Jumat, 03 Februari 2012

haa iki : (Tafsir Ihdinash Shirathal Mustaqim (2)) Belajar dari Kisah Dzunnun al-Mishri

Sumber : http://m.inilah.com/read/detail/1823506/belajar-dari-kisah-dzunnun-al-mishri

Oleh: Ahmad Munjin
Jumat, 27 Januari 2012, 11:17 WIB
INILAH.COM, Jakarta – Petunjuk tidak terbatas dari nasihat yang terdengar. Seluruh alam semesta memberi pelajaran berharga seperti yang tertuang dalam kisah Dzunnun al-Mishri berikut ini.
Cendekiawan Muslim, Jalaluddin Rakhmat menceritakan, kisah Dzunnun al-Mishri. Suatu saat ketia sedang bepergian, dia melihat kalajengking merayap ke pinggir sungai Nil dengan cepat. Dzunnun al-Al-Mishri mengikutinya karena ingin tahu. “Ia ingin mendapat pelajaran dari apa yang ia lihat, bukan apa yang ia dengar,” kata Jalal.
Ketika kalajengking itu mendekati tepian sungai Nil, tiba-tiba dari dalam sungai muncul seekor katak. Kalajengking langsung menaiki punggung katak itu. Kemudian katak mengantarkannya ke seberang sungai.
Melihat itu, Dzunnun al-Mishri mengambil perahu dan mengejarnya. Sampai di seberang sana, kalajengking itu masih juga berjalan. Pada satu tempat di tepian sungai Nil, ada seorang anak muda sedang tertidur lelap.
Tiba-tiba, dari arah yang berlawanan datang seekor ular berbisa yang mau mematuk anak muda itu. Belum sampai ular kepada pemuda itu, kalajengking menyergapnya. Terjadilah perkelahian antara kedua binatang itu dan berakhir dengan kekalahan ular. Ular itu mati dijepit kalajengking. Setelah itu, kalajengking kembali lagi ke tepian sungai Nil. Muncul lagi katak itu untuk meyeberangkannya ke tempat semula.
Apa yang dapat diperoleh dari pelajaran itu? Dzunnun al-Mishri menyimpulkan, betapa seringnya Allah melindungi kita tanpa kita ketahui. Begitu sayangnya Tuhan kepada kita, sampai ketika kita tidur dan tidak berdaya menghadapi bahaya, Tuhan masih masih melindungi kita.
Tanpa sepengetahuan kita, Tuhan menjaga kita. Anak muda yang ditemukan Dzunnun al-Mishri itu bukan seorang waliyyullah, ia hanya seorang manusia biasa. Tapi, Tuhan tetap menjaga dia.
Karena itu, dalam Do’a Kumail, terdapat doa yang berbunyi, “Tuhanku, kalau aku mengingat bahwa Engkau sudah memulai kehidupanku ini, dengan berbuat baik kepadaku, dengan mengurus aku”. Kita meminta sebagaimana Allah telah melindungi kita sejak awal kehidupan, kita pun ingin dilindungi pada hari-hari kehidupan kita.
“Maka barangsiapa yang bermaksud buruk kepadaku, Tuhan, tolaklah dia. Dan, kalau ada reka perdaya orang untuk mencelakakanku, maka rekaperdayakan juga dia dengan kekuasaan-Mu” Doa Kumail).
Dzunnun al-Mishri memperoleh pelajaran yang berharga, bukan dari nasihat mubalig tapi dari apa yang dia saksikan pada alam semesta ini. “Setiap saat, alam semesta member kesaksian kepada kita. Kadang-kadang Al-Qur’an menuntun kita untuk belajar dari alam semesta ini,” imbuh Jalal. Inilah makna lain dari Ihdinash Shirathal Mustaqim. [Bersambung. Sumber: Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 395-396].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar