Minggu, 24 April 2011

haa iki Harga udang galah Rp 9.500 per ons, dan ikan nila serta patin masing-masing Rp 4.000 per ons.

Minggu, 24 April 2011

Udang Bakar di Tepi Sungai Kahayan

Kompas/Dwi Bayu Radius - Pengunjung Kampung Lauk di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (10/4), tengah menikmati kelapa muda sambil memandangi panorama Sungai Kahayan.
dwi bayu radius

Satu Minggu di pertengahan hari. Pengunjung di Restoran Kampung Lauk, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, membeludak. Para pegawai pencatat pesanan luar biasa sibuk di depan pengantre yang mengular. Tak ada tempat tersisa meski ada 37 saung di sana.
”Ada tempat?” tanya seorang ibu yang baru datang. ”Sudah penuh Bu, silakan mendaftar ke meja pemesanan,” jawab Feri Susilawati, Manajer Kampung Lauk. Semangat sang ibu untuk bersantap langsung terlihat jatuh ketika melihat sekitar 30 orang di depan meja pemesanan.
Meski demikian, ia beranjak juga menuju meja tersebut. Tak sedikit pemesan tempat yang kecewa dan pergi. Akan tetapi, lebih banyak lagi yang bersedia menunggu. Feri sendiri setelah itu langsung tenggelam dalam bon- bon konsumen yang belum dihitungnya. Pramusaji hilir mudik mengantar makanan.
Demikian suasana di Kampung Lauk, tempat orang-orang rela berbondong-bondong antre. Kampung Lauk yang berada di tepi Sungai Kahayan baru berdiri pada tahun 2006, namun sudah termasuk tujuan wisaya kuliner paling favorit di Palangkaraya. Tak heran tempat itu disinggahi konsumen yang berduyun-duyun.
Mereka dimanjakan dengan berbagai hidangan sungai dan sayuran yang segar. Memandang panorama Sungai Kahayan sambil menikmati hidangan itu adalah pesona yang ditawarkan Kampung Lauk. Di saung-saungnya lembut angin sepoi-sepoi membelai wajah para pengunjung yang lahap menyantap ikan bakar lezat.
”Karena berada langsung di tepi Sungai Kahayan, hidangan yang disajikan selalu segar. Soalnya, ikan dan udang ditangkap langsung dari sungai,” ujar Feri. Pagi-pagi nelayan sekitar sudah menyetor tangkapannya ke Kampung Lauk. Di bak-bak penampung di sana terlihat ikan dan udang hidup.
Kampung Lauk memiliki 10 bak penampung dengan ukuran masing-masing sekitar 2,5 meter x 5 meter. Dengan demikian, kesegaran bahan baku hidangan tetap terjaga ketika akan diolah.
Ada sekitar 25 jenis makanan dan 20 minuman dalam daftar menu. Hidangan andalan Kampung Lauk adalah udang galah, nila, dan patin. Harga menu pun cukup terjangkau. Harga udang galah Rp 9.500 per ons, dan ikan nila serta patin masing-masing Rp 4.000 per ons.
Berat udang galah untuk setiap porsi biasanya sekitar 2,5 ons dan ikan sekitar 7,5 ons. Rata-rata, Kampung Lauk menghabiskan ikan patin dan nila masing-masing sebanyak 150 kilogram pada hari Minggu dan 75 kilogram per hari pada Senin hingga Sabtu.
”Sementara, jumlah udang galah sebanyak 25 kilogram per hari. Itu untuk Senin hingga Minggu. Selalu habis karena memang sebesar itu jumlah yang bisa kami sediakan,” tutur Feri. Ikan dan udang bakar paling digemari konsumen. Selain bakar, terdapat pilihan lain seperti asam manis dan goreng.
Jika ingin mencoba menu yang tidak biasa, silakan memesan ikan khas sungai-sungai yang ada di Kalteng, seperti seluang, jelawat, baung, dan lais. Masakan Kalteng seperti sayur rotan dan kalakai menjadi pelengkap hidangan utama. Sambal serai, sayur asam, dan kangkung tentunya tersedia.

Renyah
Tibalah saat untuk mencicipi ikan patin asam manis dan udang galah bakar. Begitu patin dicecap di lidah, rasa saus asam manis dipadu potongan mentimun dan nanas berpadu amat pas dengan renyahnya daging ikan.
Udang bakar terasa kenyal dan segar. Kecap, margarin, dan sedikit madu menyatu dalam potongan udang. Bumbu-bumbu lain, seperti bawang merah, bawang putih, garam, dan saus tomat, menambah sedap hidangan. Jelas terasa aroma segar udang hidup yang langsung diolah, bukan disimpan di lemari pendingin dulu.
Di saung berukuran 16 meter persegi itu, mata terasa berat mengerjap-ngerjap dibuai angin sepoi-sepoi dari Sungai Kahayan. Apalagi, pondok-pondok diteduhi dengan naungan pepohonan. Keteduhan itu pula yang terasa saat pengunjung melintasi jalan setapak dari kayu menuju saung. Deru speedboat dan kelotok yang sesekali lewat menyelingi obrolan di sela-sela tamu menyantap hidangan.
Pemandangan lain adalah lanting atau rumah kecil dari kayu yang dihuni penjaga karamba menghiasi sisi-sisi Sungai Kahayan. Di seberang sungai terlihat hutan yang masih rimbun. Bila pengunjung datang pada malam hari, pemandangan itu beralih menjadi kelap-kelip lampu perahu nelayan yang mencari ikan.
”Apalagi, kalau langitnya sedang bersih dengan bintang-bintang terlihat jelas dan terang bulan. Cahayanya memantul di Sungai Kahayan,” tutur Feri.
Sambil berkendara menuju Kampung Lauk, sekitar 10 menit dari pusat kota Palangkaraya, jangan lupa menikmati pemandangan saat melintasi jembatan Sungai Kahayan yang menjadi salah satu ikon kota. Di pinggir jembatan, muda-mudi ramai bercengkerama di sore hari sambil menikmati panorama kota dari kejauhan.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/04/24/0353313/udang.bakar.di.tepi.sungai.kahayan
 

2 komentar:

  1. Haa pengen baca tulisan pemilik blog, kapan ya kira-kira?

    BalasHapus
  2. hehehehehe......udah berusaha nulis sendiri ga jadi-jadi Uni.

    BalasHapus