapi hampir semua pengurus cabang olahraga. Pemerintah memang seharusnya ikut membantu membangun fasilitas sarana dan prasarananya.
Akan tetapi, PB PBSI sendiri juga harus lebih kreatif sehingga tidak ada alasan pembinaan terhambat karena masalah dana. Kita tidak mungkin hanya berharap ada keajaiban prestasi atau ucapan sakti dari Li Mao, ”Simsalabim abrakadabra!”
(OTW)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/02/22/04155323/menunggu.sulap.ala.li.mao
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar