Rabu, 23 November 2011

haa iki : Dibiayai sekelompok investor berdarah dingin dari Amerika, tambang ini menjadi tempat mengeruk keuntungan sekaligus menjadi tempat mereka memimpin penduduk daerah setempat.

Sumber : http://www.inilah.com/read/detail/1798538/conrad-menyentil-indonesia

Conrad Menyentil Indonesia

Headline
Karim Raslan - facebook.com

Oleh: Karim Raslan
Senin, 21 November 2011 | 00:18 WIB 
Novel ini dibuka dengan panorama indah. Pembaca dihadapkan dengan alam belum terjamah: pemandangan mencolok - dramatis, mencekam, dan hampir tidak ada kehidupan manusia. Kita dibuat merasa jauh dari pusat peradaban.
Sang pengarang menarik perhatian kita pada sebuah teluk terpencil yang dihempas arus laut yang tidak menentu, dan sebuah kota di pinggir pantai.
Kemudian, di kejauhan, terlihat gunung-gunung yang menjulang tinggi, membingkai pemandangan ini - kokoh dan tampak sulit dijamah.
Seiring berkembangnya alur di novel ini, kita memasuki sebuah dunia yang di diliputi keserakahan dan intrik politik, memicu obsesi oleh kekayaan sumber daya mineral di pegunungan.
Dibiayai sekelompok investor berdarah dingin dari Amerika, tambang ini menjadi tempat mengeruk keuntungan sekaligus menjadi tempat mereka memimpin penduduk daerah setempat.
Sebagian besar komunitas setempat frustrasi dan benci akan kekayaan yang tidak akan pernah mereka nikmati. Akibatnya, setiap pengiriman dari tambang itu harus diawasi oleh pengawal paramiliter bersenjata.
Rombongan pengirim ini harus melalui medan berat, dan dipenuhi rasa takut akan apa yang ada di balik jalan yang menghubungkan tambang dengan pantai, yang menjadi gerbang ke pasar di seluruh dunia.
Sang penulis novel menggambarkan sebuah masyarakat yang kacau oleh korupsi, kekayaan luar biasa yang dimiliki daerah ini menggerogoti hati nurani orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan pemerintahan. Propinsi tempat tambang ini telah lama menjadi tempat berkembangnya separatisme.
Sekedar informasi, saya bukan sedang membicarakan novel tentang tambang Freeport-McMoran's Grasberg di Papua - tambang emas terbesar dan tambang tembaga nomor tiga terbesar di dunia. Melainkan, saya merangkum novel berjudul Nostromo karya Joseph Conrad, yang diterbitkan di tahun 1904.
Walaupun telah ditulis lebih dari seabad yang lalu, kisah yang diceritakan tidak jauh berbeda dari kisah kita sendiri - di mana globalisasi berkuasa dan para investor internasional menjelajah dunia, mencari sumber daya untuk memperluas industri di Amerika dan Eropa yang sedang berkembang.
Tentu saja, dewasa ini pemain di area ini bertambah dengan kehadiran Rusia, China dan India - dimana semuanya berniat menguras kekayaan bumi, tanpa menghiraukan konsekuensinya.
Nostromo mungkin tidak seterkenal Heart of Darkness, novel yang lebih tipis dan menegangkan, yang berlatar brutalnya Belgian Congo, dan kemudian menjadi inspirasi bagi film Francis Ford Coppola tentang perang Vietnam yang menjadi gebrakan di dunia film, "Apocalypse Now".
Meskipun demikian, dengan "Nostromo", Conrad menelurkan novelnya yang paling komprehensif dan menyeluruh, menciptakan dunia imajiner dengan Republik Costaguana yang kaya sumber daya alam.
Di sini, di pesisir Pasifik, kita menemukan sebuah masyarakat yang dihidupi (dan juga diracuni) oleh pertambangan perak San Tome. Bila kita mengacuhkan basa-basi masyarakat yang sopan dan pakaian impor yang mahal, maka kita akan menemukan diri kita berada di daerah yang sama kejam dan korupnya dengan Congo.
Ini adalah dunia di mana "heart of darkness" benar-benar ada dalam jiwa kita, di mana orang normal dapat menjadi beringas hanya karena terputus dari hubungan dengan sesama manusia.
Pusat dari semua ini adalah tokoh Nostromo, seorang condottieri atau tentara bayaran asal Italia yang setia dan memegang teguh prinsipnya. Seperti pemilik pertambangan berdarah Anglo-Latino, Charles Gould, Nostromo juga jujur, pekerja keras, dan idealis.
Kedua orang ini yakin bahwa mereka akan dapat menahan diri dari daya tarik perak San Tome yang membahayakan, dengan tekad mereka yang kuat.
Namun karena lelah menghadapi korupsi dan ketidakbecusan pemerintah Costagua, Gould mencoba merencanakan sebuah perubahan politik. Ketika tambangnya terancam, dia mempercayakan sebuah kargo perak yang mahal pada Nostromo. Ketika ketertiban runtuh, kekacauan pun merajalela.
Di akhir novel ini, hampir semua karakter utamanya tewas atau kehilangan muka. Perak, yang dipandang para protagonisnya sebagai sarana menuju kekayaan, kemerdekaan, atau kekuasaan, menjadi racun bagi jiwa mereka.
Walaupun bahasa dan konteks novel ini terasa kuno, "Nostromo" memberikan kita sebuah pandangan yang mencekam tentang apa yang mungkin terjadi atau tidak terjadi di Papua, dan daerah-daerah kaya sumber daya alam lainnya.
Conrad, dengan ketertarikannya akan kehidupan di pinggiran peradaban, adalah salah satu novelis yang paling "modern". Dia memahami dampak buruk dari kapitalisme modern dan aktivitas ekonomi yang ekstraktif seperti pertambangan, bukan hanya secara politis dan lingkungan, tapi juga secara spiritual.
Dia menelusuri kedengkian, keserakahan dan paranoia yang secara periodik menggiring masyarakat-masyarakat ini pada kekerasan primordial dan hukum rimba, yang bahkan tidak luput memburu businessman yang rasional sekalipun.
Mungkin kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di pertambangan Grasberg - berita-berita yang kita baca terlalu tidak jelas, dan Papua terlalu jauh letaknya. Tapi novel seperti Nostromo memberi kita kesempatan untuk megintip sisi gelap dari booming sumber daya alam yang sedang terjadi saat ini.
Yang kemudian memancing pertanyaan: sampai sejauh mana kesiapan kita untuk sebuah kemakmuran?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar