Senin, 09/05/2011 14:16 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (2)
   Dari Striptis Hingga Dimaki Profesor Perancis      
 Muhammad Taufiqqurahman - detikNews
Jakarta -   Studi banding anggota DPR ke luar negeri terus menuai protes.  Kunjungan itu bak liburan masa reses yang menghabiskan uang rakyat,  sementara hasilnya tidak jelas.
Komisi X yang membawahi olahraga,  dan pariwisata, misalnya kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket  pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol. 
Lalu  studi banding Komisi VIII ke Australia. Mereka hendak melakukan studi  banding ke parlemen Australia, padahal parlemen di Negeri Kanguru itu  sedang reses. Konyolnya lagi anggota DPR sempat membohongi mahasiswa  Indonesia di sana soal email resmi Komisi VIII beralamat di  komisi8@yahoo.com.
"Itu semakin memperjelas studi banding itu  tidak ada gunanya. Itu hanya modus untuk jalan-jalan dan mendapatkan  uang saku," ujar Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia  (Formappi) Sebastian Salang.
Banyak cerita minor tentang kelakuan  wakil rakyat saat berkunjung ke luar ngeri. Pada 28 Juli 2005,  Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda memergoki anggota DPR dari  Badan Legislatif jalan- jalan dan belanja barang mewah. Wakil rakyat pun  terpotret sedang menenteng barang belanjaan merek Bally atau Gucci.
"Mereka  tidak ada agenda di Belanda dan saat itu kami memang ingin menemui  mereka untuk audiensi. Mereka 2 malam di Amsterdam," ujar mantan Ketua  PPI Amsterdam 2004- 2005 Berly Martawardaya kepada detikcom. 
Anggota  DPR tidak mempunyai agenda resmi ke Amsterdam karena pada saat itu  Parlemen Belanda yang berkedudukan di Den Haag juga sedang masa reses.
Hal  senada juga dibeberkan mantan Ketua PPI Perancis Mahmud Syaltout.  Sebelum mendatangi Amsterdam, anggota DPR itu sebenarnya hendak studi  banding ke Perancis. Tidak jelas dalam urusan apa kunjungan itu. Namun,  kedatangan anggota DPR itu telah jauh-jauh hari ditolak oleh PPI  Perancis.
Ketua PPI saat itu (alm) Rudianto Ekawan, memerintahkan  semua mahasiswa untuk datang ke KBRI Perancis dan melakukan aksi walk  out serta membacakan surat protes atas kedatangan anggota DPR. Aksi ini  diharapkan menjadi tamparan keras bagi wakil rakyat yang datang tanpa  persiapan ke Perancis.
Anggota DPR tidak bisa memberikan  penjelasan logis soal kedatangan mereka. Salah seorang juru bicara DPR  menyatakan tujuan mereka untuk bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa  Indonesia yang pintar. Mereka juga memuji mahasiswa di luar negeri  sebagai pemimpin bangsa dan juga merupakan konstituen mereka.
"Sebelum  pidato selesai, teman saya, Rudianto AB interupsi dan membacakan surat  protes dari PPI Prancis. Kemudian kita walk out. KBRI pun geger dan  semua marah sama kita," cerita Mahmud.
Gara-gara kejadian itu  semua jadwal kunjungan DPR di Belanda dan Belgia ikut dibatalkan.  Akhirnya PPI Belanda memergoki para wakil rakyat itu asyik berbelanja.
Mahmud  kembali menjadi guide untuk anggota DPR yang melakukan studi banding  mengenai masalah anggaran ke Perancis pada 2006. Sebenarnya, kedatangan  anggota DPR bukan ke Perancis, tetapi hendak menonton pertandingan final  Piala Dunia di Jerman antara Italia melawan Perancis. Karena datang  lebih awal, mereka menyempatkan diri melancong ke negeri mode tersebut.
Rombongan  ternyata tidak hanya terdiri dari anggota DPR, tapi juga banyak  terdapat anggota DPRD dari DKI Jakarta. Selama berada di Perancis, para  wakil rakyat itu menghamburkan uang dengan berbelanja merek mahal  semisal Louis Vitton, Pierre Cardin, dan membeli jam tangan mahal yang  harganya dapat membiayai uang kuliah seorang mahasiswa selama setahun. 
KBRI  Perancis yang dipimpin oleh (alm) Arizal Effendi juga menolak  memfasilitasi anggota DPR. Para anggota dewan dianggap sebagai rombongan  liar.
Saat itu, salah seorang anggota DPR sempat meminta untuk  dicarikan gadis panggilan di Perancis. Mahmud menjelaskan, di Perancis  tidak ada pusat lokalisasi seperti Red Light di Belanda.Si anggota DPR  kemudian meminta ditunjukkan pusat tarian striptis di Perancis. Mahmud  pun menyarankan agar mereka pergi sendiri ke Moulin Rouge. 
Saat  akan kembali ke Jerman, ketua rombongan DPR itu nyeletuk ada yang kurang  saat di Perancis. "Apa yang kurang, belum beli Hermes ya atau barang  apalagi yang tidak ada?" kata salah seorang anggota rombongan menanggapi  celetukan ketuanya. "Bukan, kita belum sempat foto-foto di Menara  Eiffel," jawab si ketua santai.
Pada 2007, anggota DPR mendapat  makian Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Sorbon Perancis Prof  Edmond Jouve. Saat itu, beberapa anggota DPR ke Perancis untuk melakukan  studi banding tentang Kementerian Negara dan Dewan Penasihat.
Mahmud  yang mahasiswa Ilmu Tata Negara pun meminta Jouve untuk menjelaskan  sistem tata negara di Perancis dan Indonesia. Dalam pertemuan di KBRI  Perancis itu, Jouve menjelaskan sistem tata negara Perancis dan  Indonesia sangat berbeda. 
Mendengar paparan itu, seorang anggota  dewan nyeletuk mereka salah mendatangi Perancis untuk studi banding.  Anggota dewan lainnya pun terbahak-bahak mendengar celetukan itu. 
Melihat  hadirin tertawa, Jouve bertanya. Penerjemah menjelaskan celetukan sang  anggota dewan. Mendapat penjelasan itu Jouve marah. "Kalian semua  goblok," maki Jouve dalam bahasa Perancis. 
Sang profesor lantas  mengingatkan Indonesia bukanlah negara kaya dan masih berada di dalam  kategori negara berkembang, kenapa malah menghamburkan uang jika tidak  ada hasilnya.
 (fiq/iy) 
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/141638/1635512/159/dari-striptis-hingga-dimaki-profesor-perancis?9911012
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar