Kamis, 25 Maret 2010

haa iki

Kamis, 25-03-2010
Ada hal yang lebih berguna daripada melihat pementasan seolah-olah..... .  
Informasi yang semakin mudah didapat mempunyai potensi yang lengkap dari negarif, zero, dan positif. Ada dimanakah kita dalam situasi seperti itu. Sebuah era akan hilang dan tergantikan dengan era yang lain, dan apa antisipasi kita, bekal apa yang hendak kita turunkan pada anak-anak kita?
Generasi 1990-an rasanya disitulah sebenarnya potensi kekuatan positif bagi negeri ini akan muncul, dan seberapa pedulikah kita dengan momentum tersebut?. Tontonan seolah-olah........ memang menyenangkan untuk dinikmati, sensasinya membuat terlena, dan yakinkanlah pada diri kita bahwa panggung dengan episode seolah-olah........... itu hanya sebuah utopia, dan yakinkanlah bahwa itu adalah bingkai lain dari penjajahan. Kemudian kembali kepada potensi yang dibawa oleh generasi 1990-an, mereka adalah angkatan yang kebanyakan dilahirkan oleh generasi 1960-an, generasi yang katanya terpasung oleh sebuah rezim puluhan tahun, dan sepatutnya mereka menempa keturunannya dengan ajaran tentang keutamaan hidup. Hidup yang mengedepankan senyawa Keimanan dengan ladang pengabdian yang bermartabat.Kehormatan yang lebih dipilih dari pada kenistaan. Pengakuan tulus dari khalayak lebih dikejar daripada citra diri, lembaga dijajakan disembarang waktu.
Tentu saja masih ada waktu untuk perbaikan, namun yang lebih penting adalah penyiapan transportasi yang smart bagi generasi 1990-an, yang mengantarkan, mengajarkan mereka pada sebuah kesadaram tentang kebanggaan menjadi manusia yang memimpin dengan nurani dan semangat melayani secara tulus dan ikhlas.

ini dulu, Wassalam.

Rabu, 24 Maret 2010

haa iki

Sekali lagi : SEOLAH-OLAH.

Sabtu, 20 Maret 2010

haa iki usulan kapolri bentuk tim

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/03/20/13312646/Mahfud.Kalau.Saya.Kapolri..Langsung.Bentuk.Tim

Mahfud: Kalau Saya Kapolri, Langsung Bentuk Tim
Laporan wartawan SONORA Riko/ Sonora
Sabtu, 20 Maret 2010 | 13:31 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai, Kepala Polri memegang peran sentral terkait dugaan makelar kasus di tubuh kepolisian. Menurut Mahfud, jika dirinya menjadi Kepala Polri, tim harus segera dibentuk dan segera selesaikan secara hukum.
"Buka sejujur-jujurnya, diberi pintu, kemudian dibentuk tim," ujar Mahfud seusai menjadi pembicara kunci dalam seminar "Constitutional Complain" yang digelar MK bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Sabtu (20/3/2010).
Mahfud menegaskan, kasus Susno merupakan momentum perbaikan tentang kebenaran atas ketidakbenaran yang terjadi di negeri ini. Menurut dia, kasus Susno soal makelar kasus harus dibuka dan dibuktikan secara hukum. Karena itu, kasus ini harus dilalui dengan mengedepankan hukum jika ingin kondisi penegakan hukum negeri ini berjalan baik.
"... silakan buka, sebaliknya jika Pak Susno punya salah juga dibuka oleh Polri, lalu cari jalan hukum untuk menyelesaikannya,"  ucap Mahfud.
Ditambahkan, hukum akan membuktikan siapa yang benar dan salah. Tak hanya itu, hukum juga yang akan menyelesaikan jika salah satunya bersalah atau keduanya. "... saya tidak melihat kasus ini akan buntu tanpa penyelesaian," ungkap Mahfud.
Ia meyakini sudah saatnya penegak hukum harus tegas dalam dugaan makelar kasus di tubuh kepolisian. Mahfud menyatakan, adanya dugaan makelar kasus bukanlah sesuatu yang baru alias bukan rahasia. Karena itu, Mahfud menilai, kasus ini adalah berkah terselubung bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Ini berkah terselubung. Kalau kita ikut prosedur yang normal selalu ditutupi sejak dulu, dan ini sudah puluhan tahun, bukan rahasia lagi. Sekarang jadi kejutan besar karena Pak Susno yang bilang," ungkap mantan politisi PKB ini.
 

Kamis, 18 Maret 2010

haa iki salah satu irno negeriku

Sumber : http://inilah.com/news/read/galeri-opini/2010/03/18/404662/balada-janda-dan-sandal-plastik/
Galeri Opini
18/03/2010 - 05:51
Kasus Pidana Janda Pahlawan
Balada Janda & Sandal Plastik
Nyoman Brahmandita

(istimewa)
INILAH.COM, Jakarta - Kalau ada janda kembang, meskipun cuma pakai sandal plastik pastilah menarik dipandang. Apalagi bila sandal yang mengalasi kaki jenjangnya berharga mahal dengan cap buaya nyengir, yang lagi ngetop itu. Tapi pemandangan itu menjadi terasa ironis, saat masih ada janda pahlawan yang terusir dari rumahnya dan lantas dikriminalkan.
Dalam tempo dua hari lalu, memang terjadi dua peristiwa yang ironis. Di salah satu mall mewah di ibu kota, ratusan bahkan mungkin ribuan orang dari kelas menengah atas harus rela antri sekadar untuk bisa membeli sandal plastik dengan diskon besar-besaran.
Pada saat yang sama, di sudut lain ibu kota ternyata ada dua orang janda pahlawan yang harus meratapi nasib nahas di hari tuanya. Dua janda pahlawan yang telah uzur itu harus menerima nasib dijadikan pelaku kriminalitas.
Lebih ironis lagi, mereka itu justru dikriminalkan oleh pemerintah yang notabene berkuasa di atas negeri yang dibela mati-matian oleh para almarhum suami mereka. Karena jasa mendiang suami-suami mereka, negeri ini bisa berdiri.
Tetapi, rupanya, jasa para pahlawan itu tidak cukup untuk bisa diberikan penghargaan dan fasilitas hidup selayaknya seorang warga negara yang telah berjasa merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Boro-boro bisa ikut antri membelikan sandal merek ngetop yang orisinal untuk cucu mereka. Untuk mempertahankan rumah yang telah dihuni puluhan tahun pun, mereka tak mampu.
Sebenarnya, dua janda pahlawan itu, yaitu Rusmini Ahmad Kuseini (78) dan Soetarti Soekarno (78) punya minat dan kemauan untuk membeli rumah dinas milik Perum Pegadaian. Prosedur resmi sudah mereka tempuh untuk bisa mendapatkan hak kepemilikan atas rumah dinas yang ditempati sejak para suami mereka masih berdinas aktif di BUMN itu.
Alih-alih mendapatkan hak kepemilikan secara resmi dari negara atas rumah dinas itu, mereka malah diusir. Belum cukup diusir, mereka juga diadukan secara pidana dan harus menjalani sidang di pengadilan, lantaran dituduh menyerobot lahan milik negara.
Sulit untuk bisa diterima dengan akal sehat. Bagaimana mungkin para janda pahlawan itu bisa melakukan penyerobotan bila sejak 1980-an mereka telah menghuni rumah dinas itu secara resmi.
Dari sisi rasa keadilan publik, juga sangat ironis bila para pejabat yang pernah dan sedang berkuasa bisa mendapatkan beragam fasilitas mewah dan berkelas dari negara. Sedangkan para pahlawan maupun janda pahlawan tidak mendapatkan fasilitas apapun.
Kasus hari tua Rusmini dan Soetarti yang terlantar ini bukanlah kasus tunggal. Telah sering diberitakan dan ditemui, para pahlawan atau veteran pejuang yang pada masa tuanya juga hidup dalam segala kekurangan.
Paling banter mereka hanya mendapat perhatian saat ada upacara dan acara seremonial belaka. Biasanya saat menjelang perayaan hari Kemerdekaan 17 Agustus, hari Pahlawan 10 November, dan pada hari-hari jadi berbagai kesatuan di lingkungan TNI.
Perhatian itu pun terkesan hanya basa-basi, formalitas, dan bersifat sesaat. Sekadar berbincang-bincang sejenak sembari menikmati hidangan ala kadarnya, kemudian bersalaman atau berfoto bersama. Saat hendak pulang, para veteran dan istrinya atau janda pahlawan itu dibekali bingkisan kecil yang didalamnya diselipkan amplop berisi uang secukupnya.
Setelah itu, selesai. Dan yang terjadi kemudian, para pahlawan itu kembali dilupakan. Mereka pun hanya bisa menunggu acara-acara serupa pada tahun berikutnya. Tentu bila Tuhan masih memberikan umur panjang pada mereka.
Para pajabat, tampak tidak cukup memiliki waktu dan tenaga untuk memikirkan solusi permanen yang adil dan manusiawi bagi para pahlawan dan keluarganya. Padahal, sekali lagi, mereka bisa menjadi penguasa di atas negeri merdeka berkat jasa para pahlawan dan pengorbanan keluarganya itu.
Yang terjadi, para pejabat justru sibuk mengurus sisi ekonomi dan politik yang sama sekali tidak menyentuh nasib sebagian warga negara yang berjasa besar atas kemerdekaan negeri ini. Impor dan obral sandal mahal itu tadi misalnya, bisa terjadi lantaran pemerintah lebih memikirkan urusan pertumbuhan ekonomi, ketimbang pemerataan dan keadilan pembangunan ekonomi.
Arus impor barang konsumsi dan nafsu konsumtif masyarakat, terutama kelas menengah atas digenjot habis-habisan. Kebijakan-kebijakan ekonomi dan pembangunan pun tampak didesain untuk mendukung gaya hidup hedonis yang konsumtif. Memang konsumerisme masyarakat terbukti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tetapi pertumbuhan ekonomi itu tidak bisa dinikmati Rusmini dan Soetarti. Para janda pahlawan dan para pahlawan yang masih berumur panjang hingga saat ini, hanya menjadi penonton bahkan korban dari pembangunan negara yang mereka dirikan di atas tanah tumpah darahnya.
Tetapi biar bagaimanapun, para pahlawan dan janda pahlawan tidak akan pernah menyesali perjuangan dan pengorbanan mereka, kendati harus hidup dalam ketidakadilan. Itulah bedanya pahlawan dan warga negara biasa. [mdr]

Selasa, 16 Maret 2010

haa iki mega vs taufik

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/16/401471/megawati-akomodir-sikap-tk/
Politik
16/03/2010 - 14:53
Polarisasi di Tubuh PDIP (3-Tamat)
Megawati Akomodir Sikap TK
Derek Manangka
Megawati-Taufik Kiemas
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Kalaupun Megawati dalam sejumlah pernyataan terkesan sangat mandiri bahkan sepertinya tidak bisa dipengaruhi apalagi disetir oleh Taufiq Kiemas, namun sejumlah peristiwa kecil yang tidak muncul di depan publik berbicara lain.
Komunikasi dan hubungan politik TK dan Mega ternyata berjalan bagus. Loyalitas ketua umum kepada ketua Dewan Pertimbangan Partai tetapi tinggi. Contohnya saat fraksi PDIP sedang mempersiapkan pemandangan umum untuk sidang paripurna Pansus Bank Century. Justru TK yang menjadi orang terakhir yang dimintai pandangan politik oleh Mega.
Bekas presiden itu langsung menelepon suaminya yang menjabat ketua Dewan Pertimbangan Partai PDIP sekaligus ketua MPR RI tentang mana yang harus dipilih: sebut nama atau tidak. Langkah yang dilakukan Mega ini kemungkinan besar tidak diketahui fungsionaris PDIP lainnya. Padahal jika Mega hanya mengikuti suara internal yang tidak suka terhadap TK, atau bila dia mau bertindak sendiri, Mega dapat membuat keputusan tanpa melibatkan TK.
Lagi pula Mega sudah tahu, pandangan TK dalam soal Bank Century bertolak belakang dengan keinginan Ara Sirait, dkk. Jadi kejadian ini semakin memperkuat alasan bahwa Mega tetap masih menghormati dan menaati TK.
Setelah berkomunikasi, pandangan TK itu akhirnya diakomodir Mega sebagaimana yang terlihat dalam materi kata akhir fraksi. PDIP akhirnya berubah sikap yaitu tidak hanya menyebut dua nama: Boediono dan Sri Mulyani.
Menurut TK, usaha menyalahkan Boediono dan Sri Mulyani merupakan agenda partai lain. Oleh karena itu bila PDIP melakukan hal serupa, itu sama saja dengan PDIP telah ikut memainkan irama politik yang didendangkan partai lain. Dan bagi TK, tidaklah elegan apabila Boediono dan Sri Mulyani hanya dijadikan sasaran antara, sementara yang menjadi sasaran akhir sebetulnya adalah Presiden SBY.
Bagi TK, Boediono merupakan orang baik. Begitu baiknya Boediono sampai-sampai menjelang deklarasi pencalonannya sebagai cawapres pada 2009, Boediono masih sempat menawarkan posisinya itu kepada TK. Karena kabarnya, SBY sebetulnya lebih suka berduet dengan TK dalam pemerintahan 2009-2014. Baru setelah TK menolak, lantas Boediono meneruskan penominasiannya.
Kata akhir Fraksi PDIP yang dibacakan Ara Sirait keesokan harinya itupun akhirnya berubah. Isinya masih tetap keras, tetapi masukan TK kepada Mega cukup tercermin di sana. Artinya jelas terlihat terdapat kesepahaman antara TK dan Mega. Mega sebetulnya lebih ingin tidak mengecewakan suaminya.
Mohammad Yamin, seorang kader PDIP yang menjadi staf ahli TK di MPR menilai, adalah keliru jika ada yang menafsirkan TK dan Mega seperti duet atau pasangan yang sudah 'pecah kongsi'.
“Semua langkah politik Bang TK itu saya kira sangat dipahami oleh Mbak Mega. Sebagai isteri dan politisi, Mbak Mega tahu apa yang strategis dan mana yang tidak. Rekam jejak Bang TK di dunia politik bagi dia paling jelas”, ujar Yamin .
Kini, momen yang paling tepat untuk menguji apakah TK dan Mega memang sudah pecah kongsi atau duet politik mereka semakin solid, adalah di forum Kongres PDIP di Bali, April.
Hal-hal yang perlu diperhatikan di kongres Bali antara lain posisi baru Puan Maharani dan pernyataan politik PDIP di akhir kongres.
Jika Puan terpilih sebagai wakil ketua umum PDI-P dan ia memperoleh mandat menyusun kabinet partai, itu merupakan pertanda jelas bahwa kekompakan TK dan Mega sangat kuat.
Begitu pula bila PDIP menyebut Partai Demokrat sebagai 'teman seideologi', itu berarti segala inti sari strategi politik partai, sumbernya masih dari TK. Dan tentu saja Mbak Mega. [tamat/mor]

haa iki mega vs taufik

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/15/401272/mega-dan-tk-saling-membutuhkan/

Politik
15/03/2010 - 21:45
Polarisasi di Tubuh PDIP (2)
Mega & TK Saling Membutuhkan
Derek Manangka
Megawati-Taufik Kiemas
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Saat Prabowo Subianto hampir pasti menjadi duet Mega selaku cawapres, TK menampik duet itu. Duet ini lalu melahirkan cerita terjadinya perpecahan antara Mega dengan TK.
Apalagi pada saat pendeklarasian duet Mega-Prabowo, TK justru masuk rumah sakit. Ada yang bilang TK masuk rumah sakit karena sangat terpukul dengan keputusan Mega menggandeng Prabowo. Fakta ini lalu menjadi ukuran bahwa secara kimiawi, politik TK dan Mega sudah tidak bisa bercampur lagi.
Namun begitu, tidak semua pihak sependapat bahwa antara TK dan Mega sudah terjadi perpecahan. Mega dan TK bahkan semakin solid, begitu pandangan kalangan yang dekat dengan pasangan tersebut.
Kekompakan mereka tetap terjalin, sebab TK lebih mampu membuktikan ke Mega bahwa apa yang dipikirkan dan diperhitungkan dalam dunia politik lebih banyak benarnya ketimbang keliru. Yang dihitung oleh fungsioinaris PDIP lainnya lebih banyak menyulitkan posisi Mega.
TK juga sudah membuktikan kepada Mega, hanya suaminya yang mampu bermanuver tanpa iming-iming dan berhasil. Pada 1999, Mega masih bisa mendapat kursi wakil presiden RI, mendampingi Gus Dur. Padahal dilihat dari kuatnya hambatan yang dipasang Amien Rais dkk yang mengusung 'isu gender' bahwa wanita tidak bisa jadi pemimpin, sepertinya Mustahil Mega dapat posisi, sekalipun hanya wakil presiden.
Kemudian manuver serupa dilakukan TK pada 2001. Mega berhasil naik ke posisi presiden. Apapun kelemahan TK, tapi Mega lebih percaya pada visi dan intuisi politik TK.
Contoh lainnya lagi ketika Mega menjadi presiden dan hendak merekrut sejumlah figur menjadi menteri. Ada nama yang tidak disetujui TK, tapi tetap diangkat oleh Mega. Belakangan Mega baru menyadari kekeliruannya dan mengakui perhitungan suaminya. Dan, yang terakhir penilaian TK bahwa menggandeng Prabowo sebagai Cawapres merupakan sebuah kekeliruan.
Menghadapi skandal Bank Century, TK juga mencurigai atau mewaspadai kekuatan di luar PDIP yang hanya ingin memanfaatkan suara oposisi PDI-P. Kecurigaan itu antara lain ia lihat dari hasil pemilihan ketua pansus yang direbut Partai Golkar.
Secara obyektif wajar apabila posisi ketua pansus dijabat dari kalangan PDIP. Sebab sejak awal, kader PDIP yang paling depan. Namun voting berbicara lain. Sejak itu TK berpesan agar anggota Pansus PDIP lebih jeli dan waspada, jangan sampai gendang Banteng dimainkan partai lain. Mega tahu dan sadar semua hal ini.
Keyakinan orang dekat TK-Mega bahwa duet itu tetap kompak juga didukung oleh penilaian bahwa mereka berdua sudah menjadi ikon dan simbol perjuangan demokrasi Indonesia.
Mereka berdua sudah berada di puncak karir politik. Untuk mencapai puncak itu, mereka berjuang dari titik paling rendah, selama lebih dari 30 tahun.
Maka mustahil atau sangat tidak masuk akal, apabila mereka justru terbelah pada saat mereka sudah mencapai kemapanan. Lagi pula setelah mengalami kekalahan berturut-turut, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, keduanya menyadari PDI-P memerlukan konsolidasi. Dan, yang bisa mempersatukan PDIP tidak ada yang lain kecuali ideologi dan mereka berdua.
Sejauh ini yang betul-betul memahami kekuatan ideologi PDIP itu masih sangat terbatas. Sehingga TK dan Mega masih harus bahu membahu. Selama ini duet politik yang paling langgeng di percaturan politik nasional telah menjadikan PDIP sebagai partai yang dipinggirkan, berubah menjadi partai penguasa, kemudian partai yang diperhitungkan. Sehingga tak masuk logika bila duet mereka, mereka hancurkan sendiri.
Oleh karena itu soal polarisasi itu mungkin hanya bisa dipertanyakan. Benarkah polarisasi itu sebuah fakta, fiktif, atau jangan-jangan perpecahan itu justru strategi TK dan Mega? [bersambung/mor]

Senin, 15 Maret 2010

haa iki tentang markus di kepolisian

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/15/401271/inilah-inisial-jenderal-polisi-markus-versi-susno/
Politik
15/03/2010 - 15:41
Inilah Inisial Jenderal Polisi Markus (Versi Susno)
Bayu Hermawan
Susno Duaji
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Komjend Pol Susno Duaji menyebut ada tiga kenderal polisi yang menjadi makelar kasus dalam penanganan kasus money laundring dan korupsi dana wajib pajak di Polri. Siapa sajakah?
Sebelumnya, Mantan Kabareskrim Polri ini menceritakan, pernah membekukan uang senilai Rp 25 milliar hasil kejahatan korupsi dana wajib pajak. Tapi kemudian setelah dirinya tak menjabat sebagai Kabareskrim, uang tersebut ada yang mencairkan.
"Katanya karena uang itu diakui sebagai milik Andi Kosasih," ungkap Susno di kediamannya di Cinere, Jakarta, Senin (15/3).
Andi Kosasih kemudian diketahui Susno sebagai pengusaha. Dia, menurut pengakuan mantan anak buah Susno tersebut disertai penelusuran mantan Kapolda Jawa Barat itu lebih lanjut memiliki kedekatan dengan orang nomor dua ditubuh Polri.
"Dia dibekingi orang kuat. Orang nomor dua di Polri. Karena kalau bekingnya Kompol atau Kombes dia nggak bakal berani main-main dengan Direktur. Kalau bekingnya direktur, dia nggak bakal berani main-main sama Kabareskrim. Karena bekingnya orang nomor dua di Polri makanya Kabareskrim juga nggak berani," ujarnya.
Menurut Susno dirinya mendapatkan keterangan bahwa uang senilai Rp 25 milliar itu akhirnya dinyatakan sebagai milik Andi Kosasih yang dititipkannya di rekening Gayus T Tambunan untuk dana pembelian sebidang tanah.
"Masa mau beli tanah pakai menitipkan uang segala. Ke rekening orang lagi. Menitipkannya sejak satu tahun yang lalu lagi. Logikanya, kalau mau beli tanah, ya titip saja dicarikan tanah. Kalau sudah dapat tanahnya baru dikasih uangnya. Atau dibayarkannya sendiri ke yang punya tanah," tegas Komjend Susno meragukan alan dana itu milik Andi Kosasih.
Selain menuding nama orang nomor dua di tubuh Polri, Susno juga mengungkap keterlibatan nama beberapa mantan jajarannya di Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim yang 'bermain' dalam kasus itu, mereka adalah Kompol A dan Kombes E. Sedangkan tiga jenderal yang dituding Susno menjadi Markus di Polri adalah AKBP M, Brigjen EI dan Brigjen RE.
Keterlibatan mereka, menurut Susno adalah turut menikmati uang senilai Rp.25 milliar, yang diduga merupakan hasil kejahatan korupsi dana wajib pajak.
"Uang Rp.25 milliar itu ternyata dicincai. Dibagi-bagi oleh mereka. Makanya uang itu dibuat sebagai milik Andi Kosasih. Saya nggak bisa bilang mereka masing-masing dapat berapa. Dan siapa-siapa saja yang menerima. Nanti saya dibilang nuduh lagi. Biarkan saja itu jadi tugas tim pemburu malaikat, eh mafia hukum. Percuma mereka digaji untuk itu," pungkasnya. [mut]

haa iki polarisasu internal pdip

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/15/401252/fakta-fiktif-atau-strategi/
Politik
15/03/2010 - 15:54
TK versus Mega [1]
Fakta, Fiktif atau Strategi?
Derek Manangka
Megawati Soekarnoputri-Taufiq Kiemas
INILAH.COM, Jakarta - Kesan adanya polarisasi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) cukup kuat. Lebih khusus lagi isu perpecahan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat dari partai yang sama Taufiq Kiemas (TK).
Isu ini tentu saja sebuah kabar politik penting, mengingat pengaruh formal duet TK dan Mega di partai tersebut masih sangat kuat.
PDIP juga merupakan satu-satunya partai oposisi. Dengan peran oposisi, setidaknya PDIP masih bisa mewakili masyarakat yang ingin melakukan kontrol atau mengkritisi kinerja pemerintah. Jadi bila perpecahan itu benar ada, imbasnya tidak saja mempengaruhi politik internal partai berlambang kepala banteng itu, tetapi juga kehidupan politik nasional.
Yang hampir pasti kekuatan oposisi terpecah. Lagi pula jika perpecahan TK dan Mega terus menguat, upaya rekonsiliasi yang sedang dilakukan TK antara isterinya dengan Presiden SBY, bakal gagal.
Belakangan ini TK memang sangat ingin menghilangkan rasa sakit hati isterinya terhadap SBY. TK berpikir pragmatis. Kemenangan SBY dari isterinya dalam dua Pilpres 2004 dan 2009, harus dihadapi dengan jiwa besar. Kalaupun SBY oleh Mega dianggap menghianati dirinya, tatkala SBY masih menjadi menko Polkam di Kabinet Mega, bagi TK tidak ada gunanya memelihara dendam itu terus menerus apalagi hingga akhir hayat.
TK juga tidak setuju apabila Mega baru memaafkan SBY, setelah yang terakhir ini secara eksplisit meminta maaf kepada Mega. Sebab almarhum mertuanya, Ir Soekarno tidak punya sikap seperti itu.
Presiden pertama Republik Indonesia, bukan sekali dikhianati dan dizalimi. Tetapi teladan yang ia tinggalkan kepada rakyat Indonesia adalah tetap saja tidak boleh mendendam. Atau dalam bahasa gaul 'jangan ada dendam di antara kita'.
Untuk keperluan rekonsialiasi itu berbagai langkah politik telah dan akan TK lakukan. Pertama, dia melobi Presiden SBY sehingga Partai Demokrat mendukungnya menjadi ketua MPR periode 2009-2014 pada pemilihan Oktober 2009.
Kedua, TK menginginkan masuknya kader PDIP dalam Kabinet Indonesia Bersatu, apabila SBY melakukan perombakan kabinet pasca Pansus Bank Century. Secara kebetulan, keinginan yang sama juga ada pada SBY.
Bahkan kabarnya SBY tidak tanggung-tanggung menjanjikan kursi minimal 7 maksimal 9 menteri bagi PDIP. Hanya saja komitmen SBY ini diragukan banyak fungsionaris PDIP. Mereka menandai SBY begitu mudah menebar janji, tapi begitu gampang pula ia mengingkarinya.
Ketiga, kemauan TK adalah PDIP mengubah sikapnya dalam melihat Partai Demokrat dari 'musuh utama' menjadi 'teman seideologi'.
Di luar itu, TK juga tidak punya perasaan ragu mengatakan akan membela habis-habisan presiden SBY. Bahkan TK sudah bertindak lebih jauh. Mengumpulkan tujuh pimpinan lembaga tinggi negara, lalu menegaskan tidak akan ada pemakzulan terhadap presiden.
"Kalau membaca gerak PDIP itu gampang. Lihat saja apa sikapnya Ibu Mega. Apa yang Ibu Mega bilang saya ikut. Kalau Pak Taufiq itu kita hormati, tapi tidak harus taati,” ujar banteng muda, Ara Sirait, mantan anggota Pansus Bank Century sebagaimana dikutip Rakyat Merdeka edisi Sabtu, 13 Maret 2010.
Pernyataan Ara mengandung arti bahwa polarisasi di PDIP tidak bisa ditutupi lagi. Kemelut politik justru berada di pucuk pimpinan. Pernyataan Ara Sirait juga cukup penting. Sebab Ara dianggap kader PDIP yang tahu banyak chemistry politik TK dan Mega. Setidaknya ia tahu hal itu lewat ayahnya Sabam Sirait - politisi senior PDIP yang sudah lebih dari 30 tahun bersahabat dengan TK dan Mega.
Pernyataan Ara juga dikaitkan dengan situasi Pilpres 2009. Saat Pilpres akan digelar, adalah TK yang membuat pernyataan melawan arus. TK lebih suka PDIP merapat ke Partai Demokrat, sementara Mega dan mayoritas fungsionaris PDIP tidak begitu. Partai Demokrat yang diindentikkan oleh PDIP sebagai partainya Presiden SBY, dianggap musuh utama PDIP dalam dunia politik. [bersambung/mor]

haa iki kok mossad melok-melok

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/15/400672/ada-mata-mata-israel-di-indonesia/
Politik
15/03/2010 - 13:41
Melihat Sepak Terjang Mossad (1)
Ada Mata-mata Israel di Indonesia
Rahman Andi Mangussara
INILAH.COM, Jakarta - Jejak dinas rahasia Israel, Mossad, tercium di Indonesia. Kabarnya, Mossad-lah yang memberi tahu Jakarta tentang keberadaan Azhari Husin di Batu, Malang. Apakah dinas mata-mata yang paling disegani di dunia itu juga ikut memberi andil dalam penyerangan teroris di Ciputat dan Aceh?
Seorang wartawan bernama Gordon Thomas mengungkapkan kejadian itu dalam bukunya yang berjudul, ‘Gideon's Spies’ yang diterbitkan Pustaka Primatama.
"Seorang sayanim (informan) Mossad di Jawa Timur menghubungi perwira pengedalinya dan menceritakan bahwa dia melihat sejumlah orang mengontrak rumah di Batu. Dua diantaranya mirip Azhari dan Noordin M Top. Tapi Noordin tidak lama di rumah itu."
Thomas tidak menjelaskan di manakah katsa (istilah Mossad untuk perwira kasus) itu tinggal. Namun dia menulis bahwa hanya dalam beberapa jam, sang mata-mata sudah sampai di Batu, Malang.
Setelah memastikan bahwa memang Azhari dan kelompoknya ada di rumah itu, mata-mata Mossad tersebut segera melakukan sambungan telepon ke Kedutaan Israel di India. Lalu, Kementerian Luar Negeri India diberitahu yang kemudian mengontak sejawatnya di Jakarta.
Maka, tulis Thomas dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, operasi penyergapan pun dilakukan pada awal November 2005 berkat informasi Mossad.
Dalam penyergapan itu Azhari tewas dan Noordin M Top tidak ditemukan, persis seperti yang dikatakan sang informan bahwa Noordin sudah meninggalkan rumah sehari sebelum penyergapan.
Tapi kenapa peranan Mossad itu tidak diketahui publik? Thomas punya penjelasan: selama ini memang seperti itulah yang diinginkan Tel Aviv dan negara-negara yang dibantu juga tak berterima kasih kepada Mossad.
Thomas menulis bahwa Azhari adalah pakar bom yang langsung direkrut oleh Osama Bin Laden. Selama pelariannya, dia diketahui pernah berada di India dan merancang serangan bom di negara itu. Bahkan kabarnya dia ikut merancang serangan bom di kereta api bawah tanah di London.
Jika benar apa yang ditulis oleh Thomas, maka bisa dikatakan bahwa Mossad memiliki jaringan yang kuat di Indonesia. Dan, bukan mustahil mereka memasok informasi tentang keberadaan teroris di Ciputat dan Aceh.
[mdr/bersambung]

Sabtu, 13 Maret 2010

haa iki ontran-ontrane sony V

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/13/195838/1317729/399/sony-corp-disomasi-balik-rabu-depan
Sabtu, 13/03/2010 19:58 WIB
Sony Disomasi Sony
Sony Corp Disomasi Balik Rabu Depan
Achmad Rouzni Noor II - detikinet


Logo Sony-AK.com
Jakarta - Raksasa elektronik Jepang, Sony Corp, akan disomasi balik Rabu depan, 17 Maret 2010. Bukan oleh Sony AK, tapi kumpulan praktisi internet yang berkonsolidasi dengan sejumlah kantor pengacara dan lembaga bantuan hukum.

Demikian diungkap salah satu praktisi internet, M. Salahuddien. Menurutnya, sudah ada beberapa kantor pengacara dan bantuan hukum yang mempelajari apa saja pasal tuntutan dan draft naskah semacam class action.

"Diperkirakan Senin besok (15/3) sudah siap. Kalau komunitas banyak yang setuju, Rabu (17/3) kita akan somasi balik Sony Corp," lanjut pria yang akrab dipanggil Didin Pataka ini kepada detikINET, Sabtu (13/3/2010).

Gugatan balik lewat jalur class action itu siap dilancarkan oleh para sahabat yang mendukung Sony AK. Sebab, apa yang dilakukan oleh sang teknoblogger dinilai tidak sedikit pun menyalahi aturan.

"Selanjutnya, untuk antisipasi serangan balik Sony Corp kita saat ini juga sedang melakukan inventarisasi "daftar dosa Sony Corp" di indonesia yang akan kita perkarakan juga satu per satu sampai Sony Corp minta maaf dan berhenti bersikap arogan," ketus Didin.

Ia pun tak luput menyindir representative Sony Corp di Indonesia, yang menurutnya, tak mampu segera merespon kasus ini dengan cepat. Padahal menurutnya, Sony Indonesia punya jalur khusus untuk emergency ke Sony Corp.

"Tanpa menunggu week end untuk melakukan klarifikasi, justru ini untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli, bukan cuma lips service doang," ujar Didin. "Kalau mereka menghormati pasar di Indonesia, tentu mereka tidak segan membangunkan juragannya pukul 3.00 pagi saat week end sekali pun," lanjut dia.

Ihwal kasus ini bermula ketika Sony Arianto Kurniawan (sony-ak.com) disomasi oleh Sony Corp lantaran nama "Sony" yang melekat di situs pribadinya. Sony Corp takut, kalau-kalau situs dengan label "Sony" itu disalahgunakan dan bisa merusak merek dagangnya.

Sony AK yang menjadi korban pun dihadapkan dengan dua pilihan sulit: melepas nama "Sony" atau diseret ke meja hijau oleh Sony Corp. Namun Sony AK memilih untuk bertahan. Ia tidak sendirian, banyak pihak yang mendukung dia, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Kasus sengketa nama domain ini pun bergulir cepat bak bola salju, ketika para sahabat Sony AK membuat sebuah grup penggalang dukungan di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!". Sejauh ini anggota grup itu sudah lebih dari 3500 orang.

"Kalau dukungan di Facebook terus berlanjut, habis long week end ini bisa meledak betulan, dan salah-salah benar ganti kena somasi si Sony Corp," sindir Didin, yang sehari-harinya menjabat sebagai Wakil Ketua lembaga pengawas internet ID-SIRTII.



( rou / rou )

haa iki ontran-ontrane sony IV

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/12/170855/1317348/399/hati-hati-nyerempet-merek-terkenal
Jumat, 12/03/2010 17:08 WIB
Sony Disomasi Sony
Hati-hati Nyerempet Merek Terkenal
Ardhi Suryadhi - detikinet


Logo Sony-AK.com
Jakarta - Kesadaran terhadap penegakkan hak atas kekayaan intelelektual (HaKI) di Indonesia dianggap masih minim. Kondisi ini pun kerap kali dikeluhkan berbagai kalangan, khususnya para pelaku industri.

Tak percaya? Lihat saja status Indonesia di mata United State Trade Representative (USTR). Yaitu masih terjerembab di dalam daftar hitam Priority Watch List. Artinya, kesadaran akan HaKI di Tanah Air dianggap masih rendah.

Pelanggaran yang dilakukan pun berbagai macam, mulai dari hal yang disengaja ataupun tidak disengaja. Disengaja di sini maksudnya adalah, pelaku melakukan pelanggaran hak cipta, merek atau lainnya berlandaskan adanya unsur mengeruk keuntungan dengan mendompleng brand terkenal.

Hal ini pernah terjadi dalam kasus antara PT Panggung dengan Intel Corp beberapa tahun lalu. Kala itu, PT Panggung dituntut raksasa TI tersebut lantaran memproduksi televisi bermerek 'Intel'.

Tentu saja nama kembar tersebut membuat jengah Intel yang namanya sudah kadung mendunia. Sehingga langkah tegas dengan menyeretnya ke jalur hukum pun dianggap patut dilakukan.

Sementara untuk insiden yang tidak disengaja bisa kita lihat dari kasus tergress yang menyangkut blogger Indonesia, Sony Arianto Kurniawan. Lantaran memiliki situs dengan embel-embel nama 'Sony', www.sony-ak.com, praktisi TI ini harus pasrah menerima somasi Sony Corp.

Padahal kepada detikINET, Jumat (12/3/2010), Sony AK mengaku tidak memiliki niat jahat menggunakan nama domain yang diambil dari inisial namanya tersebut. Namun apa daya, sang raksasa elektronik asal Jepang memandang hal ini suatu pelanggaran.

Ancaman pun sudah dijatuhkan dan harus segera dijawab. Bila tak ada balasan 'memuaskan' yang diharapkan Sony Corp., Sony AK sepertinya harus siap-siap diseret ke meja hijau.

Praktisi hukum, Donny A. Sheyoputra mengatakan, kasus 'Sony versus Sony' ini merupakan contoh tepat dalam melihat bagaimana begitu pentingnya suatu icon, merek atau trademark bagi sebuah perusahaan global. Sehingga jika ada pihak lain yang memakainya tanpa izin, meski itu sifatnya tidak disengaja dan kesamaan namanya juga cuma menyerempet namun dianggap begitu krusial bagi perusahaan besar tersebut.

"Sesuatu yang tidak kita pahami adalah soal perdagangan bebas. Ribut-ribut soal hak merek, hak cipta itu merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas," tandasnya kepada detikINET.
( ash / wsh )

haa iki ontran-ontrane sony IV

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/12/154057/1317248/399/pengamat-ancaman-sony-corp-akan-sia-sia
Jumat, 12/03/2010 15:40 WIB
Sony Disomasi Sony
Pengamat: Ancaman Sony Corp akan Sia-sia
Ardhi Suryadhi - detikinet


Screenshot Sony Corp
Jakarta - Langkah Sony Corp. yang mensomasi blogger Indonesia karena menggunakan embel-embel nama 'Sony' di situsnya dinilai akan percuma. Sebab, alasan yang diajukan dianggap kurang kuat.

Demikian penilaian Sonny Zulhuda, pengamat Cyberlaw dan ICT dari Malaysia Multimedia University. Ia mengatakan, biasanya dalam kasus-kasus seperti ini aturannya sudah cukup jelas dan mapan.

"Yaitu berdasarkan UDRP (Uniform Domain name Dispute Resolution Procedure) yang sudah diadopsi oleh WIPO, ICANN dan badan-badan arbitrase internasional dan nasional, termasuk di Malaysia," jelasnya kepada detikINET, Jumat (12/3/2010).

Menurut UDRP, lanjutnya, dalam kasus seperti ini si penuntut/pengadu harus membuktikan 3 kriteria sebagai berikut:

1. Ada kesamaan nama ('Identical' or 'confusingly similar'), untuk kasus ini antara Sony dan Sony-AK bisa dikatakan mirip atau 'confusingly similar'

2. Pihak pengguna yaitu yang diadukan tidak memiliki 'legitimate interest' atau kepentingan yang sah.

"Untuk kasus ini jelas-jelas yang diadukan bernama Sony A. Kurniawan. Ini berarti beliau memiliki kepentingan sah terhadap nama itu, la wong nama dia sendiri kok. Nah, berarti faktor kedua ini mungkin tidak terpenuhi," tukas Sonny.

3. Pihak pengguna atau yang diadukan mendaftarkan nama tersebut untuk alasan buruk/merugikan ('bad faith'). Misalnya dalam beberapa kasus sebelum ini nama itu didaftarkan untuk sengaja mengelirukan pihak pengadu atau misalnya didaftarkan tapi tidak dipakai, hanya sekedar untuk di-booking agar bisa dilego ke orang lain.

"Nah, jelas-jelas di sini domain tersebut dipakai oleh beliau untuk artikel-artikel pribadinya yang tidak secara langsung berakibat 'membajak' bisnis Sony Corp. Jadi, faktor inipun kelihatannya tidak terpenuhi," lanjutnya.

"Perkiraan saya, somasi ini akan sia-sia karena pihak pengadu tidak bisa membuktikan dua dari tiga faktor di atas," ia menandaskan.

( ash / wsh )

haa iki ontran-ontrane sony III

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/12/151950/1317230/399/10-poin-balasan-sony-ak-ke-sony-corp
Jumat, 12/03/2010 15:19 WIB
Sony Disomasi Sony
10 Poin Balasan Sony AK ke Sony Corp
Wicak Hidayat - detikinet


Logo Sony-AK.com
Jakarta - Setelah menerima surat somasi dari Sony Corp soal penggunaan nama domain Sony-AK.com, Sony Arianto Kurniawan berusaha memberikan jawabannya. Upaya itu dilakukan Sony sebagai cara untuk mencari jalan keluar agar pihaknya tak tersangkut masalah hukum.

Seperti dikemukakannya pada detikINET, Jumat (12/3/2010), pria yang akrab dengan panggilan Sony AK ini menerima surat dari pihak Sony Corp sejak awal Maret 2010. Setelah mendapati surat itu, Sony AK berusaha mencaritahu apakah posisinya memang salah di mata hukum.

Kemudian, Sony pun berupaya menghubungi perwakilan hukum Sony Corp di Indonesia. Ia bermaksud memberikan klarifikasi agar masalah ini tidak berlarut-larut dan sampai pada gugatan hukum.

Berikut adalah salinan balasan Sony AK kepada Sony Corp: 

Saya sudah menerima e-mail mengenai keberatan pengunaan nama domain sony-ak.com. Sebelumnya saya ingin menyampaikan beberapa poin mengenai domain tersebut.
  1. Domain sony-ak.com saya daftarkan karena berawal dari nama saya "sony" dari Sony nama depan saya, "-ak" merupakan singkatan dari nama belakang saya "Arianto Kurniawan".
  2. Domain tersebut sudah saya daftarkan sejak July 28, 2003 (www.whois.sc/sony-ak.com)
  3. Saya mengisi sony-ak.com dengan tulisan-tulisan saya pribadi, karena kompetensi saya di bidang IT dan saya hobby menulis, dan saya suka knowledge sharing maka saya menulis segala sesuatu mengenai IT pada domain tersebut.
  4. Situs sony-ak.com saya beri label Sony AK Knowledge Center karena sebagai media knowledge sharing saya pribadi dengan semua pembaca online di seluruh dunia
  5. Sony AK Knowledge Center mengandung kata SONY tapi Sony AK Knowledge Center bukanlah MEREK.
  6. Sony AK Knowledge Center tidak berbadan hukum dan saya juga tidak ada niat untuk membuat badan hukum atas label tersebut.
  7. Sony AK Knowledge Center juga bukan organisasi dan tidak mendapat profit apa-apa.
  8. Sony AK Knowledge Center juga tidak berhubungan dengan produk-produk "SONY Corporation" Jepang, walaupun di surat Anda menyebutkan bahwa usaha kelas 41 (seputar pendidikan) mungkin bersinggungan dengan konten kita, tapi saya dari dalam hati tidak ada niat sedikitpun untuk sengaja "mendompleng" nama SONY Corporation.
  9. Saya juga tidak ada niat untuk membuat bingung para audience dengan menanggapi
  10. Saya tidak melakukan promosi apapun sejak situs ini berdiri tahun 2003, paling-paling semua berawal dari internet dan masuk search engine.

Demikian beberapa poin yang ingin saya sampaikan mengenai latar belakang domain sony-ak.com yang saya gunakan. Intinya saya mau membuka diskusi mengenai penyelesaian masalah ini.


Setelah itu, ujar Sony AK, dirinya juga telah melakukan kontak dengan perwakilan Sony Corp dalam kasus ini, yaitu dari Kantor Hukum Hadiputranto, Hadinoto & Patners. Namun Sony AK merasa kedua pihak tidak menemukan jalan keluar.

Baik Sony Corp maupun Sony AK, tuturnya, sama-sama ingin mempertahankan posisinya. Sony AK ingin mempertahankan penggunaan domain Sony-AK.com, sedangkan pihak Sony Corp ingin penggunaan domain itu dihentikan.
( wsh / wsh )

haa iki ontran-ontrane sony II

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/12/150159/1317221/399/3-syarat-vonis-pelanggaran-hak-merek
umat, 12/03/2010 15:20 WIB
Sony Disomasi Sony
3 Syarat Vonis Pelanggaran Hak Merek
Fransiska Ari Wahyu - detikinet


Donny Sheyoputra (inet)
Jakarta - Praktisi hukum hak cipta, Donny A. Sheyoputra menilai bahwa Sony AK tidak bisa serta merta divonis bersalah dalam masalah sengketa nama domain dengan Sony Corp, kecuali jika Sony telah mendaftarkan nama domainnya sebagai merek di Indonesia.

Menurut Donny ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menyatakan bahwa seseorang telah melanggar suatu hak merek.

"Syarat yang pertama pemilik merek sudah mendaftarkan mereknya di Indonesia," tutur Donny kepada detikINET melalui telepon, Jumat (12/3/2010).
"Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah apabila orang dengan sengaja menggunakan merek tersebut, baik sama pada pokoknya atau seluruhnya, mengkopi 100 persen," lanjut Donny.

Sedangkan syarat yang ketiga menurut Donny adalah jika merek tersebut digunakan untuk merek barang dan jasa sejenis. Jika merek yang sama digunakan untuk barang dan jasa yang berbeda, tidak masalah.

"Misalnya, nama Garuda. Kita mengenalnya sebagai nama maspakai penerbangan. Sementara ada juga kacang Garuda. Namanya sama, tapi barang dan jasa beda, sehingga tidak masalah," ujar Donny memberi contoh.

Untuk kasus Sony, jika Sony sudah mendaftarkan nama domainnya sebagai merek, lalu ada yang mengkopi nama domain itu sama 100 persen untuk barang dan jasa yang sama, maka itu bisa disebut pelanggaran merek.

"Jika terjadi tindak pidana pelanggaran merek, ini masuk delik aduan. Jadi Sony harus membuat proses pengaduan," tandas Donny.

Pendaftaran merek sendiri bertujuan untuk melindungi kepentingan usaha pemilik merek sehingga tidak digunakan pihak lain demi menghindari kesalahpahaman masyarakat atau konsumen bahwa suatu barang dan jasa dibuat oleh produsen yang sama. ( faw / wsh ) 

haa iki ontran-ontrane sony I

Sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/13/163656/1317693/399/sony-indonesia-tunggu-klarifikasi-tokyo
Sabtu, 13/03/2010 16:36 WIB
Sony Disomasi Sony
Sony Indonesia Tunggu Klarifikasi Tokyo
Achmad Rouzni Noor II - detikinet


logo sony-ak.com
Jakarta - Pihak Sony Indonesia sadar, dampak dari kasus antara Sony Corp. terhadap blogger bernama Sony AK, akan menimbulkan krisis pencitraan yang berdampak buruk terhadap kelangsungan bisnis raksasa elektronik tersebut di Indonesia.

Itu sebabnya, kantor perwakilan Sony di Indonesia buru-buru meminta respon dan klarifikasi langsung atas kasus ini dari kantor pusatnya di Tokyo, Jepang.

"Kami kemarin sudah menghubungi headquarter dan sekarang masih dalam posisi menunggu kabar dari Tokyo. Kami belum bisa memberi pernyataan," kata Rini F Hasbi, Senior Manager Head of Marketing Communications Sony Indonesia kepada detikINET, Sabtu (13/3/2010).
Pihak Sony Indonesia, seperti dituturkan dia, justru baru tahu kabar tentang maraknya kasus sengketa nama domain "Sony" ini dari berbagai pemberitaan di media massa dan penyebaran informasi melalui situs jejaring internet.

"Kami sadar di dunia world wide web ini arus informasi begitu cepat menyebar. Namun kami juga belum bisa menyatakan apa-apa karena harus terlebih dulu mendengar langsung klarifikasinya dari pusat," terang Rini.

Atas gugatan yang dilayangkan Sony Corp kepada Sony AK melalui kuasa hukumnya di Indonesia--Hadiputranto, Hadinoto & Partners--Rini juga mengaku tidak tahu sama sekali akan hal itu, termasuk isi dari somasinya. "Kami belum pernah berhubungan dengan mereka," lanjut dia.

Rini pun tak bisa memberi komentar soal kemungkinan bisa diboikotnya produk-produk elektronik yang dipasarkan Sony di Indonesia. "Kami belum bisa beri jawaban sebelum mendapat update dari pusat. Mungkin mereka agak lama (memberi klarifikasi) karena terpotong week end," jelasnya.

Ihwal kasus ini bermula ketika seorang teknoblogger Indonesia yang bernama Sony Arianto Kurniawan (sony-ak.com) disomasi oleh Sony Corp lantaran nama "Sony" yang melekat di situs pribadinya itu. Sony Corp ketakutan, kalau-kalau situs dengan embel-embel "Sony" itu disalahgunakan dan bisa merusak merek dagangnya, meskipun kenyataannya tidak demikian.

Lantas, Sony AK yang menjadi korban dalam kasus ini, dihadapkan dengan dua pilihan sulit: melepas nama "Sony" atau diseret ke meja hijau oleh Sony Corp. Tak heran jika kemudian ia banjir dukungan--baik di dunia maya maupun dunia nyata--setelah muncul sebuah grup di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!". Sejauh ini anggota grup itu sudah hampir 3.000 orang.

Jelas saja gelombang penolakan dan hujatan yang terus mengalir deras dan berseliweran di dunia maya membuat pihak Sony Indonesia ketar-ketir. Rini, meski tidak bisa berkomentar apa-apa, berharap kasus ini segera jernih seusai mendapat klarifikasi dari kantor pusat Sony di Jepang.
( rou / rou )

haa iki serba-serbi jelajah musi 2010

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/03235855/serba-serbi.jelajah.musi.2010.

SERBA-SERBI JELAJAH MUSI 2010
Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:23 WIB
Tim Jelajah Musi Tertipu "Tower"
Dalam perjalanan jurnalistik menyusuri Sungai Musi, tim Jelajah Musi Kompas beberapa kali tertipu dengan tower transmisi sebagai navigasi tujuan. Saat perjalanan etape pertama dari Desa Tanjung Raya menuju Tebing Tinggi, ibu kota Kabupaten Empat Lawang, Senin (8/3). Saat menjelang Tebing Tinggi, tiba-tiba seorang operator perahu arung jeram yang kami tumpangi mengatakan, sekitar 45 menit lagi, kami akan tiba di Tebing Tinggi. Alasannya, tower yang berada di dekat rumah dinas Bupati Empat Lawang sudah terlihat. Tim Jelajah Musi pun bertambah semangat mendayung perahu. Namun, sekitar 30 menit kemudian belum ada tanda-tanda memasuki kota Tebing Tinggi. Tower yang dilihat sebelumnya ternyata berada di bukit yang jauh dari Tebing Tinggi. Adapun tower yang dimaksud operator perahu masih jauh berada di depan. Meski kecewa, semangat mendayung perahu tetap tinggi setelah mulai melihat kota Tebing Tinggi. (JAN)
Satu Kamera KompasTV Tercebur ke Sungai
Igun dan Oki, keduanya kamerawan dan reporter KompasTV, mengalami nasib naas dalam ekspedisi Kompas ”Jelajah Musi 2010” hari kelima, Jumat (12/3). Di rute ini, tim ekspedisi menjelajahi rute sepanjang 108 kilometer mulai dari Kota Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, sampai ke Rantau Bayur, Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin. Kejadian itu terjadi saat tim ekspedisi berada di Desa Teluk Kijing, Kabupaten Banyuasin. Ketika itu, kesembilan anggota tim hendak mencari lokasi situs Teluk Kijing yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Untuk mencapai lokasi situs, tim harus berpindah ke perahu sampan. Saat hendak berpindah itulah, Oki dan Igun tercebur. ”Yaah sial. Kamera seharga Rp 70 juta basah. Aduh bisa dipakai lagi enggak ya. Ayo Gun, dikeringkan dulu di atas kapal,” kata Oki. (HLN/ONI/MZW)
Saat Pekerja Kayu Ketakutan
Kehadiran tim Jelajah Musi 2010 pada hari pertama hingga ketiga selalu disambut dengan salam hangat masyarakat di tepi Sungai Musi serta ajakan mampir ke rumah mereka. Namun, pada perjalanan ekspedisi hari keempat, Kamis (11/3), suasana sedikit berbeda. Hal itu terjadi saat tim berupaya mencari informasi kepada warga yang sedang menggergaji kayu bulat di Desa Muara Rawas, Sangadesa, Musi Banyuasin. Wajah pekerja itu sedikit tegang dengan senyum yang dipaksakan. Mungkin mengira tim Kompas bagian dari petugas patroli yang sering mengontrol penebangan liar di Sungai Musi. Hendra (42), salah satu penebang kayu gelondongan di Sungai Rawas, berusaha meyakinkan bahwa kayu itu digunakan untuk membangun rumahnya. Bahkan, dia pun mengajak tim melihat rumah yang dibangun. Anehnya, saat tim Jelajah Musi 2010 berpamitan untuk meninggalkan lokasi tersebut, wajahnya tetap saja masam. (MZW/HLN/ONI)
Bertemu ”Kekibang” di Situs Teluk Kijing
Tim ekspedisi Kompas ”Jelajah Musi 2010” yang mencari situs Teluk Kijing di perkebunan karet di Desa Teluk Kijing, Kecamatan Lais, ditemani dua warga setempat, Rosada (50) dan Ruslan (36). Tak jauh dari situs itu, tampak kaus putih yang digantung dengan kawat besi di antara batang kayu. Apabila tertiup angin, kaus itu begerak dan menimbulkan suara seperti orang memasah pisau. Pemasangan kaus tersebut menarik perhatian sebagian anggota tim karena penggunaan simbol itu mengingatkan tentang kebiasaan para petani di Pulau Jawa yang memasang kain di tengah sawah untuk mengusir burung. ”Man di sini, kami la manggilnyo kekibang. Ini pule dipaseng karno banyak babi. Kadang babi ni galak makan karet kecik. Kalau di sini, warga sekitar menyebutnya kekibang. Ini dipasang karena banyak babi hutan yang sering makan dan merusak lahan perkebunan kami,” ujar Rosada. Rupanya, begitulah teknik masyarakat setempat untuk mengusir babi hutan ataupun burung-burung yang suka mengganggu tanaman.(HLN/ONI/MZW)

haa iki isih terkait karo jelajah musi 2010 13-03-2010 2

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/02295113/menyedot.pasir.dari.dasar.musi

KOMPAS/EDDY HASBY
Pekerja memeriksa sambungan pipa penambangan pasir di Sungai Musi di Kota Sekayu, Musi Banyuasin, Sumsel, Minggu (21/2).
JELAJAH MUSI 2010
Menyedot Pasir dari Dasar Musi
Sabtu, 13 Maret 2010 | 02:29 WIB
Kayu dengan panjang lima meter yang disambungkan pada sebatang pipa besi memiliki panjang tujuh meter dihunjamkan ke dasar Sungai Musi. Pipa paralon yang terhubung dengan mesin penyedot pasir itu terlebih dahulu diisi air sebagai pemancing. Mesin langsung dihidupkan dan suara gaduh pun terdengar.
Soorrr.... Bunyi air bercampur pasir menyembur dari pipa paralon. Hanya dalam 10 menit, sekitar setengah bak perahu tongkang yang dioperasikan Tobiin (40) dan Nunung (23) di Sungai Musi di kawasan Belimbing, Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Kamis (11/3), penuh terisi pasir.
Tiba-tiba perahu dimiringkan ke kiri karena bagian kanan perahu terisi pasir halus berwarna hitam legam. Sedikit demi sedikit, air terbuang lewat tepi perahu.
Sesekali, Nunung mengendalikan kayu yang terhubung dengan pipa besi di dasar sungai yang ada di bagian kiri perahu. Posisi kayu itu harus selalu diawasi karena berfungsi sebagai penahan perahu agar tidak terbawa arus sungai yang deras. Secara bergantian, mereka berdua memasukkan kembali air melalui pipa paralon saat semburan campuran air dan pasir terhenti atau hanya keluar air.
Mereka juga harus mengontrol mesin penyedot air yang ada di bilik perahu agar bekerja terus. Pantauan itu penting dilakukan agar air rembesan pasir yang belum terbuang dan mengendap di perahu tidak terlalu banyak karena dapat menenggelamkan perahu.
Dalam satu hari, mereka berdua mampu mengumpulkan 20-30 meter kubik pasir yang dikumpulkan dalam dua kali sedotan.
Setiap bak tongkang terisi penuh, perahu akan menepi ke pinggir sungai. Di sana, pasir disedot kembali dengan mesin untuk dipindahkan ke daratan.
Di beberapa lokasi penambangan, pemindahan pasir ke darat menggunakan sekop ke bak kereta troli. Di dekat Pasar Perjuangan Sekayu, proses penyedotan pasir tidak dilakukan dengan menggunakan perahu tongkang, tetapi mesin penyedot langsung dihubungkan dengan pipa paralon panjang ke tepi sungai. Cara ini dilakukan jika lokasi penambangan tidak jauh dari pinggir sungai.
Penggunaan mesin memang jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan menggunakan serok pasir, seperti di tepi Sungai Musi di Desa Kembahang Baru, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Empat Lawang, Senin (8/3). Dengan serok pasir, seorang penambang hanya mendapat 5 meter kubik per hari.
Kantongi izin resmi
Tobiin dan Nunung hanyalah buruh perusahaan penambangan pasir yang dikelola Supriyadi alias Kodeng (32). Ia memiliki tujuh pekerja: tiga orang bertugas menyedot pasir dari dasar sungai ke perahu dan empat orang menyedot pasir dari perahu ke darat.
Gaji bagi para buruh penambangan pasir itu dihitung berdasarkan volume pasir yang diperoleh. Dari setiap meter kubik pasir, seluruh pekerja mendapat bagian Rp 15.000 dari harga jual pasir Rp 25.000.
Jika dalam sehari mampu dikumpulkan 20-30 meter kubik pasir, setiap pekerja meraih Rp 40.000-Rp 60.000. Para pengelola usaha juga harus mengeluarkan biaya perawatan perahu tongkang, pembelian solar 15 liter per hari, pembayaran pajak Rp 300 per meter kubik. Uang dipungut petugas kecamatan setiap akhir bulan.
”Rata-rata pajak yang kami setor mencapai Rp 130.000 per bulan,” kata Supriyadi. Dia mengantongi izin dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin sejak tahun 2007 dengan membayar Rp 4,2 juta kepada pemerintah. Lahan penambangan pasir yang dikuasainya berada hingga satu kilometer ke arah hulu dari Belimbing. Volume pasir biasanya semakin banyak seusai banjir.(MZW/ONI/HLN)

haa iki isih terkait karo jelajah musi 2010 13-03-2010

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/03430565/rumah.panggung.musi.rumah.selaras.alam

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Sebuah perahu melintasi deretan rumah panggung di pinggir Sungai Musi di Desa Upang II, Kecamatan Makarti Jaya, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa (23/2). Warga di sepanjang aliran Musi mendirikan rumah panggung untuk menghindari luapan air sungai merendam rumah mereka.
Jelajah Musi 2010
Rumah Panggung Musi, Rumah Selaras Alam
Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:43 WIB
Jannes Eudes Wawa dan Helena F Nababan
Menyusuri Sungai Musi mulai hulu hingga hilir, akan terlihat sejumlah rumah panggung di tepi dan atas alur sungai. Beberapa tertata rapi dan berdiri kokoh, tetapi tak sedikit yang reyot karena kayunya mulai lapuk.
Rumah yang umurnya sudah puluhan tahun itu umumnya memiliki ruang tamu, kamar tidur, dan dapur. Beberapa dilengkapi kursi, meja, lemari pakaian, dan televisi warna yang kabelnya tersambung dengan antena parabola yang dipasang di samping rumah.
Penghuninya kebanyakan tinggal di lantai dua. Lantai dasar hanya diisi tiang penyangga rumah, selain dimanfaatkan untuk menjemur pakaian. Tinggi tiang penyangga rata-rata lebih dari dua meter dari permukaan tanah. ”Kakek dan nenek kami saat masih hidup juga tinggal di rumah panggung. Bangunan rumah sengaja dibuat seperti ini agar aman dari bencana banjir. Sekalipun air mengalir di bagian bawah, kami tetap aman di atas,” kata Ahmad (55), warga Desa Untang, Kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Ia menambahkan, keluarganya sudah puluhan tahun menempati rumah itu.
Pantauan tim Jelajah Musi 2010, akhir Februari, hampir semua permukiman yang berada di tepi kiri dan kanan Sungai Musi, mulai dari Kecamatan Muara Kelingi di Kabupaten Musi Rawas hingga Rantau Bayur di Kabupaten Banyuasin, tergenang air akibat meluapnya sungai itu, menyusul hujan yang turun selama beberapa hari di kawasan hulu. Ketinggian air 1,5-2 meter. Akan tetapi, warga tetap aman. Rumah mereka nyaris tidak ada yang rusak parah.
Bagi warga, dalam kondisi seperti itu yang sulit, antara lain, adalah kesempatan bepergian. ”Bagi kami, yang paling mengkhawatirkan saat banjir bukan keselamatan rumah dan penghuni. Posisi kami cukup aman, tetapi tidak bisa menyadap getah. Selain itu, kebun karet pun tergenang air. Kalau tak menyadap selama beberapa hari, kami pasti tidak punya uang untuk membeli makanan,” papar Sahiman (31), warga Desa Tanjungraya, Kecamatan Babat Toman, Musi Banyuasin.
Sejak abad ke-4
Rumah panggung sesungguhnya telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat Sumatera Selatan, terutama yang bermukim di tepi Sungai Musi dan delapan anak sungai lainnya. Tradisi serupa berkembang di daerah lain yang memiliki sungai besar. Bahkan, mereka yang tinggal jauh dari sungai pun membangun rumah panggung, tetapi fungsinya untuk mengamankan diri dari serangan binatang buas.
Rumah panggung yang ada di tepi Sungai Musi, menurut Kepala Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti, berkembang sejak abad ke-4 Masehi. Hal itu berdasarkan penelitian Balai Arkeologi Palembang selama tahun 2000-2005 saat ditemukan di Situs Karangagung Tengah, Kecamatan Lalan, Kabupaten Banyuasin, sekitar 200 kilometer arah barat Palembang.
Di tempat itu, di sebuah alur sungai kecil yang menghubungkan Sungai Lahan dan Sungai Sembilang, ditemukan tiang rumah panggung. Rumah tersebut dibangun sekitar abad ke-4 Masehi atau sebelum adanya Kerajaan Sriwijaya.
”Kami menyimpulkan, pada abad keempat Masehi, bahkan mungkin jauh sebelumnya, sudah ada rumah panggung di tepi sungai. Ini juga tidak terlepas dari budaya Austronesia yang salah satu keterampilannya membuat perahu dan rumah panggung,” tutur Rangkuti.
Pilihan membangun rumah panggung tidak terlepas dari kondisi tanah di Sumatera Selatan yang umumnya berupa lahan basah, seperti rawa, dan hanya sedikit sekali tanah kering. Tanah kering biasanya dimanfaatkan untuk menempatkan barang sakral dan tempat ibadah, seperti masjid dan kelenteng atau candi, serta pemakaman.
Permukiman sengaja dibangun di atas lahan basah, terutama di tepi sungai, karena sungai memiliki sumber daya hayati, seperti ikan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Lebih dari itu, sungai juga menjadi sarana transportasi yang efektif dalam menjalin hubungan dengan masyarakat luar serta memasarkan hasil bumi. Apalagi, ada sejumlah jenis kayu yang tumbuh di wilayah tersebut yang cocok dijadikan tiang penyangga rumah dan mampu bertahan puluhan tahun.
Kebiasaan itu terus berlangsung hingga ratusan bahkan ribuan tahun. Hal ini yang membuat masyarakat setempat memiliki ikatan sosial yang erat dan mengental dengan sungai. Mereka juga membangun rumah menghadap ke sungai sehingga sungai menjadi halaman depan rumah.
Bukan itu saja. Masyarakat yang tinggal di tepi Sungai Musi juga pantang memperlakukan sungai secara semena-mena sebab diyakini ada makhluk tertentu yang selalu menjaga sungai.
Tiang penyangga
Untuk membangun rumah panggung di tepi sungai, warga biasanya memanfaatkan kayu unglin alias kayu ulin atau kayu besi yang ada di kawasan tersebut. Kayu itu tergolong sulit dimakan rayap sehingga bisa bertahan puluhan bahkan ratusan tahun.
Selain kayu ulin, ada pula kayu nibung, sejenis pinang. Kayu yang pada bagian dalamnya memiliki serat ini juga tergolong awet berada dalam tanah basah. Namun, yang ditancapkan dalam tanah bukan pangkal, melainkan ujungnya. Pangkalnya digunakan untuk disambungkan dengan kayu lain pada badan rumah. Kayu ini tergolong gampang didapatkan di hutan ketimbang kayu ulin yang kini semakin langka.
Terlepas dari kearifan membangun rumah yang selaras dengan alam, satu hal yang memprihatinkan adalah permukiman di tepi sungai masih mengabaikan masalah sanitasi. Air sungai bukan hanya digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian serta perkakas dapur, tetapi sekaligus menjadi kakus. Karena itu, sudah sepantasnya dikembangkan satu permukiman sehat di tepi sungai sebagai contoh.
Masalah lain adalah kehadiran jalan semakin memperlancar dan mempercepat arus transportasi. Kondisi itu menjadi malapetaka bagi sungai. Satu demi satu rumah berbalik menghadap ke darat dan mulai membelakangi Sungai Musi. Hal ini pula yang membuat peran Sungai Musi tak lagi dinilai penting. (agus mulyadi/haryo damardono)

haa iki tinggal ditunggu 'gonge' berubah + ? , - ? , utowo tetep ae.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/03274283/semangat.perombakan.merebak

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) Agum Gumelar (dua dari kanan) didampingi Wakil Ketua KSN yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (kanan) bertemu dengan elemen suporter Malang Raya, "Aremania" (pendukung Arema Indonesia), "Ngalamania" (Persema Malang), dan "Metromania" (Persekam Metro FC), saat dialog terkait pelaksanaan Kongres Sepak Bola Nasional di Kantor Badan Koordinator Wilayah III, Malang, Jumat (12/3). KSN akan diselenggarakan di Kota Malang, 30-31 Maret.
Semangat Perombakan Merebak
PSM Makassar di Barisan Depan untuk Menurunkan Nurdin Halid
Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:27 WIB
Solo, Kompas - Kongres Sepak Bola Nasional yang akan digelar di Malang pada akhir Maret diharapkan bisa menghasilkan susunan organisasi PSSI yang benar-benar baru, dipimpin ketua umum baru, diikuti gerbong pengurus yang terdiri atas muka-muka baru yang kompeten.
Semangat perombakan di antaranya diserukan Ketua Umum Persis Solo FX Hadi Rudyatmo di Solo, Jumat (12/3). ”Ketua umum harus beda dari sekarang. Namun, kalau ketua umum sudah ganti, tetapi masih diikuti gerbong lama, jangan harap kita bisa bicara di tingkat internasional. Di tingkat nasional saja melempem. Liga Super Indonesia harus dievaluasi, jangan sampai hanya jadi ajang pembelajaran pesepak bola asing, pemain lokal sendiri tidak berkembang karena tidak dapat kesempatan,” katanya.
Menurut Rudyatmo, ketua umum yang baru harus bisa memasang target tim nasional mampu juara di tingkat Asia atau paling tidak di Asia Tenggara. Dengan demikian, timbul motivasi untuk memperbaiki prestasi sepak bola nasional.
”Siapa pun yang jadi ketua umum harus berani pasang target. Semua dibenahi, komisi wasit, komisi pertandingan. Wasit yang netral akan meredam kemungkinan terjadi kerusuhan suporter,” kata Rudy.
PSM di depan
Semangat perubahan juga diusung PSM Makassar. Pejabat Humas PSM Nurmal Idrus mendukung pemberhentian Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. ”PSM akan berada di barisan terdepan apabila mayoritas anggota PSSI merekomendasikan pelaksanaan Kongres Luar Biasa PSSI untuk menurunkan Nurdin Halid,” tutur Nurmal.
Setelah menjadi pendukung utama dalam periode kedua kepemimpinan Nurdin tiga tahun lalu, kubu PSM kini mengaku kecewa. Menurut dia, prestasi sepak bola nasional yang saat ini berada pada titik nadir menjadi tanggung jawab Nurdin Halid dan kawan-kawan.
Apalagi, PSSI terbukti gagal menjalankan kompetisi yang ”bersih”. ”Sebagai peserta, terasa sekali bahwa ada yang tidak beres dalam kompetisi. Apakah hal ini akan dibiarkan terus seperti ini?” ungkap Nurmal.
Suporter dukung kongres
Suporter se-Malang Raya siap menyukseskan Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) yang dijadwalkan berlangsung 30-31 Maret 2010. Hal itu diungkapkan suporter saat bertemu Ketua KSN Agum Gumelar di Malang. Selain bertemu suporter, Agum juga bertemu dengan Gubernur Jatim Soekarwo di Surabaya.
Suporter yang hadir adalah ”Aremania” (suporter Arema), ”Ngalamania” (suporter Persema Malang), dan ”Metromania” (suporter Metro FC). ”Kami mendukung kongres dengan harapan ada pembaruan di tubuh PSSI dengan kepengurusannya yang ada sekarang ini. Bagi kami ”Aremania”, sudah beberapa tahun ini kami tidak cocok dengan PSSI karena bukan pembinaan yang ditonjolkan. Kesannya PSSI bukan membina, tetapi membisniskan olahraga ini,” ujar Samsul Arifin, ”Aremania” korwil Borneo.
Gubernur Soekarwo siap memfasilitasi dan mendorong kongres. Ia beranggapan, agar sepak bola bangkit, dibutuhkan organisasi dan kepemimpinan yang bagus. ”Sebaik apa pun pemikiran tetap harus digerakkan oleh organisasi. Agar persepakbolaan nasional maju perlu pengorganisasian dan kepemimpinan yang bagus,” ujarnya.
Perubahan radikal
Bukan hanya Indonesia, Pemerintah Hongkong yang gerah dengan prestasi sepak bola juga ingin perubahan radikal terhadap ”PSSI”-nya Hongkong, Hongkong Football Association (HKFA). HKFA adalah salah satu asosiasi sepak bola tertua di Asia, tetapi Hongkong kini terpuruk di peringkat ke-142 FIFA.
Sebuah laporan yang disusun pemerintah merekomendasikan, harus ada perombakan total HKFA, liga profesional yang baru, pelatih permanen, lebih banyak laga persahabatan untuk tim nasional, pembinaan, dan peningkatan fasilitas. ”Jika perubahan diterapkan dengan efektif, sangat mungkin mendorong transformasi sepak bola dalam 5 atau 10 tahun ke depan,” kata Sekretaris Urusan Dalam Negeri Hongkong Tsang Tak-sing.(REUTERS/EKI/RIZ/WER/DIA/ABK/RAY)

haa iki iso dadi inspirasi perjuangan meraih sukses

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/03254056/jalan.panjang.sandhy.sondoro

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Sandhy Sondoro
Jalan Panjang Sandhy Sondoro
Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:25 WIB
Budi Suwarna
”Inilah dia penyanyi berbakat Indonesia, Sandhy Sondoro,” teriak personel Due Voici. Seorang laki-laki berperawakan kecil pun naik ke atas panggung dengan percaya diri. Tanpa basa-basi, dia langsung menyanyikan lagu Diane Warren, ”Nothing Gonna Stop Us Now”, dengan vokal serak bergaya soul.
Penonton yang memenuhi Hall D2 Pekan Raya Jakarta pun langsung bangkit dari kursi dan bertepuk tangan panjang untuk Sandhy. Malam itu, Sabtu (6/3) lalu, panggung Java Jazz di Hall D2 menyuguhkan lagu-lagu hit ciptaan penulis lagu terkenal, Diane Warren, sesaat menjadi milik Sandhy.
Sehari sebelumnya, Sandhy juga berhasil mencuri perhatian ketika tampil di Dji Sam Soe Lounge, panggung Java Jazz lainnya. Lounge yang hanya bisa menampung sekitar 600 orang itu penuh sesak. Bahkan, di luar ratusan penonton lainnya rela antre untuk bisa masuk ke ruangan itu.
Begitulah, Sandhy menjadi magnet baru di ajang Java Jazz kali ini. Meskipun demikian, sebagian penonton sesungguhnya belum benar-benar tahu siapa Sandhy.
Di belantika musik nasional, nama Sandhy memang belum dikenal luas. Maklum, laki-laki kelahiran Jakarta itu merintis karier di dunia musik justru di Jerman. Di negeri itu, Sandhy muncul di acara-acara musik televisi dan kafe-kafe. Belakangan, dia juga tampil di sejumlah televisi dan panggung musik di sejumlah negara Eropa lainnya.
Bagaimana anak muda ini mengawali kariernya? Sandhy, Rabu (10/3), menceritakan, dia sebenarnya datang ke Jerman tahun 1993 untuk belajar arsitektur. Selama di Jerman, dia mencari uang tambahan dari mengamen di pinggir jalan, terutama di Berlin.     
”Sejak saat itu, saya merasa passion saya ada di musik. Apalagi, banyak orang Jerman menyukai lagu yang saya tulis,” ujar Sandhy yang mengagumi Benyamin Sueb.
Setelah bertahun-tahun mengamen di trotoar jalan dan stasiun kereta bawah tanah di Berlin, Sandhy merambah bar dan kafe. ”Saat itu, saya sudah benar-benar menggantungkan hidup dari musik,” kata Sandhy yang tidak menamatkan pendidikan arsitekturnya dan meneruskan kuliah di bidang desain interior.
Di Jerman, nama Sandhy mulai dikenal setelah ikut kontes menyanyi SSDSSSWEMUGABRTLAD di televisi ProSieben, tahun 2007. Sandhy berhasil menjadi finalis kontes menyanyi mirip American Idol itu. Meski akhirnya hanya menduduki peringkat kelima, acara itu mendongkrak popularitas Sandhy di Jerman.
Album indie
Berangkat dari situ, Sandhy mulai menerima tawaran untuk tampil di acara-acara musik televisi lainnya. Tahun 2008, dia mengeluarkan album indie Why Don’t We yang mendapat banyak komentar di surat kabar.
Kolaborasinya dengan Dublex Inc juga mendapat sambutan hangat. Single-nya bersama Dublex Inc, ”Shine”, berhasil menerobos tangga lagu favorit di sejumlah radio di kota-kota utama Eropa, seperti Berlin, Madrid, dan Paris.
Setelah mengeluarkan album tersebut, produsernya mendorong Sandhy untuk menjajal festival New Wave di Jurmala, Latvia, tahun 2009. Ini adalah salah satu festival musik internasional yang tergolong penting di kawasan Eropa Timur dan menyedot begitu banyak penonton.
Di ajang itu, Sandhy tampil dua kali. Pada penampilan pertama, dia menyanyikan lagu ”When A Man Love A Women” yang membuat juri geleng-geleng karena terpesona. Sembilan dari 10 juri pun memberinya nilai 10. Sisanya, memberikan nilai 9.
Pada kesempatan kedua, dia menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, ”End of The Rainbow”. Kali ini kesepuluh juri memberikan nilai sempurna, 10. Sandhy pun menjuarai ajang bergengsi tersebut.
Setelah menjuarai ajang itu, Sandhy kian terkenal di Eropa. Lagunya ”End of The Rainbow” bahkan dipilih menjadi lagu terbaik tahun 2009.
Berita tentang kemenangan Sandhy di festival itu sampai juga ke Tanah Air. Sejak saat itu, kata Sandhy, banyak orang Indonesia mulai meliriknya. Dia diundang manggung di sejumlah tempat. Bahkan, Sony Music memasukkan Sandhy dalam album kompilasi Jazz in The City yang juga memuat Robbie Williams (”Beyond the Sea”), Sade (”Smooth Operator”), sampai trumpetis jazz Chris Botti yang tampil bersama Chantal Kreviazuk dalam lagu ”The Look of Love”.
Di album itu, Sandhy menyanyikan ”Malam Biru (Kasihku)” dan ”End of the Rainbow” yang juga ciptaannya.
Dikira Afro
Apa sebenarnya kekuatan Sandhy? Kekuatannya ada pada penghayatannya terhadap suatu genre musik, khususnya soul dan blues. Dia bernyanyi seperti para pelantun soul-blues tulen. Itu sebabnya, di Jerman dia sering ditanya orang, ”Are you American?”
Bahkan, ada yang menjulukinya Indo-Nigger. Maksudnya, penyanyi Indonesia yang suaranya ”black” seperti penyanyi Afro. Sandhy justru senang dengan julukan itu. ”Itu penghargaan buat saya, apalagi orang Afro sendiri suka dengan musik saya,” katanya.
Bagaimana Sandhy memahami soul-blues? Laki-laki itu bercerita, sejak dulu dia senang mendengarkan musik para ”native speaker” soul-blues seperti Ottis Redding dan kawan-kawan. Selain itu, dia juga banyak menyanyi di depan publik, bukan di depan juri.
Selama di Berlin, Shandy juga banyak bersentuhan dengan musisi Afro lainnya. ”Mungkin dari situ ada pengaruh, tapi saya sendiri tidak sadar,” katanya.
Mengejar mimpi
Sandhy telah memutuskan jalan hidupnya: musik. Karena itu, dia tidak mau tanggung-tanggung. ”Saya tidak ingin mengejar popularitas dengan musik, saya ingin bergaul dengan sebanyak mungkin musisi dunia demi memajukan musik itu sendiri,” katanya.
Dia pun bermimpi, musiknya bisa didengar di sejumlah negara oleh bangsa yang berbeda-beda. ”Karena itu, saya tidak berniat menggarap pasar Indonesia sekarang ini. Saya lebih memilih main di berbagai negara dulu, baru masuk ke Indonesia,” ujar Sandhy yang sedang bersiap untuk tampil di sejumlah panggung di AS dan Jerman, dua-tiga bulan ke depan.
Sandhy yakin, jika dia diberi kesempatan untuk tampil dan bernyanyi di mana pun, di hadapan bangsa apa pun, mereka akan suka dengan musiknya.
Begitulah Sandhy, untuk meyakinkan orang bahwa dia benar-benar musisi, dia tidak segan-segan bernyanyi di hadapan orang tersebut. Hal itu, antara lain, dilakukan Sandhy dengan berkunjung ke beberapa media massa di Indonesia, termasuk Kompas, untuk memamerkan kemampuannya bernyanyi.
Sekarang, Sandhy mulai menuai hasilnya.

haa iki iptek

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/12/03192577/dari.kompor.sampai.motor

MULTIMANFAAT ALKOHOL
Dari Kompor sampai Motor
Jumat, 12 Maret 2010 | 03:19 WIB
Oleh NAWA TUNGGAL
Alkohol hasil penyulingan tradisional sering diidentikkan dengan minuman keras. Padahal, alkohol itu sudah diturunkan jauh dari kadar aslinya. Jika saja alkohol hasil penyulingan tradisional itu dipertahankan pada kadar asalnya yang mencapai 70-80 persen, justru lebih banyak manfaatnya.
Bukan cuma banyak manfaat, melainkan peluang pasarnya pun terbuka sangat lebar. Keuntungannya pun bisa sangat besar. Sayang, masih sedikit kalangan yang memanfaatkan alkohol hasil penyulingan tradisional itu. Di antara yang sedikit itu, antara lain Soelaiman Budi Sunarto, pendiri Koperasi Serba Usaha Agro Makmur di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Dengan sentuhan inovasi dan kreativitasnya, alkohol hasil penyulingan tradisional berkadar tengah 80 persen, digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Adapun alkohol kadar rendah sampai 30 persen digunakan untuk kompor rumah tangga.
”Selain bermanfaat untuk masyarakat banyak, penggunaan alkohol ini juga memberikan sumbangan pada pencegahan global warming. Pemanasan global,” ujar Budi.
Saat mengunjungi Redaksi Kompas, Rabu (10/3) malam, Budi menunjukkan, tiga hasil inovasinya yang semuanya memanfaatkan alkohol. Alkohol itu bisa diperolehnya dari hasil fermentasi singkong, sekam padi, bahkan sampah sayur-sayuran yang mudah diperoleh dan jumlahnya melimpah di pasar-pasar tradisional.
”Asal mau memanfaatkan sumber daya setempat, masyarakat bisa memproduksi alkohol dan selanjutnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Untuk kompor berbahan bakar alkohol, misalnya, Budi menunjukkan transduser. Alat ini sangat mudah diperoleh di toko-toko yang menjual perlengkapan akuarium. Alat ini biasanya digunakan untuk penggelembung udara pada kolam atau akuarium. Harganya sekitar Rp 90.000 per unit.
Di tangan Budi, transduser ditaruh dalam larutan alkohol kadar 30 persen sehingga menghasilkan gelembung gas yang bisa dibakar. Hasil pembakaran inilah yang dimanfaatkan sebagai kompor alkohol kadar rendah 30 persen.
”Sangat sederhana sehingga masyarakat desa pun bisa membuatnya,” ujar Budi.
Suryadi, periset di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), yang mendampingi Budi, mengatakan, transduser berfungsi memecahkan molekul-molekul air. Kemudian memisahkannya dengan molekul alkohol. ”Akibatnya, alkohol itu menjadi mudah terbakar. Karena terpecah menjadi sangat kecil, molekul-molekul air ikut terbakar pula,” kata Suryadi.
Tanpa transduser, alkohol kadar 30 persen sulit terbakar sehingga sangat aman dari risiko meledak atau kebakaran.
Diuji coba
Kedua peralatan lainnya berupa pengabut alkohol kadar 80 persen dan penguat api pada busi. Pada akhir Januari 2010, kedua peralatan itu diuji coba di Pusat Inkubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang.
Direktur Eksekutif Institut for Science and Engineering Development (ISED) pada Pusat Inkubator Teknologi BPPT Dr Ing Pudji Untoro menyatakan, kedua alat tersebut, yang disebut sebagai magnetic vortex power dan penguat api busi, telah teruji.
Sepeda motor dua tak dengan beban dua orang mampu dijalankan. Satu liter alkohol kadar 80 persen teruji mampu menempuh jarak 35 kilometer.
Sepeda motor empat tak juga diuji dengan kedua peralatan tersebut dengan bahan bakar alkohol kadar 80 persen. Hasil uji coba dengan beban pengendara yang sama mampu menempuh jarak 40 kilometer per liter.
Uji coba masih dijalankan lagi untuk genset. Generator berkapasitas 1.000 watt dipasangi magnetic vortex power dan pembesar api, ternyata juga dapat dinyalakan dengan alkohol kadar 85 persen. Hasilnya, genset menyala 50 menit per liter dengan beban pemakaian listrik 500 watt.
Inspirasi kebakaran
Budi mengatakan, teknologi penggunaan bahan bakar alkohol kadar tengah diinspirasi peristiwa kebakaran. Ketika terjadi kebakaran dengan api yang besar, lalu disiram air seember, justru nyalanya makin membesar. ”Kesimpulannya, air dengan kadar tertentu bisa memperbesar pembakaran,” kata Budi.
Kemudian, Budi merangkai penguat arus listrik yang bisa menghasilkan api busi kendaraan menjadi lebih besar. Peralatan itu dibuat dengan kapasitor elektronik 500 mikrofarad 50 volt untuk sepeda motor, dan 1.000 mikrofarad 100 volt untuk mobil.
”Untuk mendapatkan kapasitor itu, tinggal beli saja di toko-toko peralatan elektronik. Harganya sekitar Rp 25.000 per unit,” kata Suryadi.
Nyala api busi terbukti lebih besar. Api busi membiru dan mampu menjilat kutub lain berjarak sampai dua sentimeter.
Selanjutnya, Budi menggagas untuk mengabutkan alkohol kadar 80 persen supaya menjadi lebih mudah terbakar. Maka, dibuatlah magnetic vortex power.
Budi membuat alat ini dengan material limbah meliputi logam magnet lingkaran bekas pengeras suara dengan diameter 4 sentimeter sebanyak 10 buah, pipa tembaga berdiameter 0,5 sentimeter sepanjang 50 sentimeter, dan besi tabung berdiameter 4 sentimeter sepanjang 18 sentimeter. Hasilnya, bahan bakar motor irit luar biasa!

haa iki kasunyatanning urip

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/12/1112256/di.bekas.gudang.mayor.itu.tinggal...

Rumah Prajurit
Di Bekas Gudang, Mayor Itu Tinggal...
Jumat, 12 Maret 2010 | 11:12 WIB
Bilik berdinding kayu dengan berukuran 9 meter persegi itu dipenuhi atribut militer, dari jaket doreng, topi berlambang Siliwangi, hingga lemari baja yang menyimpan pakaian dinas, celana, sarung, selimut, dan beberapa lembar baju santai.
Bekas gudang di belakang Kantor Bina Material Sistem Informasi Kodam III/Siliwangi itu dihuni Mayor Sukirja (50), Kepala Seksi Bina Material Sistem Informasi Kodam III/Siliwangi, selama tujuh tahun terakhir ini.
Perwira kelahiran Bantul, Yogyakarta, itu mengakui, dirinya menjalani program "doktor" alias "mondok di kantor" karena ketiadaan rumah dinas. Keluarga terpaksa ditinggalkan di rumahnya di Purwakarta. "Yah, begini ini saya mondok. Kontrak atau kos akan menghabiskan biaya," ujarnya saat ditemui di Markas Kodam III, Kamis (11/3) di Bandung.
Dalam sebulan, ia menerima gaji sekitar Rp 4 juta. Bapak dua anak itu harus memutar otak agar pendapatan cukup untuk keluarga di rumah. Apalagi, ia masih menanggung satu anak yang duduk di bangku kuliah dan satu lainnya di SMP.
Meskipun berpangkat mayor, Sukirja tidak bisa menuntut hak menempati rumah dinas. Jumlah rumah dinas Kodam III terbatas dan banyak di antaranya ditempati keluarga purnawirawan.
"Sebagai prajurit, saya tidak boleh mengeluhkan kondisi ini. Saya harus menerima risiko menjalankan tugas demi bangsa dan negara. Ini sudah jadi janji saya saat awal memutuskan sebagai tentara," ujarnya.
Menumpang
Kapten Susanto, staf Penerangan Kodam III, bernasib serupa. Sejak 1999 ia menumpang di rumah dinas Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) Angkatan Darat di Jalan Gatot Subroto, Bandung. Rumah itu ditempatinya karena ia dulu bertugas di Pussenkav.
Susanto bisa saja diminta meninggalkan rumah dinas itu sewaktu-waktu karena ia tidak lagi bertugas di Pussenkav. "Saya juga bingung nanti mau tinggal di mana kalau diminta pergi dari Pussenkav," ujar Susanto yang menanggung dua anak sekolah.
Dengan gaji sekitar Rp 3 juta, jangankan untuk mengontrak atau kos, untuk keperluan transportasi sehari-hari saja, Susanto acap kali menumpang rekan-rekannya yang memiliki kendaraan.
Kondisi Mayor Sukirja dan Kapten Susanto menjadi gambaran betapa kesejahteraan prajurit masih rendah. Jika prajurit berpangkat kapten dan mayor masih kesulitan tempat tinggal, di luar sana ada ribuan prajurit dengan pangkat lebih rendah yang nasibnya tidak lebih baik.
Sumpah prajurit untuk setia kepada bangsa dan negara sampai akhir hayat semestinya diimbangi penghargaan setimpal. Terhadap prajurit yang setia kepada janjinya, negara harus memenuhi kewajibannya menjamin hak mereka agar hidup layak sebagaimana warga negara lainnya. (RINI KUSTIASIH)

haa iki tentang kepemimpinan yang ideal

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/12/13210499/kepemimpinan.yang.ideal

Kepemimpinan yang Ideal
Jumat, 12 Maret 2010 | 13:21 WIB
Oleh Nurul Lathiffah
Ketika pilkada semakin dekat jaraknya, maka secara kolektif, afeksi kita diarahkan untuk mencari kriteria pemimpin ideal. Kriteria itu pada gilirannya akan membentuk semacam skema atau-sebut saja-kualifikasi tertentu sehingga finalnya kita bisa menetapkan satu pilihan.
Secara subyektif perseptual, kita memiliki ekspektasi bahwa pemimpin yang kita pilih memiliki kepribadian yang matang, penuh tanggung jawab, dan memiliki pola kepemimpinan yang diterima pihak mayoritas.
Persoalan tipe pemimpin ideal kadang bukan murni permasalahan sosial saja, melainkan pencitraan media massa dan penerimaan "calon pemimpin" dalam wilayah budaya menjanjikan sebuah garansi yang kuat bahwa seseorang itu tepat dijadikan sosok pemimpin. Kriteria pemimpin pun memiliki dinamika tersendiri, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan konteks kekinian. Jika pada awal pertumbuhannya negara kita memercayai bahwa karisma adalah faktor yang utama dan pertama, kita jadi paham mengapa Soekarno memiliki masa kepemimpinan yang panjang dengan tingkat penerimaan yang cukup ramah.
Perubahan zaman dan dinamika budaya akhirnya mengalahkan konteks telah membuat masyarakat mengalami semacam titik jenuh. Memang pada akhirnya kepemimpinan yang menyandarkan pada kekuatan karismatik akhirnya beralih pada gaya kepemimpinan yang lebih demokratis dan egaliter. Tentu karismatik yang mencitrakan kewibawaan-dalam kondisi apa pun-tetaplah diperlukan.
Lantas, apa yang diharapkan masyarakat atas pemimpin di masa kini? Mengapa ada sejumlah pemimpin yang tetap mampu mempertahankan legitimasi kedudukannya sebagai leader meski seharusnya secara hukum ia sudah turun dari wilayah kepemimpinan publik? Berkaca pada Bupati Bantul Idham Samawi, meski undang-undang telah membatasi masa kepemimpinannya, warga Bantul masih memiliki ekspektasi bahwa Idham akan tetap menjadi bupati. Peristiwa ini minimal merepresentasikan loyalitas kepada pimpinan karena pemimpin itu dinilai memiliki integritas dan pola kepemimpinan yang mampu memenuhi dahaga masyarakat akan sosok pemimpin ideal yang kompromis dan mengakomodasi kepentingan warga secara fair.
Sesungguhnya ada hal yang menarik dan sangat khas ada pada pribadi Idham Samawi yang barangkali tidak dapat kita temukan pada sosok lain. Idham menggunakan pendekatan-yang dalam istilah psikologi konseling disebut sebagai pendekatan-empatis. Banyak warga yang mengeluhkan permasalahan secara langsung kepada pimpinan tanpa ada sekat dan beban-beban emosional. Kantor bupati yang memiliki kesan eksklusif menjadi sebuah sarana yang menentramkan dan solutif. Dalam hal ini, pola kepemimpinan yang dipakai adalah kontributif dan bersifat melayani. Dengan demikian, Idham telah menempati posisi "agung" dalam skema warganya. Berdasarkan hukum yang sedikit, kepemimpinan yang khas dan sangat jarang ditemui ini menjadi semacam "euforia" dan kebahagiaan bagi warganya.
Akhirnya, dalam wilayah sosial yang semakin tak menentu dan keadaan masyarakat yang frustrasi, kepemimpinan empatis dan transformasional adalah harapan semua pihak. Tipe kepemimpinan ini menjanjikan ketenteraman dan jarak psikologis yang dekat dan penuh wibawa. NURUL LATHIFFAH Mahasiswi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

haa iki isih terkait karo jelajah musi 2010 - 3

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/12/03101143/rumah.menghadap.sungai.tradisi.yang.masih.bertahan

JELAJAH MUSI 2010
Rumah Menghadap Sungai, Tradisi yang Masih Bertahan
Jumat, 12 Maret 2010 | 03:10 WIB
Dari tengah Sungai Musi, atap-atap rumah bergaya limas di Desa Air Balui, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, tampak berebut ruang terbuka. Genteng berwarna merah bata atau coklat kehitaman itu berpadu apik dengan rumah-rumah panggung terbuat dari kayu yang umumnya sudah berusia tua.
”Rumah ini sudah dihuni sejak kakek kami. Saya generasi ketiga yang menempati rumah ini,” kata Sa’ad (36), warga Air Balui, tentang rumahnya, Rabu (10/3) siang.
Beberapa tiang dan papan rumah itu sudah terlihat lapuk dimakan usia, sementara kaca jendela masih menggunakan kaca patri yang saat ini sudah sulit ditemukan.
Rumah seluas 66 meter persegi itu diperkirakan sudah berusia 100 tahun lebih. Posisi rumah persis menghadap Sungai Musi, dengan jalan beton selebar satu meter di depan- nya.
”Dulu, jalan depan rumah ini adalah jalan besar. Karena erosi terjadi terus-menerus, jalan terkikis dan dipindah ke belakang rumah,” tambah Neli (30), istri Sa’ad.
Jalan besar baru sebagai penghubung Kabupaten Musi Rawas dengan Kabupaten Musi Banyuasin itu dipindah sejak tahun 1980-an. Jalan provinsi ini menjadi penghubung jalan lintas timur (jalintim) dengan jalan lintas tengah (jalinteng) Sumatera. Jalan baru tersebut berjarak sekitar 50 meter dari jalan lama yang sudah hilang.
Jika boleh memilih, lanjut Sa’ad, dia lebih suka tinggal di rumah di tepi jalan. ”Lebih enak karena bisa jualan, buka toko, atau buka jasa penyewaan,” ungkapnya.
Jaya Kusuma, warga Desa Ngulak I, Sanga Desa, pun mengakui lebih enak jika rumahnya menghadap jalan. Rumah Jaya menghadap sungai yang di sisinya dibangun jalan beraspal hotmix.
”Sejak saya belum lahir, rumah-rumah di sini menghadap sungai. Saya mendengar dari orangtua sejak zaman Belanda,” kata Jaya.
Erni (23), warga Desa Ngulak I lainnya, mengaku sangat menikmati rumahnya yang menghadap ke sungai. ”Pemandangannya bagus. Apalagi di depan rumah juga ada jalan raya di tepi Sungai Musi. Jalan ini lebih tinggi dari permukaan sungai sehingga tidak pernah terjadi luapan air yang menggenangi jalan dan rumah penduduk,” jelas ibu satu anak.
Dia mengaku rumah yang ditempati merupakan warisan dari leluhur mereka. Kini, generasi keempat yang tinggal rumah itu. Bangunan dari kayu itu tampak masih kokoh.
Tempat mandi
Namun, pandangan mata agak terganggu karena ada tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK) di tepi sungai. Kotoran itu mengalir bersama air menuju muara sungai dengan melewati ratusan permukiman penduduk.
Mahmud Dalazi (35), warga Kelurahan Muara Lakitan, mengatakan, meskipun rumah menghadap sungai, sebagian besar warga masih menjadikan sungai sebagai tempat utama keperluan MCK. Hanya orang kaya yang bisa memiliki kamar mandi di rumahnya.
Kondisi sama terlihat di Desa Ulak Paceh, Kecamatan Babat Toman, Musi Banyuasin. Meskipun sebagian rumah warga menghadap Sungai Musi, di beberapa lokasi di tepi sungai terdapat jamban MCK.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin saat acara pelepasan Jelajah Musi 2010 di Desa Tanjung Raya, Kabupaten Empat Lawang, Senin (8/3) lalu, mengingatkan warganya agar tidak lagi melakukan aktivitas MCK di sungai. Alasannya, kegiatan itu bagian dari pencemaran lingkungan.
Alex bahkan menyarankan agar warga membangun rumah dengan menghadap langsung sungai, bukan membelakanginya. Dengan demikian, sungai menjadi halaman depan rumah yang otomatis setiap saat selalu dibersihkan dari aneka kotoran.
Sebaliknya, jika rumah membelakangi sungai, sungai tidak bedanya sebagai tempat sampah, tempat membuang kotoran.
Sebagian besar warga di tepi Sungai Musi memang masih menggunakan sungai untuk kegiatan MCK. Padahal sebagian kecil warga telah menjadikan sungai sebagai halaman depan rumah mereka sehingga elok dipandang. Mungkin sudah saatnya dibangkitkan lagi kesadaran untuk menyelamatkan Sungai Musi dari penataan letak murah.(mzw/oni/hln/jan/mul)