Kamis, 30 September 2010

haa iki Kesaksian bp Jusuf Kalla

30/09/2010 - 18:14
Inilah Kesaksian Jusuf Kalla Soal Sisminbakum
MA Hailuki
Jusuf Kalla
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kasus Sisminbakum harus dilihat dari pertama kali program ini digulirkan, yaitu saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Ketika itu Jusuf Kalla yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengetahui persis tujuan didirikannya Sisminbakum.
“Jadi masalah ini harus dilihat sesuai aturan pada waktu itu,” ujar Jusuf Kalla kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/9).
JK mengatakan kasus ini memang harus diselesaikan untuk mengetahui apakah ada pelanggaran, namun dia menandaskan jika tidak ada yang bersalah, maka tidak perlu memaksakan kasus ini dilanjutkan.
“Kalau tidak ada pelanggaran hukum, tentu tidak bisa dihukum. Diperiksa sesuai aturan undang-undang pada waktu itu,” tandasnya.
Juru bicara mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi memastikan, saat diluncurkan di era Gus Dur hingga pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri proyek Sisminbakum tidak ada masalah.
Di internal kabinet Gus Dur pun, kata Adhie, tidak ada perdebatan. Saat itu, semua sepakat bahwa Sisminbakum dapat membantu banyak pihak dalam perizinan badan hukum perusahaan. Sisminbakum bahkan juga sudah disetujui DPR periode itu.
Menurutnya, Sisminbakum mengemuka hanya untuk memojokkan figur-figur tertentu, seperti mantan Menkum HAM Yusril Ihza Mahendra dan mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkum HAM (sekarang Kemenkum HAM), Romli Atmasismita.
Romli saat itu vokal mengangkat isu dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang di dalamnya menyeret nama pejabat di Kejaksaan Agung.Pada kesempatan lain, Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, menerangkan dua mantan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla sudah pasti bersaksi untuknya di pengadilan.
Sebelumnya diberitakan, Yusril sedang meminta kesediaan mantan Menteri Pertambangan Susilo Bambang Yudhoyono untuk bersaksi meringankannya.Selain tiga orang itu, nama lain yang akan diminta bersaksi adalah Adhie Massardi selaku Juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian Kwik Kian Gie yang saat itu adalah Menteri Koordinator Ekonomi.
"Saya meminta saksi Adhie Massardi yang saat itu sebagai Jubir Presiden dan dia yang mengetahui dan membahas mengenai Sisminbakum," kata Yusril. "Saya juga sudah meminta kesediaan Megawati yang saat itu menjadi Wapres yang hadir di rapat kabinet dan yang meresmikan Sisminbakum," ujar Yusril. [mah]

Sumber : http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/09/30/856501/inilah-kesaksian-jusuf-kalla-soal-sisminbakum/

haa iki Tentang Administrasi Istana

Membangun Administrasi Istana
Kamis, 30 September 2010 | 03:09 WIB
 
 
Eko Prasojo
Istana Presiden diguncang kembali oleh persoalan administrasi negara. Keputusan Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji tidak sesuai dengan makna dalam ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung.
Masa tugas jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji, menurut putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, berakhir tatkala Kabinet Indonesia Bersatu jilid I pada 20 Oktober 2009 berakhir.
Berbagai polemik oleh pakar hukum tata negara juga sudah dibahas, misalnya dalam tulisan Fajrul Falaakh (Kompas, 24/9) dan Refly Harun (Kompas, 25/9). Dalam tulisan ini penulis tidak akan berfokus pada polemik makna hukum tersebut, tetapi lebih menyoroti persoalan administrasi negara yang terjadi di lingkungan Istana terkait keputusan tersebut.

Daya laku dan daya ikat
Polemik masa jabatan jaksa agung sebenarnya tidak perlu terjadi jika daya dukung administrasi negara di Istana sangat kuat. Persoalan ini bukan yang pertama. Sebelumnya hal serupa terjadi dalam kasus rencana pengangkatan Anggito Abimanyu sebagai wakil menteri keuangan dan Fahmi Idris sebagai wakil menteri kesehatan.
Keduanya urung diangkat sebagai wakil menteri karena kepangkatannya belum memenuhi syarat. Padahal, mereka sudah sempat dipanggil oleh Presiden dan diminta kesediaannya untuk menandatangani Pakta Integritas sebagai wakil menteri.
Secara administratif, gagalnya kedua orang tersebut menjadi wakil menteri sebenarnya sudah bisa diantisipasi jika daya dukung administrasi negara di Istana sudah meneliti secara cermat sejak awal syarat-syarat administratif kedua calon menteri tersebut. Keputusan Presiden untuk menunda pelantikan Anggito dan Fahmi sebagai wakil menteri karena persoalan syarat administratif kepangkatan tidak saja secara pribadi mematahkan motivasi calon yang bersangkutan, tetapi juga menunjukkan ketidakcermatan sistem administrasi di lingkungan Kantor Presiden. Dalam perspektif yang lebih luas, hal ini akan mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas pemerintah.
Kasus yang sama terjadi saat ini dalam polemik masa jabatan jaksa agung. Kasus ini bisa dilihat dari dua perspektif, yaitu hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
Dalam perspektif hukum tata negara, seperti telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, jaksa agung bukanlah pejabat karier sehingga masa jabatannya mengikuti masa jabatan menteri sebagai para pembantu presiden. Meski demikian, harus diakui bahwa terhadap hal ini juga masih terdapat perbedaan di antara para pakar hukum tata negara.
Kelompok pertama menganggap bahwa masa jabatan Hendarman sebagai Jaksa Agung berakhir pada 20 Oktober 2009 saat berakhirnya masa jabatan para menteri.
Kelompok kedua berpendapat masa jabatan Jaksa Agung Hendarman akan berakhir pada tahun 2014 karena yang bersangkutan diangkat pada tahun 2007, masa pertengahan periode Kabinet Indonesia Bersatu.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, masa jabatan jaksa agung dapat dilihat dari keputusan presiden tentang pengangkatan tersebut. Apa yang menjadi pokok persoalan dalam perspektif hukum administrasi negara dalam kasus ini adalah masa berlakunya (daya laku) dan masa mengikatnya (daya ikat) keputusan tersebut kepada Hendarman sebagai Jaksa Agung.
Daya laku merupakan masa keberlakuan suatu keputusan pejabat administrasi, sedangkan daya ikat merupakan batas waktu mengikatnya keputusan tersebut bagi subyek hukum yang disebutkan dalam keputusan. Dalam hal ini, kewenangan untuk menentukan daya laku dan daya ikat keputusan tentang masa jabatan Hendarman sebagai Jaksa Agung sepenuhnya berada di tangan Presiden.
Gugatan yang diajukan Yusril Ihza Mahendra di Mahkamah Konstitusi sebenarnya berkaitan dengan masa berlakunya dan mengikatnya keputusan presiden tentang jabatan Hendarman sebagai Jaksa Agung.
Sistem administrasi Istana seharusnya sudah dapat mendeteksi masa berlakunya dan mengikatnya jabatan jaksa agung sejak awal. Jika kemudian terjadi polemik atas masa jabatan tersebut, sistem administrasi sudah dapat secepatnya memperbaiki atau mencabut atau membatalkan atau menerbitkan keputusan presiden yang baru mengenai jabatan tersebut sehingga tidak harus menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi dan berlarut- larutnya ketidakjelasan status masa jabatan jaksa agung.
Artinya, persoalan masa jabatan jaksa agung sebenarnya dapat diselesaikan jika sistem administrasi Istana memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang hukum administrasi negara.

Penguasaan data
Kontroversi kewenangan yang dimiliki oleh Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung sebenarnya dengan mudah bisa diselesaikan jika sistem administrasi Istana memiliki data yang komprehensif dan jauh-jauh hari sudah mendeteksi kemungkinan terjadinya gugatan.
Caranya dengan menerbitkan keputusan presiden tentang pemberhentian dan pengangkatan jaksa agung. Keputusan presiden tersebut dapat mengakhiri ketidakjelasan dan polemik interpretasi masa jabatan jaksa agung berdasarkan Pasal 22 Ayat (1) Huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung.
Keterlambatan pembuatan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Jaksa Agung ini sebenarnya cukup merugikan dan mengurangi konsentrasi pemerintah. Kerugian yang ditimbulkan tentu saja terkait dengan ketidakpercayaan masyarakat mengenai kredibilitas sistem administrasi di lingkungan Istana. Jika untuk perkara masa jabatan seorang pejabat negara saja tidak beres, bagaimana dengan persoalan-persoalan lain yang lebih besar. Kerugian kedua adalah hilangnya waktu dan konsentrasi pemerintah untuk melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Penguatan sistem Istana
Sebenarnya masalah kekacauan sistem administrasi yang terjadi di lingkungan Istana merupakan hal umum dalam sistem administrasi negara di Indonesia. Hal ini disebabkan masih banyaknya ketentuan hukum administrasi yang antara lain mengatur kewenangan pejabat, tanggung jawab jabatan, masa berlakunya dan mengikatnya keputusan pejabat. Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam proses pembuatan keputusan dan terkait dengan diskresi seorang pejabat memang belum diatur secara baik.
Berbagai ketentuan sebenarnya sudah dimuat dalam Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) yang disiapkan sejak tahun 2004 dan telah dua kali dibahas dalam sidang kabinet. Sayang sekali RUU AP ini belum dapat dibahas oleh DPR sehingga belum ditetapkan menjadi undang-undang. RUU ini bisa memperkuat sistem administrasi negara di Indonesia, termasuk di lingkungan Istana.
Penguatan sistem administrasi negara di Istana harus segera dilakukan dengan berbagai upaya. Caranya antara lain dengan memperkuat daya dukung administrasi melalui peningkatan pengetahuan para pejabat administrasi di lingkungan Istana, terutama tentang hukum administrasi negara.
Karena setiap keputusan administrasi yang dibuat presiden berimplikasi, baik secara politik maupun secara hukum, maka sebelum dibuat suatu keputusan presiden harus dikaji secara teliti dan cermat dalam kacamata hukum administrasi negara. Hal ini untuk memastikan tidak adanya masalah terkait dengan kewenangan yang dimiliki presiden, tanggung jawab presiden, dan diskresi presiden atas suatu keputusan administrasi.
Di samping itu, pengkajian untuk memastikan bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik telah dipertimbangkan dan implikasi keputusan tersebut telah ditimbang dengan benar dan saksama. Untuk mencegah terjadinya kekacauan serupa di masa yang akan datang, tampaknya RUU AP mendesak dibahas dan ditetapkan menjadi undang-undang.
Eko Prasojo Guru Besar Ilmu Administrasi Negara; Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP UI

haa iki Kesaktian Pancasila

Memulihkan Kesaktian Pancasila
Kamis, 30 September 2010 | 03:08 WIB

Azyumardi Azra
Hari-hari seputar 30 September dan 1 Oktober ini, warga Indonesia, khususnya Angkatan 45, kembali merayakan Hari Kesaktian Pancasila. Dasar negara Indonesia ini disebut memiliki kesaktian karena dipercayai mampu menggagalkan kudeta yang terjadi seputar peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965.
Akan tetapi, bagi generasi berikutnya, apa yang disebut sebagai ”kesaktian” Pancasila lebih merupakan ”rekayasa” politik belaka dari otoritarianisme rezim Orde Baru guna mempertahankan status quo kekuasaannya. Sementara bagi generasi pasca-Orde Baru, bahkan Pancasila hampir tidak menjadi bagi dari pengetahuan dan ”memori kolektif”, apalagi tentang kesaktiannya.
Akan tetapi, sejak 2005 hari kesaktian yang punya makna khusus terkait Pancasila ini kembali diperingati; setelah beberapa tahun seusai berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, Hari Kesaktian Pancasila tidak lagi dirayakan.
Kenapa tidak? Alasannya sederhana, siapa yang merayakannya bisa dituduh sebagai ”antek Orde Baru”, yang merupakan sebuah anathema yang harus dihindari dalam gelombang dan gemuruh reformasi. Pendulum bergerak terlalu kencang, hampir tidak terkendali, sehingga pada tahun-tahun awal reformasi segala sesuatu yang berbau Orde Baru dipandang negatif dan mesti ditolak.
Meski ”kesaktian” Pancasila kembali diperingati, jelas peringatan itu gagal membawa Pancasila ke dalam wacana publik, apalagi mengharapkannya menjadi salah satu faktor signifikan dalam membimbing perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya revitalisasi dan rejuvenasi Pancasila tetap belum terwujud juga. Pancasila sebagai dasar negara, basis ideologis, dan platform bersama (common platform) warga negara-bangsa Indonesia yang plural dan multikultural masih marjinal dalam wacana dan kehidupan publik nasional.

Kesaktian dalam hal apa?
Harus diakui, sejak awal reformasi sampai sekarang ini masih terdapat sinisme yang kuat dalam masyarakat kita tentang Pancasila, apalagi ketika Pancasila dikatakan ”sakti”. Sakti itu bisa berarti banyak, tetapi umumnya sakti berarti memiliki kekuatan dan keampuhan yang tidak tertandingi sehingga tidak bisa dikalahkan. Sakti juga bisa berarti mempunyai kemampuan mengatasi berbagai masalah dan kesulitan, bahkan secara instan sekalipun.
Dari sudut pengertian ”sakti” itu saja, ketika seseorang berbicara serba positif dan bahkan idealistik tentang Pancasila, pasti ada kalangan yang mencibir. Sikap yang tidak terpuji ini ada bukan karena mereka menolak Pancasila, melainkan lebih karena begitu banyak realitas yang tidak sesuai dengan cita ideal, semangat, prinsip, dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pada saat yang sama, begitu banyak pula masalah yang dihadapi negara-bangsa ini yang tidak terselesaikan sampai sekarang. Terdapat banyak kesenjangan di antara cita ideal Pancasila sebagai suatu kesatuan dan juga tiap-tiap silanya dengan realitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari warga bangsa.
Lihatlah bagaimana kita bisa berbicara tentang ”Ketuhanan Yang Maha Esa” ketika dalam berketuhanan terdapat fakta adanya sebagian warga yang dari waktu ke waktu memaksakan kemauannya sendiri atas nama Tuhan. Bagaimana kita bicara tentang ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ketika warga dari satu tempat ke tempat lain, karena sebab-sebab yang sepele, sangat mudah mengamuk, menghancurkan harta benda, dan mencabut nyawa.
Bagaimana pula kita sanggup berbicara tentang ”Persatuan Indonesia” ketika banyak orang dan kelompok lebih mementingkan diri dan kelompoknya melalui tindakan melanggar hukum seperti korupsi mengorbankan solidaritas terhadap warga lainnya.
Lalu, bagaimana bisa kita bercakap tentang ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” jika banyak politisi melakukan manipulasi politik lewat proses demokrasi; tidak mencerminkan sikap hikmat, bijaksana, dan sosok representasi yang akuntabel.
Begitu pula bagaimana bisa kita berbicara tentang ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sementara jumlah rakyat yang terimpit kemiskinan masih 32 juta-50 juta orang, sementara kehidupan serba materialistik dan hedonistik kian merajalela.
Dengan realitas yang serba kontradiktif ini, pembicaraan tentang ”kesaktian” Pancasila seolah tidak bermakna. Dan ”kesaktian” itu terlihat berkurang—untuk tidak menyatakan memudar—karena perbuatan warga bangsa sendiri mulai dari lingkungan teratas para pejabat, lapisan menengah dan bawah birokrasi, sampai mereka yang memiliki otoritas politik, hukum, keagamaan, dan sosial budaya.
Lebih parah lagi, tidak terlihat kesadaran kalangan yang disebutkan ini bahwa sikap, perilaku, dan tindakan mereka tersebut telah ”mengebiri” Pancasila sekaligus memudarkan kesaktiannya.

Memulihkan kesaktian
Hampir tidak ada keraguan lagi, mayoritas bangsa ini memegang pendapat, Pancasila sebagai dasar negara sekaligus menjadi pandangan dunia negara-bangsa tidak tergantikan.
Sejauh ini, jelas tidak ada alternatif lain yang bisa diterima bagian terbesar bangsa ini untuk menjadi dasar negara-bangsa Indonesia; tidak juga ideologi semacam agama atau sebaliknya ”sekularisme”. Pancasila yang akomodatif terhadap agama jelas tidak bisa tergantikan ideologi sekularisme yang tidak selalu ”bersahabat” dengan agama.
Oleh karena itu, tidak ada pula alternatif lain bagi segenap warga bangsa kecuali ”memulihkan” kesaktian Pancasila. Namun, ini bukan hal sederhana karena kompleksitas masalah yang terkait dengan Pancasila dan juga dalam hubungan dengan dinamika kehidupan bangsa dewasa ini. Lebih-lebih lagi ketika Pancasila dihadapkan pada berbagai realitas, yang segera menampilkan kontradiksi dan disparitas dengan cita ideal, nilai, dan norma Pancasila.
Langkah krusial ke arah itu pertama-tama adalah pemulihan kembali kesadaran kolektif bangsa tentang posisi vital dan urgensi Pancasila dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Tanpa atau samarnya kesadaran kolektif, jelas Pancasila tidak hadir dalam kiprah dan langkah warga bangsa; Pancasila sebaliknya tenggelam dalam arus besar perubahan yang berlangsung cepat dan berdampak panjang atas nama reformasi.
Dengan peningkatan kesadaran kolektif, Pancasila dapat kembali menjadi rujukan dan panduan dalam pengambilan berbagai kebijakan dan langkah, mulai dari kehidupan keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, hingga keadilan.
Secara bertahap dan terarah, langkah- langkah menuju Indonesia yang lebih baik melalui pembangunan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat, seyogianya berorientasi pada pengurangan kontradiksi dan disparitas antara Pancasila dan realitas sehari-hari kehidupan bangsa.
Hanya dengan langkah-langkah ini, ”kesaktian” Pancasila bisa dipulihkan dan kembali menjadi faktor penting dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.

Azyumardi Azra
Guru Besar Sejarah; Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta



Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/30/0308037/memulihkan.kesaktian.pancasila

haa iki Lumpur Yang Tak Juga Terselesaikan

LUMPUR LAPINDO
Semburan Lumpur Semakin Mengkhawatirkan
Kamis, 30 September 2010 | 03:31 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Warga melihat semburan baru lumpur yang tak jauh dari perkampungan penduduk di Desa Pejarakan, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Rabu (29/9). Semburan lumpur ke-190 tersebut sempat menggenangi halaman SD Negeri Pejarakan yang tak jauh dari lokasi semburan.
 
SIDOARJO, KOMPAS - Semburan lumpur bercampur gas metana yang terus-menerus keluar di sekitar SDN Pejarakan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, semakin mengkhawatirkan. Setelah menggenangi halaman sekolah pada Selasa (28/9), gelembung lumpur bercampur gas terbakar sekitar 7 meter dari gedung SDN Pejarakan, Rabu.
Titik api mulai terlihat sekitar pukul 09.30 di belakang Posko Keselamatan Korban Lapindo Walhi Jatim di Desa Mindi, Kecamatan Jabon, yang berada di samping SDN Pejarakan.
Ketua Walhi Jatim Bambang Catur Nusantara bersama beberapa relawan yang berada di posko berusaha mematikan api dengan cara menyiram air. Namun, meski disiram air, api tak juga padam dan justru merembet hingga dinding beton posko.
Kondisi lokasi yang banyak ditumbuhi ilalang merepotkan pemadaman titik-titik api. Api terus bermunculan di setiap gelembung-gelembung gas kecil di bekas lahan persawahan itu. Api akhirnya bisa dipadamkan pada Rabu sore.
Sementara itu, genangan air dari tiga semburan besar di belakang SDN Pejarakan sudah surut setelah BPLS memasang pompa air penyedot. Namun, pada Rabu dini hari, semburan lumpur disertai bau gas metana menyengat muncul di kamar mandi dan toilet SDN Pejarakan.
Kepala Humas BPLS Achmad Zulkarnain mengatakan, Desa Pejarakan memang sudah dinyatakan sebagai kawasan tak layak huni dan masuk dalam peta terdampak.

Uji seismik 3 dimensi
Sementara itu, sejak Jumat pekan lalu, di sekitar tanggul lumpur muncul fenomena kenaikan level dan semburan air tanah.
”Kami belum bisa memastikan penyebab fenomena itu. Kemungkinan itu terjadi karena ada reservoir air tanah yang terdampak tekanan formasi lapisan tanah di sekitar tanggul lumpur akibat beban material di dalam tanggul lumpur. Karena tekanan air dalam reservoir bertambah, akhirnya ada level air sumur yang naik. Juga lubang sumur bor yang menyemburkan air. Namun, itu baru sebatas dugaan,” kata Zulkarnain.
Staf pengajar teknik geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, yang juga anggota Tim Kajian Kelayakan Permukiman Gubernur Jawa Timur, Teguh Hariyanto, menyatakan, kepastian penyebab fenomena kenaikan level dan semburan air tanah harus ditentukan melalui survei seismik tiga dimensi.
”Fenomena itu merupakan bencana ekologis yang tingkat kebahayaannya serta penyebabnya hanya bisa diketahui melalui survei seismik tiga dimensi. Tim Kajian Kelayakan Permukiman Gubernur Jawa Timur mampu melakukannya, tetapi kami tidak memiliki anggaran untuk melakukan survei. Survei seismik tiga dimensi oleh Badan Geologi Kementerian ESDM harus segera dilakukan,” kata Teguh.
Teguh menyatakan, kajian Tim Kajian Kelayakan Permukiman Gubernur Jawa Timur terhadap permukaan tanah di sekitar tanggul menunjukkan kerusakan formasi lapisan tanah telah mencapai radius 2 kilometer dari pusat semburan lumpur. Kerusakan formasi tanah bahkan telah terjadi di lokasi yang akan dijadikan relokasi jalan tol penghubung Surabaya dan Malang.
”Namun, data kerusakan formasi tanah itu hanya mencakup lapisan tanah sedalam 20 meter dari permukaan tanah. Kerusakan formasi tanah itulah yang menyebabkan muncul banyak titik gelembung gas metana dan semburan air tanah. Data kajian kami baru bisa utuh menjelaskan tingkat bahaya dan penyebab semburan jika dilengkapi uji seismik tiga dimensi,” kata Teguh.
(ABK/ROW)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/30/03315595/semburan.lumpur.semakin.mengkhawatirkan

haa iki 'Korban' Pertikaian Itu

MENYELAMATKAN DIRI
Mereka yang Bersatu di Pengungsian
Kamis, 30 September 2010 | 02:49 WIB
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Warga yang ketakutan akibat kerusuhan mengungsi ke aula Markas Batalyon Infanteri 613/Raja Alam di Kota Tarakan, Kalimantan Timur, Rabu (29/9). Sekitar 30.000 warga mengungsi ke instalasi TNI, Polri, dan sekolah akibat bentrokan antarkelompok warga sejak Senin lalu. 
 
Ambrosius Harto Manumoyoso
Kota Tarakan, Kalimantan Timur, hingga semalam masih tegang akibat pertikaian antarkelompok sejak Senin (27/9). Ribuan penduduk kota— diperkirakan sekitar 30.000 orang—yang ketakutan menyingkir dan mencari perlindungandi pengungsian.
Dalam ketakutan dan penderitaan bersama di pengungsian itulah, semua perbedaan dan kebencian disingkirkan.
Pertikaian di Tarakan melibatkan kelompok keturunan penduduk Kalimantan dengan keturunan pendatang dari Sulawesi. Konflik telah menewaskan lima orang serta melukai enam orang dari kedua kelompok. Sejumlah bangunan hangus dibakar. Suasana kota menjadi seram dan aktivitas kota nyaris lumpuh total.
Namun, bagi hampir 30.000 jiwa pengungsi, konflik cuma membuat mereka menderita. Yang keturunan orang Kalimantan atau orang Sulawesi sama- sama susah. Susah dapat makan dan air, berbagi tempat istirahat, sama-sama takut dan cemas, tetapi juga bersama-sama menggemakan harapan bahwa pertikaian harus segera diakhiri.
”Kami semua jadi rugi,” kata Mustaqim, keturunan orang Kalimantan, dalam tenda di halaman belakang Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Tarakan. Pernyataannya didukung orang-orang di dekatnya, misalnya Fadli keturunan orang Sulawesi dan Yanti keturunan orang Timor.
Mereka berbaur bersama sekitar 2.000 pengungsi yang Rabu siang itu kelaparan, kehausan, dan gerah karena belum mandi. Namun, di pengungsian itu, keindonesiaan sedang diuji dan ternyata lulus.
Di pengungsian, mereka berbagi makanan dan kasih sayang. Anak-anak kecil dibelai dan dihibur agar tidak menangis. Mereka saling merawat agar tidak ada yang sakit dan rasa penderitaan berkurang.
Padahal, sekitar 500 meter dari pengungsian itu ada sekelompok massa yang kesal. Mereka memegang parang dan tombak. Di lengan terlilit pita kuning. Siap tempur. Mereka terpisah 500 meter dari kelompok massa lainnya yang juga kesal dan mempersenjatai diri. Kelompok yang ini memakai pita putih. Jika tidak diisolasi oleh TNI dan polisi, kedua kelompok itu pasti bentrok lagi seperti pada Selasa pukul 20.30 Wita.
Bentrokan itu terjadi di kawasan simpang empat Grand Tarakan Mall. Pugut dan Mursidul Amin tewas serta empat orang terluka. Satu rumah di belakang mal itu dibakar massa yang marah. Lokasi bentrokan cuma 100 meter dari Kantor Kepolisian Resor Kota Tarakan dan 1.000 meter dari Lanal Tarakan yang keduanya jadi tempat pengungsian.
Kabar tentang bentrokan itu kemudian menyebar dan membuat warga ketakutan lalu mengungsi. Ada yang mengungsi ke markas TNI setempat, kepolisian, dan sekolah. Mereka pergi meninggalkan rumah membawa barang seadanya, yaitu pakaian pada tubuh, bantal, tikar, serta sedikit makanan dan air. Ada yang datang dengan perahu dan memarkirkan kendaraan laut mereka itu di pangkalan.
Di Lanal Tarakan, kebanyakan pengungsi sempat meninggalkan tempat pengungsian karena menyangka kondisi sudah aman hari Rabu sekitar pukul 04.00 Wita. Namun, Rabu pukul 07.00 Wita, mereka kembali ke tempat pengungsian Lanal Tarakan sebab ada kabar temuan baru mayat korban bentrokan. ”Saya di sini saja, lebih aman meskipun kelaparan,” kata Fadli.
Pengungsi menunggu kesigapan aparat menyediakan makanan, minuman, obat-obatan, tenda, dan selimut. ”Kami tidak bisa beli makanan karena semua toko dan warung tutup,” kata Yanti.

Kota mati
Semua toko, rumah makan, dan tempat belanja sejak konflik meletus tutup total. Angkutan umum tidak beroperasi kecuali penerbangan. Perahu cepat hanya melayani tujuan keluar Tarakan.
Penumpang pesawat ketika mendarat di Bandar Udara Internasional Juwata, Kota Tarakan, Kaltim, diminta tidak pergi sendiri, apalagi melewati konsentrasi massa.
Di Kota Tarakan, jalan amat lengang. Kota nyaris senyap.
Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Prof Sarosa Hamongpranoto menilai, bentrokan antarkelompok warga Tarakan terjadi bukan cuma akibat satu masalah. Yang dimaksud adalah tewasnya Abdullah (56), penduduk keturunan Kalimantan, oleh warga dari Sulawesi. ”Saya rasa ada kecemburuan sosial dan konflik budaya,” kata Sarosa. Maksudnya, ada kelompok yang lebih berhasil daripada kelompok lain. Perbedaan budaya terkadang dalam hal yang sepele— misalnya ucapan—bisa memicu pertikaian lebih besar. Selain itu, kondisi Tarakan sebagai pulau yang kecil (65.700 hektar) juga mengakibatkan setiap kejadian cepat diketahui banyak orang.
Sarosa menyarankan aparat dan pemerintah bahu-membahu mengatasi konflik di Tarakan dengan menciptakan kebersamaan. Tindakan tegas terhadap warga yang memancing keributan jelas perlu, tetapi untuk menghadapi massa yang kesal perlu pendekatan yang bersahabat.
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Bandara Juwata menyatakan, aparat dan pemerintah tetap akan bekerja keras memulihkan situasi. ”Saya mengajak semua pihak untuk menciptakan perdamaian,” katanya.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/30/02493894/mereka.yang.bersatu.di.pengungsian

haa iki Catatan Anton Sanjoyo

Jujur Dahulu, Prestasi Kemudian
Kamis, 30 September 2010 | 02:50 WIB
 
Anton Sanjoyo
Beberapa saat setelah tim sepak bola Indonesia dikalahkan Laos pada pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara, SEA Games 2009, saya bergurau dengan beberapa sahabat yang sama-sama prihatin. ”Sekarang kita sudah kalah lawan Laos. Besok, Indonesia kalah juga lawan Timor Leste!” Memang hanya gurauan, tapi juga ada kekhawatiran kuat, jangan-jangan Tim Merah-Putih sungguh sudah jadi anak bawang di kawasan Asia Tenggara.
Ternyata, kekhawatiran itu sungguh menjadi fakta. Pada perebutan posisi ketiga Kejuaraan Piala ASEAN di Solo, beberapa waktu lalu, tim Indonesia U-16 ditekuk Timor Leste, 0-2. Yang cukup mengejutkan, Pelatih Mundari Karya mengatakan, sejak U-14, Indonesia memang selalu kalah melawan negara yang baru ”kemarin sore” merdeka itu. ”Tapi tidak terekspos (media),” ujar Mundari.
Saya tidak tahu pasti, apakah pejabat-pejabat PSSI di Senayan ”ngeh” dengan situasi ini. Saya juga tak sepenuhnya yakin, apakah para pengurus PSSI yang mati-matian membela Nurdin Halid saat pelaksanaan Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, beberapa bulan lalu, paham dengan situasi ini. Saya juga ragu, apakah para pengurus PSSI yang sampai berteriak-teriak layaknya jagoan saat KSN berlangsung itu juga menyadari bahwa prestasi sepak bola Indonesia di bawah kepemimpinan Nurdin benar-benar sudah berada di dasar jurang. Yang saya tahu, sikap dan bahasa tubuh mereka layaknya jawara yang habis-habisan mempertahankan ”kekuasaan” di ranah sepak bola nasional.
Kembali pada pernyataan Mundari, jika benar sejak dua tahun lalu Indonesia sudah kalah melawan Timor Leste, lantas mengapa PSSI nyaris tak berbuat apa-apa, terutama pada level pembinaan usia dini? Untuk pertanyaan yang ini, saya pun tak pernah yakin apa jawabannya. Yang saya paham, PSSI lebih sibuk dengan urusan organisasi, bidding Piala Dunia 2022, dan jalan-jalan berjemaah ke Afrika Selatan nonton Piala Dunia.
Yang saya pahami pula, sejak lama sepak bola Indonesia memang penuh ketidakjujuran pada level pembinaan usia muda. Sudah menjadi rahasia umum, pada tahun 1980-an, Indonesia sering menyusupkan pemain-pemain yang usianya dipalsukan saat mengikuti kejuaraan tingkat yunior. Modusnya dengan memalsukan dokumen pribadi. Motifnya sangat jelas, para pengurusnya hanya mengejar target juara, atau prestasi internasional, meskipun harus mengorbankan sportivitas dan terutama kejujuran. Hasilnya memang terkadang ”bagus”. Indonesia tercatat beberapa kali menjuarai pelbagai turnamen yunior dengan pemain-pemain yang usianya dipalsukan.
Sejumlah nama yang dipalsukan usianya di level yunior kemudian kita ketahui juga menjadi tulang punggung tim nasional senior. Namun, alam memang punya kebijaksanaannya sendiri. Cemerlang karena memalsukan usia di kala remaja, kemudian tak mampu berbuat apa-apa bagi Merah-Putih saat menjadi pemain senior. Maka, tidak perlu heran, tim sepak bola Indonesia sering kali mencatat prestasi bagus saat masih yunior, tapi di tingkat senior kita bahkan tak lagi dipandang oleh negara- negara kawasan Asia Tenggara.
Jika tren ketidakjujuran dengan memalsukan usia asumsinya terjadi sejak 1980-an, kita pun kemudian paham mengapa prestasi sepak bola Indonesia di level internasional terpuruk sejak medio 1990-an. Sebab, bibit pemain-pemain yang berkompetisi di semua tingkatan adalah sumber daya yang penuh kepalsuan. Dengan sumber daya yang busuk, seluruh teori sepak bola, mulai dari pembinaan dan pelatihan, gizi, sampai teknik dan taktik, tidak pernah bisa diukur dengan akurat. Akibatnya, tidak seorang pun bisa membawa Indonesia berjaya lagi, bahkan sekadar di Asia Tenggara. Bahkan, Peter Withe, pelatih asal Inggris yang bolak-balik membawa Thailand juara, tak sanggup mendongkrak prestasi sepak bola kita.
Pekan lalu, Liga Kompas-Gramedia U-14, yang dicita-citakan tidak saja sebagai wadah kompetisi usia muda, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran nilai-nilai kejujuran dan sportivitas, pun mendapat cobaan berat. Tim UMS yang punya tradisi mencetak pemain-pemain hebat negeri ini memakai cara-cara tidak terpuji saat mengikuti kompetisi. Pengasuh tim UMS secara sengaja memakai pemain tidak legal sehingga harus menerima sanksi kalah 0-3 pada laga pekan kelima yang dimulai selepas hari raya Idul Fitri.
Dalam kapasitas sebagai Ketua Komite Liga Kompas-Gramedia U-14, saya benar-benar sedih dengan kejadian ini. Terutama mengingat betapa polosnya anak-anak peserta liga, tapi harus diracuni oleh hal-hal yang sangat buruk: ketidakjujuran.
Oleh karena itu, kembali pada kekalahan Indonesia dari Timor Leste di level U-16, barangkali memang ada hikmah yang bisa diambil. Mudah- mudahan tim asuhan Mundari tersebut memang tidak diisi oleh pemain-pemain yang dipalsukan usianya sehingga para pembina di PSSI sekarang benar-benar tahu kualitas sesungguhnya dari tim sepak bola Indonesia. Dengan tahu keadaan sesungguhnya, pengurus PSSI sadar, dari mana harus melangkah untuk membenahi prestasi sepak bola nasional yang sudah terjerembab di dasar jurang. Mudah-mudahan dari momen yang pahit ini seluruh pemangku kepentingan sepak bola menyadari, hanya dengan kejujuran pada diri sendiri, kita akan mencapai prestasi tinggi.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/30/02505380/jujur.dahulu.prestasi.kemudian

Rabu, 29 September 2010

haa iki Cerita Tentang G30S-PKI (4)

Rabu, 29/09/2010 15:50 WIB
Peran Media Massa dan 'Palmer Agen CIA'
Eddi Santosa - detikNews



Praha - Melalui kontak rahasia di antara wartawan lokal dengan nama samaran Moslim, Letka dan Literat, residen melakukan kampanye di surat-surat kabar dan organisasi-organisasi massa (ormas).

"Artikel menjadi sinyal untuk kampanye luas bagi pers Indonesia dan radio, yang kemudian melebar kepada protes terhadap impor film Amerika dan kegiatan armada kapal ke-7 USA di wilayah Indonesia," puji residen atas disinformasi yang disebarkan.

Bahkan berita yang disebarkan oleh intelijen Cekoslowakia itu digunakan sendiri oleh presiden Sukarno dalam pidato-pidatonya. Bahkan presiden Soekarno kemudian membatalkan rencana kunjungannya ke AS pada Mei 1964.

Enam bulan kemudian residen yang pada saat itu dikepalai oleh Vaclav Louda (Havlik) mengeluh bahwa kegiatan terhadap Amerika melemah. Para anggota intelijen di Jakarta maupun di pusat (Praha) yang di awal 1964 membentuk departemen disinformasi, berusaha untuk mencari tahu bagaimana caranya melemahkan posisi Amerika di Indonesia secara permanen.

Bidikan mereka diarahkan kembali kepada warga Amerika, Bill Palmer, yang pada saat itu resmi menjadi kepala American Moving Picture Association in Indonesia (AMPAI) di Jakarta, yang mewakili perfilman AS di Indonesia. Sudah sejak pertengahan 50-an dan 60-an intelijen Cekoslowakia menyimpulkan bahwa Bill Palmer adalah kepala cabang lokal CIA di Jakarta.

Oleh karena itu pada Maret 1960 intelijen Cekoslowakia melakukan survei di sekitar villa kediaman Palmer dan hasil dokumentasi fotografi yang dibuat dikirim ke Praha.

Sejak saat itu Palmer muncul secara teratur dalam daftar utama sasaran residen intelijen Cekoslowakia. Oleh para intelijen Cekoslowakia, Palmer dicirikan dengan 'bertubuh gempal kecil, kepala berbentuk kentang, gundul, hidung mancung, memakai kacamata.' Namun tidak diperoleh informasi signifikan mengenai pria setengah baya ini.

Pada awal 1964 markas intelijen di Praha memberikan minat baru terhadap Palmer dan menulis surat ke residen bahwa ada 'seorang teman' mengusulkan untuk menerapkan suatu 'tindakan aktif'bersama untuk mendiskreditkan Palmer. Yang dimaksud 'seorang teman' adalah intelijen Soviet.

Usulan ini menghasilkan 'tindakan aktif' dengan nama sandi 'Karno'. Esensinya adalah membongkar kegiatan CIA di Indonesia, antara lain bahwa Palmer dan Duta Besar AS Howard P. Jones pada tahun 1962 menginformasikan Belanda mengenai pergerakan kapal perang Indonesia, yang menyebabkan ditenggelamkannya kapal torpedo Indonesia dalam konflik pembebasan Irian Barat.

Artikel dengan isi berita tersebut oleh intelijen Cekoslowakia diterbitkan di majalah mingguan India Mainstream, milik seorang komunis India bernama Nikhil Chakravarty. Karena haluan politiknya itu India Mainstream sering digunakan oleh intelijen Cekoslowakia sebagai tempat disinformasi berita.

Kemudian Izidor Pociatek bersama 'kontak rahasianya' mengatur agar berita tersebut pada 27/2/1965 dicetak ulang di sebuah surat kabar Indonesia. Dua hari kemudian, informasi dari artikel tersebut dipublikasikan pula oleh harian berpengaruh lainnya.

Artikel tersebut memiliki dampak luarbiasa. Tepatnya pada 28/2/1965 terjadi demonstrasi besar-besaran di depan kediaman Duta Besar AS. Selanjutnya pada 16/3/1965 sekitar 1500 artis, pekerja perfilman dan pemuda merebut gedung AMPAI di Jakarta.

Pada bangunan tersebut terlihat karikatur anti-AS dengan slogan 'Palmer Agen CIA'. Hal itu dijelaskan oleh residen intelijen Cekoslowakia sebagai konsekuensi dari 'tindakan aktif' mereka.

Esoknya pers Indonesia mengomentari kejadian tersebut. Indonesian Herald edisi 17/3/1965 menurunkan artikel yang menuntut pebubaran AMPAI dan agar Palmer dideportasi dari Indonesia atau diadili, karena merupakan agen CIA.

Palmer tak menunggu lama. Pada akhir Maret dia diam-diam meninggalkan Indonesia. Koneksitasnya dengan CIA tidak pernah terbukti.

(es/es)

Sumber : http://www.detiknews.com/read/2010/09/29/155012/1451416/10/peran-media-massa-dan-palmer-agen-cia?991103605 

haa iki Cerita Tentang G30S-PKI (3)

Rabu, 29/09/2010 11:38 WIB
Target Intelijen Cekoslowakia: Melumpuhkan Upaya Amerika
Eddi Santosa - detikNews



Praha - Tujuan utama dari dinas intelijen Cekoslowakia melakukan penetrasi di Indonesia, menurut dokumen dari akhir tahun 1962, adalah melumpuhkan upaya Amerika.

Untuk misi tersebut Cekoslowakia membentuk residen intelijen, yang mulai bekerja di Jakarta pada awal 1959. Kepala pertama intelijen Cekoslowakia di Jakarta adalah Václav Rabbit, dengan nama samaran Kares, yang bekerja secara resmi sebagai seorang diplomat dalam kapasitas sebagai Sekretaris Pertama.

Perwira intelijen luarbiasa di Indonesia yang lainnya adalah Eugene Vacek (Vinklář), yang pada akhir 80-an kemudian menjadi Wakil Menteri Luar Negeri. Setelah 1989, Vacek berpartisipasi dalam negosiasi mengenai penarikan pasukan Soviet dari Cekoslowakia dan sebagai imbalannya –untuk kedua kalinya dalam karir diplomatiknya– menjadi duta besar untuk Nigeria.

Selain melumpuhkan upaya Amerika, misi lainnya adalah ikut mengeliminir kekuatan reaksioner dalam negeri yang berusaha membalik perkembangan politik ke kanan, mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara netral dan memperkuat pasukan sayap kiri dan tren yang mengarah kepada kerjasama lebih erat dengan negara-negara sosialis."

Terutama berkat aktivitas dari kolaborator intelijen Pavka, residen tidak lama kemudian memperoleh jaringan kontak rahasia dari kalangan wartawan lokal, pejabat dan juga politisi.

Sebagian besar dari mereka adalah merupakan simpatisan komunis dan dengan hadiah berupa sedikit uang dan material bersedia untuk memberikan informasi rahasia atau sebaliknya menjadi saluran di mana intelijen dapat memanipulasi pejabat setempat atau opini publik.

Meskipun demikian, berbagai kegiatan residen di Jakarta dari awal 60-an, berulang kali dinilai 'sangat sedikit melakukan tindakan.' Tindakan aktif yang diusulkan oleh markas di Praha terkadang cukup aneh, "Menurut informasi anda, Amerika pada tahun 1963 di Jakarta akan melakukan pameran besar di mana akan memberikan makanan dan minuman gratis. Jika kita berhasil merusak beberapa makanan yang dapat menyebabkan penyakit, dan memberitakan hal itu kepada masyarakat tentunya hal itu dapat merusak nama baik Amerika dan melemahkan efektivitas pameran."

Krisis terbuka residen dan kedubes Cekoslowakia sempat terjadi pada akhir 1963, yakni setelah wakil maskapai penerbangan CSA (České Aerolinie) di Jakarta pindah ke Barat. Dia adalah pengikut ideologis dari intelijen. Karena hal itu, petugas kontrolnya yakni Alois Semelka (Suk) harus kembali ke Cekoslowakia.

Duta Besar baru Cekoslowakia untuk Jakarta, Emil Patek, adalah orang yang baru pertama kali keluar negeri dan seperti umumnya pejabat Cekoslowakia lainnya dari jalur diplomatis, hanya bisa berbahasa Rusia.

Hal kritis tersebut diselesaikan dengan ditariknya kembali intelijen berpengalaman Evzen Vacek dari pusat kembali ke residen di Jakarta.

Di bawah kepemimpinan Vacek, dilakukan langkah-langkah aktif dengan menggunakan kata sandi 'Fitnah'. Kegiatannya antara lain memanfaatkan pernyataan-pernyataan para senator Amerika, yang selanjutnya diedit, sehingga isinya seolah menghina Sukarno dan rakyat Indonesia.

(es/es)

Sumber : http://www.detiknews.com/read/2010/09/29/113802/1451075/10/target-intelijen-cekoslowakia-melumpuhkan-upaya-amerika?991103605 

haa iki Cerita Tentang G30S-PKI (2)

Selasa, 28/09/2010 13:12 WIB
Faktor Agen Pavka dan Seorang Pociatek
Eddi Santosa - detikNews



Praha - Setelah 45 tahun baru terungkap dengan jelas, bahwa agen-agen rahasia Cekoslowakia ikut terlibat langsung dalam G30S. Sebuah fakta baru, melengkapi kajian-kajian sebelumnya tentang peran intelijen Barat.

Atas pertanyaan Galbraitha, siapakah penelpon itu, Pavka menjawab bahwa dia tidak bisa memberikan identitas namanya, namun mengatakan agar telepon ini dianggap sebagai peringatan persahabatan, yang bertujuan mencegah aksi tersebut.

Agen-agen Cekoslowakia setempat saat itu menyelesaikan surat-surat anonim untuk para pegawai diplomatik AS dan untuk orang AS lainnya di Jakarta, di mana kami katakan bahwa turut bertanggungjawab atas kejahatan yang terjadi di Vietnam, dan kami katakan bahwa mereka bisa bernasib sama dengan Inggris di Indonesia tahun 1963.

Seperti diketahui, kedubes Inggris di Jakarta dibakar dan lambang negaranya dicopot demonstran pada 18/9/1963, hanya selang dua hari setelah Federasi Malaysia resmi didirikan.

Seperti diketahui, pada saat itu Soekarno telah mengirim ribuan sukarelawan ke perbatasan-perbatasan dengan Malaysia, antara lain Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Riau. Di antara mereka terdapat dokter, mahasiswa, pemuda, bahkan juga wartawan. Sementara satuan-satuan tentara yang juga mengklaim diri sebagai sukarelawan menyusup masuk ke wilayah Singapura dan Kalimantan Utara.

Yang dimaksud Pavka adalah 50 surat yang dibuat dengan mesin tik. Dalam menulis alamat digunakan huruf-huruf kapital dan alamat yang digunakan adalah alamat tempat tinggal.

Tahap akhir daripada langkah aktif tersebut adalah juga akan dikirimkan beberapa surat kepada pegawai Indonesia di kedubes AS, di mana akan disarankan agar mereka demi kepentingan keamanan pribadi bersiap untuk meninggalkan gedung dengan segera dan agar informasi ini disebarkan di antara kekuatan lokal lainnya. Naskah surat tersebut dipersiapkan oleh Pavka.

„Persis seperti yang tertulis di sini“, ujar Izidor Počiatek (78).

"Hanya saja saya mengatakan dengan persis kepada Galbraith bahwa aksi terhadap kedubes AS akan terjadi keesokan harinya. Mengenai surat anonim terhadap para diplomat saya sudah tidak tahu, namun itu wajar dalam bisnis ini. Setiap staf hanya tahu beberapa keping dari keseluruhan puzzle," papar Počiatek.

Počiatek adalah Atase Informasi di Jakarta (1961-1968) dan merupakan Duta Besar (1990-1992) terakhir Cekoslowakia (sebelum pecah menjadi Ceko dan Slowakia, red) sekaligus satu-satunya saksi hidup aktivitas intelijen Cekoslowakia di Jakarta.

Berbeda dengan kebanyakan diplomat saat itu, Počiatek tidak pernah menjadi kader intelijen melainkan hanya merupakan kolaborator ideologis intelijen. Namun dia seorang staf yang sangat penting, karena merupakan satu-satunya di kedubes Cekoslowakia di Jakarta yang bisa berbahasa Indonesia.
(es/es)

Sumber : http://detiknews.com/read/2010/09/28/130836/1450336/10/faktor-agen-pavka-dan-seorang-pociatek?992204topnews 

haa iki Cerita Tentang G30S-PKI (1)

Selasa, 28/09/2010 10:29 WIB
Intelijen Komunis Cekoslowakia Ikut Bermain
Eddi Santosa - detikNews



Praha - Setelah 45 tahun baru terungkap dengan jelas, bahwa agen-agen rahasia Cekoslowakia iku terlibat langsung dalam peristiwa yang kita kenal dengan Gerakan 30 September 1965.

Agen-agen rahasia Cekoslowakia sejak akhir 50-an berusaha untuk melemahkan posisi Amerika. Kegiatan-kegiatan intelijen Cekoslowakia mengakibatkan destabilisasi keseluruhan dalam negara, yang akhirnya digunakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada September 1965 untuk merebut kekuasaan.

Namun upaya kudeta ini dapat dihancurkan oleh tentara dengan cepat dan dalam beberapa bulan mendatang anggota PKI dibantai, diperkirakan sampai setengah juta orang.

Bekerjasama dengan T. Tedoun, warga di Praha, detikcom menyajikan rekonstruksi kejadian berdasarkan dokumen Arsip Nasional Ceko, yang pertama kali diterbitkan dan kesaksian pribadi para pelakunya.

"Ya, itu adalah nama rahasia saya," Pavka tertawa di sebuah coffee shop di Bratislava (kini ibukota Slovakia, red).

Izidor Počiatek (78), "Saya sudah benar-benar lupa bagaimana hal itu terjadi. Ya, saya suka buku dari Ostrovsky yang berjudul Jak se kalila ocel (Bagaimana Melumerkan Baja), dan tokoh utama dalam buku itu bernama Pavka Korčagin."

Lalu, pria yang sudah beruban ini menukar kacamatanya dan menyimak sebuah laporan yang ditulis pada 17/2/1965. Laporan itu dikirim ke markas intelijen di Praha dari residensi di Jakarta, yang secara resmi disebut Departemen Ke-1 Kementerian Luarnegeri Cekoslowakia (Ceko dan Slowakia saat itu masih satu negara, red).

Isi laporan itu menjelaskan salah satu langkah aktif yang diorganisir oleh intelijen Cekoslovakia terhadap kedubes AS, bahwa telah terjadi demonstrasi terhadap kedubes ASdi Jakarta pada 12 dan 15/2/1965, yang diarahkan untuk memprotes agresinya di Vietnam.

Kami hadir pada demonstrasi itu pada 15/2/1965 dan menurut pendapat kami adalah merupakan aksi yang dikendalikan oleh otoritas setempat, yang kelihatannya tidak memiliki kepentingan agar aksi tersebut meluas terlalu besar.

Untuk itulah kami mempersiapkan langkah aktiv bersandi Znervosnění, yang dicocokkan dengan situasi yang ada.

Pada hari berikutnya yakni 16/2/1965 agen Pavka menghubungi Galbraitha, Chargé d' Affaires (Kuasa Usaha, red) pada kedubes AS melaui telepon umum dengan bahasa Indonesia. Ia mengatakan bahwa dalam beberapa hari mendatang akan ada aksi terhadap kedubes AS, yang mirip dengan aksi di tahun 1963 terhadap kedubes Inggris. (Bersambung) (es/es)

Sumber : http://www.detiknews.com/read/2010/09/28/102956/1450116/10/intelijen-komunis-cekoslowakia-ikut-bermain

haa iki Perkembangan Elpiji Saat Ini

Rabu, 29/09/2010 09:02 WIB
Catatan Agus Pambagio
Elpiji Kok Dibuat Mainan
Agus Pambagio - detikNews



Jakarta - Beberapa hari yang lalu saya dihubungi seorang teman yang tinggal di daerah perumahan  Bumi Serpong Damai (BSD) yang menemukan kejanggalan dengan tabung elpiji Pertamina isi 12 kg miliknya. Pertama, api tidak sebiru biasanya. Kedua, ketika akan mengganti tabung gas yang sudah kosong, saat mengocok-ngocok terdengar suara gemericik di dalam tabung.

Berdasarkan pengaduan tersebut, selama beberapa hari ini saya berusaha  mencari tahu dengan menghubungi beberapa pihak yang berwenang, seperti pejabat dan Komisaris Pertamina, Menteri ESDM, Menteri Negara BUMN, YLKI, rekan-rekan di beberapa milist dan Blackberry Messenger Group serta berbagai sumber yang memahami persoalan elpiji tabung 12 kg produk Pertamina.

Dari komunikasi saya dengan Komisaris, mereka menyangkal ada perubahan kualitas gas elpiji 12 kg dan meminta saya untuk mengunjungi website Pertamina yang menampilkan program konversi dan meminta saya untuk mendiskusikan dengan bagian Pemasaran & Niaga. Jawaban ini patut diduga menghindar dan tidak nyambung. Lalu saya sms Menteri ESDM dan jawabannya : “Tksh  atas infonya, saya cek”. Itu saja dan sampai tulisan ini saya buat, belum ada perkembangan.

Berhubung saya penasaran, maka saya juga menghubungi salah satu pejabat berwenang di Pertamina yang kebetulan saya kenal dan ternyata beliau mengakui kalau komposisi Butane dan Propane pada elpiji tabung 12 kg diubah. Beliau berjanji untuk menyampaikan masalah ini ke Direksi. Esoknya saya mendapat kabar bahwa Direksi berang setelah persoalan ini diberitakan di detikcom. Kemudian patut diduga ada instruksi agar pejabat Pertamina dilarang menanggapi, kecuali Corporate Secretary.

Dari beberapa komunikasi di atas, saya semakin yakin bahwa komposisi isi tabung gas elpiji untuk keperluan rumah tangga memang diubah. Dari komposisi semula sekitar 60% Propane dan 40% Butane menjadi 60% Butane dan 40% Propane. Komposisi ini patut diduga mulai berubah dan dipasarkan sekitar awal Agutus 2010.

Perkiraan saya, perubahan komposisi ini dimaksudkan untuk mengurangi bahaya ledakan yang diakibatkan oleh gas elpiji ukuran 12 kg dan 3 kg. Pertanyaannya, apakah pengurangan kadar Propane akan mengurangi bencana ledakan elpiji yang sampai hari ini masih terus sahut menyahut diseluruh Indonesia? Rugikah Pertamina/Negara dengan perubahan komposisi tersebut? Rugikah konsumen?

Pertanyaan selanjutnya jika benar diubah komposisinya, mengapa Pertamina tidak menginformasikan ke publik sesuai amanat UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik?

Siapa yang Dirugikan?

Berdasarkan data yang saya kumpulkan dari engineeringtoolbox.com, memang benar semakin tinggi komposisi Butane maka tekanan gas dalam tabung juga semakin rendah. Tekanan Propane akan turun sekitar 1,6 bar jika komposisi Propane diubah dari 60% (6,7 bar pada temperatur 32 derajat C) ke 40% (5,1 bar pada temperatur 32 derajat C). Pertanyaannya berapa daya tahan tabung elpiji 12 Kg?

Sesuai dengan yang tertulis di tabung 12 kg, tabung tersebut didesain sanggup menahan tekanan sampai 31 bar. Jadi meskipun komposisi Propane 60%, tabung masih sanggup menahannya, tidak meledak. Lalu mengapa komposisi harus diubah?

Sumber lain menyatakan bahwa komposisi 50% Propane, tekanan pada suhu 32 derajat C hanya sebesar 104 psi. Sedangkan dengan komposisi Propane 70%,  tekanan pada temperatur 32 derajat C sebesar 134 psi. Sehingga jika di prorata maka dengan komposisi 60% Propane pada temperatur 32 derajat C, tekanannya 119 psi.

Tekanan tersebut masih di bawah yang dipersyaratkan oleh Dirjen Migas melalui Surat Keputusan No. 25K/36/DDJM/1990 tentang Pengaturan Spesifikasi Elpiji yang Beredar di Masyarakat, yaitu 120 psi. Lalu mengapa komposisinya harus diubah kalau masih di bawah tekanan maksimum yang diatur oleh SK Dirjen Migas tersebut? Apa maksud Pertamina melakukan perubahan komposisi?

Melalui perbincangan saya dengan beberapa pakar kimia dan gas di Indonesia, nilai atau kadar kalori Butane memang lebih rendah dibandingkan dengan Propane. Sehingga semakin rendah komposisi Propane maka nyala api akan semakin tidak sempurna, tampak kemerah-merahan, dan panas yang dihasilkan juga berkurang. Akibatnya untuk memasak konsumen memerlukan waktu lebih lama dan pada akhirnya diperlukan elpiji lebih banyak.

Kerugian lain yang akan diterima oleh konsumen adalah dengan dinaikkannya komposisi Butane dari 40% menjadi 60% dan menurunkan Propane dari 60% menjadi hanya 40% akan sering menyisakan gas Butane yang tidak bisa terbakar di dalam tabung. Kondisi ini terjadi karena tekanan Butane lebih rendah dari Propane sehingga gas tidak bisa keluar dari tabung. Sisa Butane dalam tabung diperkirakan masih ada sekitar 10%.

Dengan sisa gas dalam tabung,  jika tabung dikembalikan ke agen dan diisi ulang maka gas baru yang masuk ke dalam tabung hanya 90%. Jelas ini merugikan konsumen, dengan harga tetap sama tetapi gas yang akan terbakar kurang dari 100% atau bahkan kurang dari 90% karena adanya  penumpukan Butane di dalam tabung hasil pengisian sebelumnya. Bayangkan, konsumen membayar untuk harga gas sebanyak 12 kg, namun yang bisa dibakar untuk memasak hanya sekitar 9,5 kg.

Di sisi lain, Pertamina atau Pemerintah mendapatkan keuntungan dengan adanya sisa Butane di dalam tabung. Karena ketika masih ada sisa Butane sekitar 10% dalam tabung dan tabung dikembalikan ke agen, maka agen Pertamina hanya mengisi sekitar 90%-nya saja (sekitar 10,8 kg untuk tabung 12 kg atau 2,7 kg untuk tabung 3 kg). Namun dijual ke konsumen dengan harga full 12 kg. Jadi Pertamina untung 1,2 kg/tabung isi 12 kg atau 0,3 kg/tabung 3 kg. Belum lagi karena rendahnya nilai kalori dari Butane maka konsumen akan memerlukan elpiji lebih banyak. Teganya Pertamina pada konsumennya, jika ini benar-benar terjadi.

Apa yang Harus Dilakukan Konsumen?
Jika semua analisa penulis benar, maka konsumen harus mengantisipasinya dengan baik melalui beberapa tahapan untuk menghindari kerugian permanen. Pertama, pastikan bahwa api di atas kompor menyala biru bukan kemerah-merahan. Kedua, ketika kompor tidak lagi bisa menyala karena gas habis, kocok-kocoklah tabung elpiji yang sudah habis gasnya tersebut. Jika masih ada suara gemericik, artinya masih ada sisa Butane  di dalamnya. Jika ini terjadi segera kembalikan ke agen Pertamina.

Konsumen baik secara individu dan kelompok, sesuai dengan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat melakukan komplain dan gugatan kepada Pertamina karena patut diduga Pertamina melakukan kebohongan publik. Saya berharap gugatan konsumen bisa difasilitasi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Selain melakukan gugatan langsung ke Pertamina atau Pemerintah,  sesuai dengan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, konsumen dapat melakukan pengaduan ke Komisi Informasi Publik (KIP) agar Komisi ini dapat segera melakukan pemeriksaan kepada Pertamina.

Semoga untuk menjawab tulisan saya ini, Kementrian ESDM atau Pertamina dapat segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, agar konsumen tidak kembali dirugikan. 

AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).

(nrl/nrl)

Sumber : http://detiknews.com/read/2010/09/29/090215/1450940/103/elpiji-kok-dibuat-mainan?992204topnews 

haa iki Ketika Rakyat Terabaikan

PULAU BERHALA
Ketika Rakyat Diabaikan
Rabu, 29 September 2010 | 02:54 WIB
 
Irma Tambunan
Pulau di perairan perbatasan Jambi dan Kepulauan Riau itu begitu senyap. Tak ada lagi anak-anak berlarian di antara karang dan pohon kelapa menjelang matahari terbenam. Tak tampak juga kelompok orang tua berkumpul di warung-warung di tepi pantai yang indah itu.
Ke manakah mereka? Empat tahun lalu, ketika Kompas mengunjungi pulau ini, atmosfer kehidupan masih terasa berdenyut di berbagai sudut pulau. Tapi kini? Sepi! Bagai pulau tak berpenghuni.
”Sudah banyak penduduk yang meninggalkan pulau ini,” ujar Junaedi, penduduk setempat yang ditemui, Kamis (23/9).
Di bagian selatan pulau itu hanya keluarga Junaedi dan satu keluarga lain yang masih bertahan. Junaedi sebenarnya juga ingin pindah ke luar pulau, tetapi mantan kepala dusun setempat, Ali Zaendra, menahannya. ”Kalau kami pergi, berarti tak ada lagi warga Jambi yang menempati Pulau Berhala. Padahal, pulau ini masih jadi sengketa Pemerintah Provinsi Jambi dan Kepri,” ujarnya.
Menurut Junaedi, sejak 2-3 tahun terakhir, lebih dari 60 keluarga pergi meninggalkan Pulau Berhala. Begitu banyak rumah telah kosong, baik di bagian selatan pulau yang menjadi hunian masyarakat asal Jambi maupun sisi utara, wilayah hunian penduduk Kepri. Sebagian rumah itu dibiarkan dengan pintu-pintu terbuka.
Tidak hanya permukiman, layanan pendidikan dan kesehatan pun tidak aktif lagi. Sejak setahun terakhir, sekolah dan puskesmas yang dibangun Pemprov Jambi tidak pernah dikunjungi oleh guru dan bidan.
”Pernah ada orang tanya, apakah anak saya, Faisal, telah lulus ujian. Saya jawab, bagaimana bisa lulus, ujian saja belum karena guru tidak pernah datang,” tutur Junaedi. Merasa kecewa akan buruknya layanan pendidikan, istri Junaedi, Hepi, akhirnya memindahkan Faisal ke sekolah di wilayah Kepri.
Pernah Junaedi sekeluarga menderita malaria. Mereka harus menunggu semalaman hingga saudara dari wilayah daratan terdekat datang menjemput. ”Kalau tak ada yang jemput, mungkin kami sudah mati di pulau ini karena puskesmas tak pernah buka,” tuturnya.
Meski telah ditinggalkan penduduknya dan sejumlah layanan publik tak aktif lagi, anehnya, pejabat daerah umumnya tidak mengetahui persoalan tersebut. Ketika bupati atau wakilnya mau berkunjung, camat setempat akan langsung mendatangkan kembali sejumlah warga dari wilayah daratan terdekat agar pulau seluas sekitar 60 hektar itu terlihat ramai.
Dalam sejumlah kunjungan pejabat, Junaedi berusaha memberi tahu kondisi sebenarnya. Ada yang kemudian menjanjikan perbaikan, tapi hingga kini perubahan itu tak pernah ada.
Kondisi senyap juga terasa di bagian utara pulau yang telah dibeli oleh Pemprov Kepri. Dari 30 rumah yang dibangun Pemerintah Kabupaten Lingga, Kepri, melalui program transmigrasi lokal, 24 di antaranya sudah kosong. Para penghuni rumah itu hanya akan datang ketika petugas pembawa bantuan bahan makanan tiba. Setelah menerima jatah bantuan, mereka kembali meninggalkan pulau.
Abdullah, Kepala Dusun Berhala untuk wilayah Kepri, mengatakan, dirinya pernah singgah pada 1987 dan mendapati pulau ini hanya dihuni 7 keluarga nelayan asal pulau-pulau sekitarnya. Ketika ia kembali lagi untuk menetap pada 2006, Pulau Berhala telah ramai karena saat itu Pemprov Kepri mengadakan program transmigrasi lokal bagi 30 keluarga. Namun, dua tahun kemudian warga pendatang tersebut pergi meninggalkan Pulau Berhala.

Pulau sengketa
Diperebutkan oleh dua provinsi, Jambi dan Kepri, Pulau Berhala berikut penduduk di daerah ini terkena imbas negatifnya. Tiap pihak merasa paling berhak atas pulau itu. Berbagai argumentasi pun disodorkan.
Selain secara geografis lebih dekat ke wilayahnya, klaim Jambi juga didasarkan pada keberadaan makam Paduko Berhala, Raja Melayu Jambi, di pulai ini. Sementara pihak Kepri, selain mengacu ke Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga, juga menyodorkan fakta sejarah bahwa dulu Pulau Berhala di bawah wewenang Sultan Lingga.
Atas sengketa tersebut, Menteri Dalam Negeri menyatakan status quo sehingga berdampak pada terhentinya sejumlah rencana pembangunan di pulau ini. Namun, terlepas dari status quo itu, sejak 2006 Jambi melalui Pemkab Tanjung Jabung Timur tidak menganggarkan dana pembangunan apa pun untuk pulau ini. Dana bantuan bahan makanan dan lainnya untuk masyarakat Jambi di sana juga tidak dianggarkan.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi Didy Wurjanto mengakui, pihaknya pun tidak mengalokasikan dana pembangunan kepariwisataan untuk Berhala. Untuk tahun 2011, hanya diajukan dana untuk kegiatan promosi kepariwisataan.
Apa pun situasinya kini, otonomi cenderung alpa bahwa kita satu negara. Pulau Berhala dan rakyat yang bermukim di sana akhirnya terabaikan. Sampah menyebar di pulau itu, dermaga rusak berkarat, bangunan sekolah dan puskesmas senyap, rumah-rumah sunyi, dan paham otonomi yang ngawur menggerogoti kesejahteraan rakyat.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/29/02543662/ketika.rakyat.diabaikan

haa iki Perlunya Manajemen Air di Jakarta (Indonesia)

INTRUSI AIR LAUT
Jakarta Perlu Ubah Manajemen Air
Rabu, 29 September 2010 | 02:54 WIB
 
Jakarta, Kompas - Wilayah DKI Jakarta yang terkena intrusi air laut sudah mencapai 10 kilometer dari pantai. Bahkan, beberapa peneliti mengatakan bahwa intrusi air laut itu telah mencapai Monas.
Menurut Sari (32), warga Kelurahan Utan Panjang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, ia tidak pernah mengonsumsi air sumur untuk keperluan masak. ”Airnya memang bening, tetapi rasanya payau. Untuk keperluan masak, saya memakai air PDAM,” katanya.
Kejernihan air tanah juga diakui Dawud (59), warga Kelurahan Senen. Sama seperti Sari, Dawud juga menggunakan air tanah hanya untuk mandi dan mencuci. Hal ini ia lakukan sejak tahun 1970-an, ketika bermukim di situ.
Wilayah Jakarta Barat bagian utara, seperti Kamal di Kecamatan Kalideres dan Kapuk di Kecamatan Cengkareng, merupakan wilayah yang paling parah terkena intrusi air laut. Air sumur warga di daerah itu sudah terasa payau.
Hasyim, salah satu warga Kampung Belakang, Kamal, mengatakan, air sumur di rumahnya sudah terasa payau sehingga tidak bisa dikonsumsi. ”Untuk air minum dan memasak, saya beli dari orang jual air keliling,” ujar Hasyim yang tinggal di daerah itu sekitar 10 tahun.
Hal yang sama dituturkan oleh warga Tegal Alur, Cengkareng. Priyatno mengatakan, air sumur di sekitar tempat tinggalnya sudah tidak bisa dikonsumsi untuk minum atau memasak. Dia pun terpaksa membeli air karena tidak ada aliran air dari PDAM ke kampungnya. Jarak laut dari kedua wilayah itu sekitar 3 kilometer.
Jika di kawasan Kemayoran air payau itu masih berwarna bening, di kawasan Jakarta Utara airnya sudah tampak kekuningan, keruh, dan seperti berminyak. Romelah (47), warga Semper Barat, Cilincing, mengatakan, air kuning ini sudah dirasakan sejak lama. ”Mungkin sudah 20 tahun lebih. Dulu, waktu saya masih kecil, saya mandi pakai air sumur timba. Sekarang, kalau mandi pakai air sumur, bisa gatal-gatal,” ujarnya.
Intrusi di kawasan Jakarta Utara terjadi tidak hanya di air sumur dangkal, tetapi juga di sumur air dalam. Hal ini karena selain air laut masuk dari dalam, Jakarta Utara juga kerap dilanda rob (gelombang pasang). Parahnya, permukaan tanah di Jakarta Utara lebih rendah daripada permukaan laut sehingga air genangan rob tidak mudah mengalir kembali ke laut.
Usman (53), warga RT 03 RW 07, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, mengatakan, rob selalu terjadi tiap bulan. Namun, sudah 10 tahun terakhir kondisinya semakin parah. Jika dulu ketinggian air hanya sebatas betis orang dewasa, sekarang ketinggian air rob mencapai perut orang dewasa.

Permanen
Menurut Prof Dr Otto SR Ongkosongo, peneliti utama dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Selasa (28/9), kedalaman intrusi air laut di Jakarta berkisar 100-120 meter di bawah permukaan tanah. ”Intrusi ini bersifat permanen sehingga bila sudah mencemari tanah suatu daerah, maka akan selamanya kandungan garam dan air laut tetap akan ada,” kata Otto.
YP Chandra, Wakil Ketua Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia, mengatakan, fenomena penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut tidak harus ditanggapi dengan kekhawatiran berlebihan. Dengan upaya antisipasi yang tepat, ancaman Jakarta tenggelam bisa dihindari.
”Penurunan tanah dan naiknya air laut juga terjadi di banyak tempat di dunia. Fenomena ini terjadi dalam jangka waktu lama dan terpantau. Oleh karena itu, jika mulai diterapkan penataan kota yang tepat, ancaman tenggelam tidak akan terjadi,” kata Chandra.
Dengan kondisi seperti ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga dinilai sudah waktunya mengubah manajemen air. Dengan perubahan ini, terjadinya penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut bisa dicegah laju kecepatannya.
Firdaus Ali, pengajar Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memikirkan untuk tidak segera membuang air hujan ke laut. Air hujan sebaiknya ditampung di danau, situ, dan kolam penampungan sebagai tandon air hujan. Air itu dapat dimanfaatkan sebagai air baku untuk diolah menjadi air bersih bagi Jakarta.
(FRO/ART/NEL/ECA/ARN)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/29/02540450/jakarta.perlu.ubah.manajemen.air

haa iki Promosi Jenderal Di Korut

Kim Jong Un Diangkat Langsung Jadi Jenderal
Rabu, 29 September 2010 | 02:50 WIB
 
PYONGYANG, SELASA - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Il (68) mengangkat putranya, Kim Jong Un, langsung menjadi jenderal berbintang empat. Pengangkatan itu dilakukan hari Selasa (28/9) sebelum pertemuan Partai Pekerja Korea Utara dimulai. Pertemuan itu merupakan pertemuan terbesar dalam 30 tahun terakhir.
Jong Un kini menjadi perwira berpangkat tertinggi di Angkatan Bersenjata Korea Utara (Korut), sebagaimana diberitakan kantor berita Korut, Korean Central News Agency. Pengangkatan Jong Un sebagai jenderal merupakan perintah langsung oleh ayahnya dengan Surat Perintah Nomor 0051 yang dibuat hari Senin.
Surat itu juga berisikan kenaikan pangkat sejumlah perwira komando di jajaran Tentara Rakyat Korea (KPA).
Selain Jong Un, ada dua orang lagi yang diangkat menjadi jenderal bintang empat, yakni Kim Kyong Hui, adik perempuan Jong Il, dan Choe Ryong Hae, salah satu pembantu terdekat keluarga Kim.
Kyong Hui bersuamikan Jang Song Thaek. Keduanya akan menjadi penjaga dan pelaksana kepemimpinan kolektif di Korut seandainya Kim Jong Il wafat. Namun, kepemimpinan langsung akan diserahkan kepada Jong Un, yang kini masih terlalu muda, setelah benar-benar dianggap mampu memegang kendali kekuasaan.
Tidak jelas apakah semua itu merupakan proses dari suksesi. Namun, Menteri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara yakin proses suksesi sedang berjalan di Korut. ”Tak diragukan lagi, pemberian status jenderal bintang empat kepada Kim Jong Un menunjukkan tujuan yang sudah jelas,” tutur Maehara di Tokyo.
Amerika Serikat adalah negara yang skeptis soal proses suksesi. Namun, sikap itu berubah. ”AS memantau serius penunjukan Kim Jong Un sebagai jenderal,” kata Asisten Menlu AS Kurt M Campbell di Washington. Dia menambahkan, AS masih mencoba memahami arti semua itu.
Pengamat melihat promosi tersebut sebagai sinyal resmi bahwa Jong Un akan menjadi penerus kepemimpinan ayahnya. ”Promosi Kim Jong Un adalah titik awal suksesi resmi kekuasaan,” tutur Kim Yong-hyun, pakar Korut di Universitas Dongguk, Seoul, Korea Selatan (Korsel).
”Pengangkatan Jong Un menjadi jenderal menunjukkan bahwa dia sudah pasti menjadi penerus kekuasaan,” kata Yang Moo-jin dari University of North Korean Studies di Seoul.
Paik Hak-soon, pengamat lain dari Sejong Institute, Korsel, berpendapat, cepatnya proses suksesi ini juga sekaligus merupakan pertanda bahwa kesehatan Kim Jong Il telah menurun drastis. ”Kalau tidak demikian, tak mungkin ia mempromosikan anaknya secepat ini karena bisa membahayakan posisinya sendiri,” tutur Paik.
Informasi tentang Kim Jong Un yang beredar di publik tetap minim, bahkan di kalangan warga Korut. Usia tepatnya pun tidak diketahui publik. Media-media Barat hanya sering menyebut usia Jong Un sekitar 26-28 tahun, pernah bersekolah di Swiss, dan menguasai bahasa Inggris dan Jerman.

Bergantung pada keluarga
Dalam proses suksesi ini, segala tindakan Kim Jong Il bergantung pada rapat keluarga, terutama Kim Kyong Hui (64) dan suaminya, Jang Song Thaek, yang disebut-sebut sebagai orang nomor dua secara de facto yang berkuasa di Korut.
Kyong Hui adalah satu-satunya saudara perempuan Kim Jong Il dari satu ayah satu ibu. Jong Il sangat mendengar Kyong Hui. ”Karena Kim Jong Il sangat bergantung pada keluarga soal rencana suksesi, Kyong Hui menjadi anggota inti dari kelompok yang mendukung rencana suksesi,” kata Lee Gee-dong dari Institute for National Security Strategy.
Kyong Hui memulai karier di pemerintahan tahun 1971, dengan posisi di bagian manajemen pada Persatuan Wanita Demokratik Korut. Tahun berikutnya dia dinikahi oleh Jang. Keduanya bertemu saat kuliah di Universitas Kim Il Sung, kakek Kim Jong Un.
Kim Kyong Hui bukan tipe orang yang haus kekuasaan dan amat menyukai kehidupan sehari-hari.
(REUTERS/AP/AFP/MON/DHF)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/29/02503775/kim.jong.un.diangkat.langsung.jadi.jenderal

haa iki Mantan Panglima Menjadi Penasehat Tim Pembela Bibit-Chandra

29/09/2010 - 08:03
Kriminalisasi Bibit-Chandra
Jenderal Endriartono Tahu Persoalan Sesungguhnya
MA Hailuki
Endriartono Sutarto
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Didaulatnya mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto menjadi penasehat Tim Pembela Bibit-Chandra masih menimbulkan tanda tanya.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardie mengatakan, Endriartono bergabung karena kasus Bibit-Chandra bukanlah kasus hukum murni semata.
"Bibit-Chandra adalah ikon pemberantasan korupsi, kalau sampai kalah PK maka runtuhlah gerakan pemberantasan korupsi dan para bandit Century akan senang," ujar Adhie kepada INILAH.COM, Rabu (29/9).
Menurut Adhie, lantaran itulah Endriartono tergerak bergabung menjadi penasehat Tim Pembela Bibit-Chandra karena tak mau ikon pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi luluh lantak.
"Sejak awal kita sadar, kriminalisasi Bibit-Chandra ini bermotif politik makanya Pak Endriartono terpanggil. Kita yakin beliau mengetahui peta permalasahan yang sesungguhnya di balik kriminalisasi Bibit-Chandra ini," terang Adhie.
Sebelumnya Endriartono mengaku tidak ada kepentingan apa-apa di balik keterlibatannya dalam pembelaan Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Selain hanya keprihatinannya kepada nasib KPK.
"Rasa prihatin karena disaat kinerja KPK yang tinggi dan signifikan dalam pemberantasan korupsi namun di tengah jalan diterpa kendala-kendala termasuk kriminalisasi dua Pimpinan KPK," ujarnya Senin (27/9). [mah]

Sumber : http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/09/29/851421/jenderal-endriartono-tahu-persoalan-sesungguhnya/

Selasa, 28 September 2010

haa iki Kok Ribut???

Selasa, 28/09/2010 16:00 WIB
Genangan Air Bertambah Gara-gara Sampah Kulkas dan Kasur
Andri Haryanto - detikNews


 
Jakarta - Pemprov DKI Jakarta melakukan berbagai hal untuk membersihkan saluran air demi mencegah banjir, apalagi November telah memasuki musim hujan. Tetapi bertambahnya titik dan tinggi genangan tak bisa dihindari sebab sampah yang menyumbat saluran air terus bertambah.

Demikian tanggapan Wagub DKI Jakarta, Prijanto, tentang bertambahnya jumlah titik genangan air di jalan-jalan protokol di Jakarta yang menyebabkan kemacetan saat hujan deras. Dia ditemui usai Rapat Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (28/9/2010).

"Kaitannya jelas dengan sampah, sekarang ada kulkas dan kasur nyangsang (tersangkut) di pertigaan. Kalau terjadi genangan, ya itu karena yang kesumpel-sumpel (menyumbat) itu," kata Prijanto.

Karena jumlah sampah rumah tangga yang terus bertambah, maka tetap ada kemungkinan suatu saat jumlah titik dan tinggi genangan ikut bertambah. Bahkan ada pula titik genangan yang karena cakupan wilayahnya sudah jadi sedemikian luas dan lama surut, maka sudah dikategorikan sebagai daerah banjir.

"Kalau yang di Jl Denpasar dan Jl Thamrin, itu genangan. Arealnya sempit dan cepat surutnya," sambung Prijanto.

Namun demikian, ditegaskannya bahwa Dinas PU DKI Jakarta terus melakukan berbagai upaya guna mencegah berubahnya titik genangan di ruas jalan-jalan protokol menjadi daerah banjir. Di antaranya adalah pelebaran gorong-gorong yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Sekarang yang di Jl Wahid Hasyim dan Jl Thamrin, akan kita perbesar (ukuran gorong-gorong) dari 1x2 meter jadi 3x4 meter," jelasnya.

Menyinggung kesiapan penanggulangan bencana, berdasar laporan semua wilayah dalam kondisi siaga sebab memang selalu ada koordinasi antara Walikota ke Kodim dan Polres setempat. Baik untuk penyelamatan korban banjir dan penyaluran bantuan pangan ke titik-titik pengungsian.

"Dulu kita titip beras di gudang Bulog di Kelapa Gading, kalau di sana banjir jadinya beras susah keluar. Sekarang kita punya gudang sendiri di Cipayung yang siap dikirimkan kapan saja," jelas purnawirawan perwira tinggi TNI ini.

(lh/nrl)

Sumber : http://www.detiknews.com/read/2010/09/28/160039/1450468/10/genangan-air-bertambah-gara-gara-sampah-kulkas-dan-kasur?991101605 

>>> Sebagai pejabat yang paling bagus dari pada bersuara dengan nada lebih banyak ngelesnya, mending berkeja dengan diam, berusaha dengan keras mengatasi persoalan sesuai kemampuan dan kewenangannya.<<<<<<<<<<<<< 

haa iki Kok Gini Densus 88?

28/09/2010 - 10:00
Tembak Orang Salat, Densus Bikin Teroris Makin Brutal!
Irvan Ali Fauzi & Abdullah Mub
INILAH.COM, Jakarta - Mau apa kek, sedang ngapain kek, yang penting tembak dulu. Tanpa pandang bulu, orang yang sedang menghadap Tuhan (salat) dibekuk.
Densus 88 Polri diduga mengeroyok dan menembak Khairul Ghazali, warga Bunga Tanjung, Datuk Bandara Timur, Tanjung Balai, Sumatra Utara, ketika tengah salat, Minggu (19/9).
Tak peduli mati atau tidak setelah ditembak. Yang penting, teroris ditangkap. Indonesia melupakan cara pemberantasan terorisme yang tepat.
Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi, Densus 88 sekarang ini sama dengan yang dilakukan Amerika zaman George W Bush.
Bush menerapkan cara pre-emptive strike (pukul dulu urusan belakangan). Terbukti, cara tersebut gagal dan ditinggalkan Presiden Barack Obama.
Densus 88 perlu kilas balik. Teroris bom Bali, Amrozi dan teman-temannya, berhasil ditangkap hidup-hidup dan masuk meja hijau dengan vonis hukuman mati. Indonesia mendapatkan pujian internasional.
Jika Densus 88 tidak mau 'berkaca' dan tidak berkoordinasi dengan angkatan lain, militansi para pengacau akan semakin brutal. Apalagi polisi saat ini belum mampu memenangi opini publik, termasuk partisipasi masyarakat muslim Indonesia.
"Maka, Polri bisa kelelahan dan para pengacau, teroris, semakin meningkatkan militansinya dan makin brutal," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang, Jawa Timur, dan Depok, Jawa Barat, itu. [nic]

Sumber : http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/09/28/848791/tembak-orang-salat-densus-bikin-teroris-makin-brutal/

haa iki Lingkungan Yang Harus Kita Jaga

Deddy Madjmoe
Kegelisahan Penjaga Lingkungan
Selasa, 28 September 2010 | 04:04 WIB
KOMPAS/SIWI YUNITA CAHYANINGRUM

Siwi Yunita C
Banjir, longsor, dan kerusakan lingkungan menjadi keresahan hidup Deddy Madjmoe (42). Di Ciledug Wetan, desa kecil di pinggir pantai utara Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, aktivis lingkungan ini memilih mengorbankan waktu dan tenaga untuk menggerakkan puluhan warga guna mengembalikan lingkungan desanya agar hijau lagi.
Deddy akrab dipanggil dengan Deddy Kermit. Panggilan Kermit—si katak hijau dalam serial televisi—itu karena sejak SMA tahun 1987 dia suka mendaki gunung dan aktivitas cinta alam lainnya.
Deddy, yang sehari-hari bekerja sebagai herbalis, sangat memerhatikan ketidakberesan alam. Ia resah melihat sekawanan rusa dan babi hutan yang turun dari hutan di perbukitan karena kekeringan. ”Ini tidak biasa,” katanya suatu saat.
Deddy menangkap keganjilan alam tersebut. Ia tahu betul ada yang tak beres dan dia tak berhenti mencari tahu penyebabnya.
Dua tahun lalu, Deddy dan kawan-kawan dari Perkumpulan Pencinta Kelestarian Alam (Petakala) Grage, Cirebon, melepaskan induk rusa di hutan Gunung Tilu, perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Induk rusa itu diharapkan bisa berkembang biak secara alami karena populasinya kian menciut akibat perburuan, permukiman, dan perladangan. Namun kini, rusa-rusa itu justru mendekati perkampungan.
Karena penasaran, Deddy dan kawan-kawannya pun mengadakan survei kecil tentang mata air. Hasilnya, ternyata alam memang sudah terdegradasi. Tiga mata air yang ditemukan ternyata semuanya sudah tak lagi menyediakan air berlimpah.
Mata air di hutan Caringin, misalnya, kering pada musim kemarau. Adapun mata air Jamberancak hanya mengalir dengan volume kecil. Hutan-hutan habitat babi dan rusa yang dahulu hijau berubah menjadi ladang tebu dan tambang pasir. Hutan tak lagi menyediakan cukup air untuk penghuninya, seperti rusa dan babi hutan, pada musim kemarau.
Kegelisahan Deddy berlanjut dan mendorongnya untuk terlibat langsung dalam aksi lingkungan. Pada Januari 2010, saat banjir mengepung Cirebon, pemanjat tebing ini mengabaikan pekerjaannya sebagai herbalis.
Setiap hari ia memantau ketinggian air Sungai Cisanggarung yang hampir selalu meluap saat hujan. Di kala warga lain terlelap tidur, ia memilih menjadi sukarelawan siaga banjir dan membantu warga yang kebanjiran.
Saat tanggul desa jebol dan melimpahkan isi sungai ke perkampungan, merendam persawahan, dan usaha batu bata warga, kegelisahan Deddy pun memuncak. Ia berkali-kali mengadu kepada pemerintah tentang derita warga di wilayahnya akibat banjir karena sedimentasi dan jebolnya tanggul. Karena tak segera ditanggapi, ia dan rekan-rekannya pun akhirnya bergerak sendiri.
Bermodal tenaga dan tekad, Deddy bersama warga dan para aktivis di Petakala Grage membangun tanggul darurat secara swadaya. Modalnya hanya bambu, makanan, dan bantuan tenaga dari warga serta karung dari instansi pemerintah. Hasil kerja dari modal sederhana itu untuk sementara bisa memberikan rasa aman bagi warga.
Langkahnya tidak berhenti di situ. Deddy dan kawan-kawan juga merambah ke Kuningan. Mereka berjuang membuat kawasan karst Goa Indrakila di Kuningan agar tetap lestari.
Kawasan yang menjadi habitat tanaman langka dan macan ini dikhawatirkan rusak akibat kegiatan penambangan pasir. Deddy berpikir menjadikan kawasan ini sebagai ekowisata lebih menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan proses penambangan pasir yang jelas-jelas merusak lingkungan.
”Indrakila bisa terpelihara dengan ekowisata. Penduduk pun akan ikut memelihara karena ini sumber ekonomi mereka,” kata Deddy suatu sore ketika menengok kawasan karst Maneungteung di Cirebon.

Tabungan sendiri
Deddy akrab dengan dunia lingkungan sejak SMA. Panjat tebing dan naik gunung adalah kegiatannya sehari-hari. Dari situlah dia mengenal alam sangat dekat. Bahkan, hidupnya kini tak bisa jauh dari tumbuhan dan hewan.
Meski demikian, Deddy tidak hidup dari kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Ia justru yang menghidupi kegiatan itu dengan mendirikan organisasi nirlaba Petakala Grage pada 1986 bersama teman temannya.
Setiap kali mengadakan kegiatan, seperti kerja bakti pembangunan tanggul, penanaman pohon, atau pelepasan rusa, ia rela mengorbankan tabungan pribadinya. Padahal, dari sisi materi, ayah satu anak ini hidup sederhana. Sarana transportasinya hanya sepeda onthel dan istrinya masih bekerja sebagai guru honorer di SD Negeri II Ciledug Wetan.
Tentu saja usaha yang dilakukan Deddy tak bisa berhasil tanpa dukungan rekan-rekannya. Sama halnya dengan Deddy, mereka punya jiwa dan kesadaran lingkungan yang tinggi. Untuk hidup, mereka bekerja sebagai mekanik bengkel atau penjahit. Sebagian hasil kerja mereka itu disumbangkan untuk kegiatan pelestarian lingkungan. ”Ini memang panggilan hidup kami, rasanya tidak rela jika pohon dirusak,” ujar Deddy.
Baru-baru ini, Deddy dan 20 kawannya mencoba menghijaukan Bukit Maneungteung di perbatasan Cirebon dan Kuningan dengan tanaman manoa, asam jawa, dan pinang. Seperti langkah sebelumnya, dia melibatkan warga dan menggunakan dana swadaya dari tabungan pribadi mereka.
Bukit itu sejak bertahun-tahun lalu menarik perhatian mereka karena berubah fungsi dari hutan menjadi tambang pasir. Kini separuh bukit telah hilang karena digali pasirnya. Fungsinya sebagai salah satu sumber penyerapan air di wilayah timur Cirebon kini hilang karena tak ada satu pohon pun yang tumbuh.
Gerakan menanam pohon secara swadaya adalah jawabannya karena belum tampak ada tindakan dari pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan hutan tersebut.
Meski bermisi sosial, gerakan Deddy tak selamanya berjalan lancar. Niatnya menghijaukan Bukit Maneungteung seluas lebih dari 5 hektar membuat dia harus berurusan dengan polisi. Polisi melarang kegiatan penanaman pohon di bukit yang kini masih dalam perkara hukum karena penambangan ilegal tersebut.
Namun, jangan sebut dia Deddy Kermit jika menyerah. Dia tetap melanjutkan usaha itu. ”Polisi memegang KUHP sebagai dasar tindakan, tetapi kami pencinta lingkungan berpikir beda. Kalau tidak segera dihijaukan, bagaimana nanti jadinya lingkungan ini,” katanya.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/28/04045029/kegelisahan.penjaga.lingkungan

haa iki Anomali Cuaca

Puting Beliung di Selatan Indonesia
Selasa, 28 September 2010 | 04:00 WIB
 
Jakarta, Kompas - Puting beliung merupakan anomali yang terjadi saat masa pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya. Peralihan ini disebabkan perubahan garis edar matahari atau pola pemanasan udara di Indonesia.
Hal ini lebih lanjut mengubah tekanan udara dan arus angin di tingkat lokal dan regional. Dalam masa transisi ini muncul dua pola angin, yaitu angin timuran atau pola angin musim kemarau dan baratan atau pola angin pada musim hujan.
Angin puting beliung biasanya terjadi pada sore atau malam hari. Pembentukannya disebabkan oleh suhu udara yang panas dan kelembaban yang tinggi pada pagi hingga siang hari.
Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan cepat awan yang menjulang tinggi. ”Gangguan cuaca ini akan berpeluang terjadi dalam tiga hari ke depan,” ungkap Hary Tirto Jatmiko, Kepala Sub-Bidang Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Senin (27/9) di Jakarta.
Daerah yang akan terpengaruh oleh kondisi pancaroba meliputi Sumatera bagian utara dan selatan; pesisir barat Sumatera; Bangka Belitung; sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat; bagian barat dan tengah Nusa Tenggara Timur; Kalimantan Barat; Kalimantan bagian selatan; Kalimantan Timur bagian utara; Sulawesi bagian barat, selatan, serta tenggara; beberapa lokasi di Sulawesi Tengah; Sulawesi Utara bagian utara dan barat; wilayah utara dan tengah Maluku; serta barat, tengah, dan wilayah selatan Papua.

Samudra Hindia
Sementara itu, menurut Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian, peluang puting beliung terjadi di selatan wilayah Indonesia yang berhadapan dengan Samudra Hindia karena suhu muka lautnya yang di atas normal.
Sementara itu, perairan di wilayah tengah Indonesia, antara lain Laut China Selatan dan Laut Jawa, bersuhu relatif lebih rendah.
Puting beliung terbentuk akibat pertemuan massa udara bersuhu panas yang naik dan bersuhu dingin yang turun. Kondisi ini menyebabkan perputaran angin. Pertemuan massa udara itu ditunjang oleh adanya jajaran pegunungan dan perbukitan di Jawa hingga Nusa Tenggara.

Banjir dan longsor
Pada masa peralihan atau pancaroba, menurut Hary, selain puting beliung, perlu diwaspadai pula ancaman lain, yaitu banjir dan tanah longsor.
Menghadapi angin ribut, penduduk yang mendiami bangunan non atau semipermanen perlu waspada akan ancaman terbangnya atap bangunan.
Selain itu, pepohonan tinggi dan besar perlu dirapikan percabangannya serta diperiksa kerapuhan batang dan kekuatan perakarannya.
Apabila terjadi hujan di atas dua jam, dataran rendah berpotensi mengalami genangan air karena air tanah telah jenuh sehingga air mengalir di permukaan. Kejenuhan tanah di dataran tinggi dan pegunungan juga perlu diwaspadai karena membuka peluang terjadinya longsor. (YUN)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/28/04005766/puting.beliung.di.selatan.indonesia

haa iki Perjuangan Kaum Ibu

KOPERASI SIMPAN PINJAM
Aksi Para Ibu Melawan Kemiskinan
Selasa, 28 September 2010 | 03:17 WIB
KOMPAS/INDIRA PERMANASARI
Program Simpan Pinjam Perempuan telah memberikan peluang kepada para perempuan untuk memulai usaha dan ikut menggerakkan ekonomi keluarga serta daerah. Sebagai contoh, para perempuan peserta program tersebut di Kecamatan Riung, Ngada, Nusa Tenggara Timur, menggunakan dana itu untuk usaha kain tenun.
 
 Indira Permanasari
Bau tajam bagai mengambang dari dus-dus besar di teras rumah Siti Ria (43) di pesisir Riung, Ngada, Nusa Tenggara Timur. Di dalam dus-dus itu, berbagai jenis ikan asin seolah berdesakan memenuhi ruang yang sempit dan pengap.
Tumpukan ikan asin itu tak begitu lama ”parkir” di teras rumah Ria. Beberapa hari kemudian, Ria dan enam perempuan temannya sudah bergerak dari desa ke desa, menjajakan dagangan mereka itu ke sejumlah tempat.
Menaiki truk pengangkut ikan sewaan, saat warga desa lain lelap dalam tidurnya, pukul dua dini hari para perempuan itu duduk di bak terbuka, melaju ke pasar untuk berdagang. Kali ini, Pasar Manggarai, Soa, dan Riung menjadi sasaran.
”Pukul 6.00 pagi sudah mulai duduk jual ikan di pasar. Kami beli ikan 1 kilogram sekitar Rp 15.000 dan dijual sekilo Rp 16.000. Untungnya memang sedikit karena banyak pesaing di pasar. Sekali belanja bergantung modal. Kalau ada uang Rp 50 juta, bisa 4-5 ton. Tidak bisa hanya ambil satu macam ikan, harus beda-beda,” ujar Siti Ria menceritakan kesibukannya.
Tak jarang mereka terpaksa menginap di pasar. ”Biar bapak- bapak sesekali jaga anak dan masak di rumah. Ibu-ibu yang jalan,” kata Rosmawati (39) yang ikut berjualan.
Awalnya hanya Siti Ria yang berjualan ikan asin, itu pun kecil-kecilan. Namun, dengan cara itu, modal kurang berkembang dan biasanya harga baru bisa murah jika membeli ikan dalam jumlah besar.
Begitu mendengar tentang Program Simpan Pinjam Perempuan di bawah payung besar Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan, tahun 2007, Siti Ria lalu mengajak teman-temannya membuat usaha bersama: jual- beli ikan dan simpan pinjam di bawah nama Kelompok Wisata Bahari. Awalnya kelompok itu mendapat pinjaman Rp 10 juta dan bisa melunasinya. Pada pinjaman ketiga, mereka mengelola pinjaman Rp 50 juta.
Mereka lalu berbagi tugas: ada yang bertindak sebagai ketua, sekretaris, bendahara, pemasaran, dan seksi humas. ”Kalau bersama, bisa patungan modal dan keuntungan bisa lebih besar,” ujar Siti yang didaulat sebagai ketua kelompok ini.
Di desa lain, suara irama benturan mesin tenun sayup-sayup terdengar. Di balik alat tenun sederhana yang penuh jalinan benang berwarna-warni, duduk sejumlah perempuan desa.
Semula pekerjaan menenun dikerjakan perseorangan dan modal selalu jadi kendala. Harga benang yang baik bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Namun, sejak ada Program Simpan Pinjam Perempuan, kini persoalan modal tak lagi terlalu jadi masalah bagi mereka.
Seperti halnya Kelompok Wisata Bahari yang beranggotakan perempuan di pesisir Riung, Kelompok Usaha Bersama Satu di Desa Benteng Tengah ini juga mendapat dana dari Program Simpan Pinjam Perempuan untuk menjalankan usaha tenun bersama.
Menurut Flora Pena (44), Ketua Kelompok Usaha Bersama Satu, sudah empat kali mereka mendapatkan pinjaman. ”Tahun 2010 kami mendapatkan pinjaman Rp 20 juta. Uang itu dipakai untuk modal membuat kain tenun. Kalau sendiri-sendiri, berat karena biaya benang mahal,” ujarnya.
Bagi Flora dan anggota kelompoknya yang adalah ibu rumah tangga, tidak terbayangkan mendapatkan pinjaman untuk modal usaha. ”Kalau ke bank, tentu kami tak mungkin diberi pinjaman. Suami hanya buruh tani dan tidak ada yang bisa diagunkan. Ke rentenir juga tidak berani, bunganya sangat tinggi,” ujar Flora.
Sulit pula dibayangkan punya pendapatan dari usaha sendiri. Hasil penjualan kain tenun mereka sebagian disimpan di kas kelompok dan selebihnya dibagikan. ”Uang yang didapat biasanya untuk biaya rumah tangga,” ujar Flora.
Anggota Kelompok Wisata Bahari juga para ibu rumah tangga dan belum pernah berjualan ikan asin sebelumnya kecuali Siti Ria. Menurut Rosmawati, suami mereka yang berprofesi tukang mebel, pedagang ternak, guru, dan nelayan tidak keberatan. Uang yang mereka peroleh ikut menambah penghasilan keluarga.
”Kami sudah bisa membeli perabot, membangun rumah, dan membayar biaya sekolah anak-anak,” ujar Rosmawati.

Pengembalian tinggi
Dalam program PNPM Pedesaan di daerah ini, ada dua model pinjaman usaha, yakni Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dengan keanggotaan laki-laki dan perempuan serta Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang bertujuan memfasilitasi perempuan. Anggota UEP kemudian lebih banyak laki-laki.
Uniknya, tingkat pengembalian di kedua model itu berbeda. Menurut kajian Bank Dunia, rata-rata pengembalian pinjaman dari UEP hanya 38 persen. Program itu dihentikan tahun 2004. Sebaliknya, di program SPP rata-rata pengembalian mencapai 90 persen dan program itu berlanjut hingga kini.
Para perempuan jarang ingkar janji membayar cicilan mereka dan piawai mengelola uang yang diterima. Mereka punya berbagai strategi guna menghindari kredit macet. Nomor satu ialah menjaga kepercayaan. Sekalipun anggota kelompok itu bertetangga dan saling mengenal baik, proses perekrutan anggota tidaklah sembarangan.
”Kami menilai ibu-ibu mana yang berminat serius mau usaha atau tidak. Kami takut sembarangan memasukkan orang karena tanggung jawab ada pada kelompok. Takut tidak bisa mengembalikan uangnya. Peserta juga harus ikut program dan aturan kelompok,” kata Siti.
Mereka juga menyeleksi calon anggota dengan cara tersendiri. ”Kalau ada yang tertarik jadi anggota, kami amati kebiasaannya setelah terima uang. Mereka sibuk beli bedak yang mahal dan baju gagah atau tidak. Karena bertetangga, jadi bisa menilai. Kita kan tidak hanya bergosip soal ikan asin,” ujar Rosmawati menimpali sambil tersenyum.
Untuk menjaga kelancaran pelunasan, di kelompok terdapat kewajiban simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Setiap menjelang jatuh tempo pembayaran ke PNPM, mereka adakan musyawarah.
”Begitu ada kemacetan pembayaran dari anggota, kami ambil dari kas dahulu. Cicilan ke PNPM tidak boleh terhambat, nanti hilang kepercayaan,” ujar Siti.
Rekening yang didaftarkan pun rekening kelompok sehingga tidak dapat dicairkan hanya dengan tanda tangan ketua. Mereka sadar, kepercayaan masih merupakan modal yang besar.
Perempuan-perempuan di desa pesisir itu tak kenal istilah ”ngemplang” atau lari dari kewajiban membayar pinjaman yang rawan menyebabkan kredit macet. Di tangan para ibu sederhana itu, uang pinjaman justru jadi investasi luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi keluarga mereka. Di tangan para perempuan, ada harapan kemiskinan bisa dilawan....

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/28/03174082/aksi.para.ibu.melawan.kemiskinan