Minggu, 12 Desember 2010

haa iki Cerita Tentang pak Mahfud

Mahfud Enggan Terkurung dalam Sangkar
Minggu, 12 Desember 2010 | 03:48 WIB
 Sarie febriane 

Bagi Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (53), tempat tinggal tak harus mentereng untuk membuat dirinya merasa betah. Tinggal di apartemen mewah milik negara malah membuatnya seperti terkurung dalam sangkar.
Baru di rumah dinas tua di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu merasa tenteram. Tak peduli meski wallpaper rumah sudah mengelupas.
Pagi itu, tepat pukul 06.30, Mahfud muncul di ruang tamu dengan sepatu dan pakaian olahraga. Obrolan singkat kemudian berlanjut ke ruang keluarga sembari menemaninya berlari di atas treadmill. Sesuai saran dokter, Mahfud harus berolahraga setiap 48 jam dengan berjalan cepat atau berlari di atas treadmill selama 30 menit (3,25 kilometer).
Sembari berlari, Mahfud rupanya masih sanggup bercerita tanpa napasnya harus tersengal-sengal. Mantan perokok berat sejak kecil ini bercerita, dia dan keluarganya sempat menempati apartemen dinas di kawasan Kebayoran Baru, seperti juga para hakim MK lainnya. ”Apartemennya baru, bagus sekali. Tetapi kok rasanya berada di dalam sangkar. Terkurung. Lebih nyaman di sini walaupun rumah tua,” ujar pria kelahiran Sampang, Madura, ini.
Karena tak betah, apartemen tersebut akhirnya nyaris tak pernah ditinggali oleh Mahfud dan keluarganya. Selama enam bulan, sebelum akhirnya tinggal di Widya Chandra, Mahfud memilih tinggal di rumah pribadinya yang kini ditempati salah satu anaknya di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Rumah itu dibelinya ketika dia selesai bertugas sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tahun 2001 di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. ”Rumah di perkampungan, waktu itu ada orang menawarkan dengan harga cukup murah, Rp 317 juta, karena sedang butuh dana,” cerita Mahfud.

Seadanya
Rumah dinas di Widya Chandra yang kini ditempatinya, sebelumnya ditempati oleh mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Meski tampak kuno, dengan langit-langit rendah dan ubin teraso, rumah itu cukup luas dan sejuk karena dikelilingi kerindangan pepohonan dan tanaman. Di halaman belakang sebuah pendopo mungil dijadikan tempat untuk sekadar duduk-duduk atau shalat.
Biasanya, orang mengira rumah dinas pejabat tinggi negara sering kali tampil serba mentereng. Sebab, setiap kali penghuninya berganti, dengan anggaran pemerintah, si pejabat baru biasanya gemar mengganti berbagai perabot di rumah dinas dengan model paling mutakhir.
Akan tetapi, Mahfud tampaknya membiarkan rumah dinasnya apa adanya. Di area ruang tamu yang langit-langitnya rendah, wallpaper malah tampak dibiarkan mengelupas. Tampak sekali, wallpaper di rumah itu memang sudah lama tidak diganti.
”Saya sempat ganti sarung sofa itu sih karena sudah dekil. Habis Rp 400 ribu semuanya kalau tak salah ingat. Sofanya sendiri masih bagus kok, enggak perlu diganti,” cerita Mahfud.
Selain itu, tambah Mahfud, dia juga menyulap salah satu kamar di lantai dua menjadi ruang karaoke. ”Jadi kalau mau karaoke, ya, di rumah saja, sama keluarga. Nanti kita lihat ya,” ajak Mahfud.
Setelah aktivitasnya di atas treadmill usai, kami lalu beranjak ke lantai dua, area pribadi Mahfud dan keluarganya. Dia lalu membuka pintu ruang karaoke yang dimaksudnya. Ruangan yang sejatinya kamar tidur itu berukuran sekitar 3 x 4 meter persegi, dan dilapisi bantalan kedap suara seadanya. Beberapa panel bantalan itu tampak mulai terlepas sambungannya. Sebuah kasur busa, dengan guling, menjadi tempat leyeh-leyeh untuk berkaraoke.
Masih di lantai dua, berhadapan dengan kamar karaoke tadi, menjadi ruang kerja Mahfud sehari-hari. Saban pagi, setelah shalat subuh, Mahfud langsung membuka internet membaca berbagai situs berita. ”Saya buka kompas.com, detik.com, dan vivanews. Sebab, koran baru tiba sekitar pukul 06.30. Di rumah ini saya langganan tiga koran, Kompas, Rakyat Merdeka, dan Indopos. Di kantor, langganan lebih banyak lagi,” tutur Mahfud, yang saban hari bangun pukul 03.00.
Stiker bertuliskan ”Ganyang Koruptor! Mafia Hukum!” tertertempel di lemari buku di samping meja komputernya. Di ruang kerja itu pula Mahfud kerap mencicil pekerjaannya di MK dan memeriksa tugas-tugas mahasiswa. Saat ini, Mahfud masih aktif mengajar di berbagai universitas, seperti di Universitas Diponegoro, Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta), dan Universitas Gadjah Mada.

http://cetak.kompas.com/read/2010/12/12/03484315/mahfud.enggan.terkurung.dalam.sangkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar