Minggu, 19 Desember 2010

haa iki Keuletan Berusaha

Hasil Kegigihan Memopulerkan Produk Jamur
Sabtu, 18 Desember 2010 | 03:38 WIB
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Widodo
Oleh Regina Rukmorini

Kisah sukses tentulah membutuhkan perjuangan panjang yang tak mudah. Widodo (41), warga Desa Pandesari, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, membuktikan hal itu. Setelah jatuh bangun menekuni usaha jamur selama satu dekade, kini dia pun menangguk sukses dari kegigihannya itu.
Dia kini memiliki sebuah Warung Gaul Stemba, warung yang menyajikan aneka masakan berbahan jamur, dan berdagang aneka obat kulit berbahan dasar jamur. Baik warung maupun penjualan obatnya beromzet puluhan juta rupiah per bulan.
Widodo mengaku memulai segalanya sungguh dari nol. Sebelumnya, dia menekuni berdagang barang-barang elektronik dan tembakau, yang akhirnya bangkrut setelah diterpa krisis tahun 1997. Kendatipun terus-menerus mencoba membangkitkan usahanya lagi, kegagalan demi kegagalan terus menderanya. Puncaknya pada tahun 1997, dia terpaksa menjual dua toko elektroniknya untuk menutupi utang.
Tahun 1999, di tengah keterpurukan nasibnya, Widodo bertemu teman-teman seangkatan semasa di Sekolah Teknik Mesin (STM) Pembangunan Temanggung atau yang kini dikenal dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Temanggung. Kebanyakan dari mereka saat itu pulang kampung karena baru diberhentikan dari tempat mereka bekerja.
Sebagai sesama penganggur, salah seorang temannya mengusulkan untuk mengembangkan usaha bertani jamur. Akhirnya, pada tahun 2000, Widodo bersama sejumlah rekannya membuat usaha pembibitan dan penanaman jamur dengan bendera CV Primordia Agroteknologi.
Ketika itu, jamur yang dikembangbiakkan adalah jamur tiram. Mereka pun mencoba melakukan inovasi dengan membuat produk olahan berupa keripik jamur. Namun, karena jamur saat itu belum populer, produk tersebut tidak direspons baik oleh pasar. Setiap bulan, keripik jamur yang dikembalikan toko karena tidak terjual sebanyak 3-4 kuintal.
”Waktu itu, masyarakat masih takut mengonsumsi jamur. Mereka khawatir jamur itu mengandung racun,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, usaha pembuatan keripik jamur akhirnya hanya bertahan dua hingga tiga bulan saja.
Selanjutnya, mereka pun beralih membuat bakso jamur yang dikemas dan didistribusikan ke swalayan di Wonosobo. Berbeda dengan keripik jamur, bakso jamur jauh lebih bisa diterima. Pihak swalayan meminta agar pasokan bakso jamur dikirim rutin sebanyak 25 kilogram per minggu. Namun, permintaan ini sulit dipenuhi dan produksi jamur tidak bisa diteruskan karena terkendala modal.

Jamur lingzhi
Tahun 2002, CV Primordia Agroteknologi memulai mengembangbiakkan jamur kuping dan pada tahun 2004 mengembangkan pembibitan jamur lingzhi. Seorang pengusaha dari Yogyakarta rutin membeli 10 kilogram-25 kilogram jamur lingzhi, suatu saat ia meminta pasokan jamur lingzhi ditambah menjadi 300 kg-500 kg. Ketika itu, jamur dijanjikan dibeli seharga Rp 150.000 per kg.
Tergiur dengan nilai uang yang dijanjikan, Widodo pun mengumpulkan 20 petani untuk menanam 3.000-5.000 bibit jamur lingzhi. Namun, janji tinggal janji. Setelah panen, pengusaha itu menolak membeli dengan alasan khasiat jamur lingzhi masih ditelitinya.
Di tengah kondisi tertipu dan menganggung utang Rp 150 juta kepada petani, CV Primordia Agroteknologi bubar. Widodo yang memang berhubungan langsung dengan petani, secara otomatis, akhirnya sering diteror oleh petani yang menagih uang pembelian jamur. Terdesak dengan situasi, Widodo melakukan pendekatan kepada petani, mengambil semua jamur hasil panen, dan berupaya menawarkannya ke pabrik dan pedagang jamu. Namun, semua upayanya ditolak.
Widodo pun akhirnya berinovasi dengan membuat jamu olahannya sendiri, yang disebut Gano Slice, dan minuman instan Gano Mix. Dua produk ini ditampilkan dalam pameran yang diikuti Pemerintah Kabupaten Temanggung di Semarang. Tak dinyana, jamur lingzhi sudah populer di Semarang dan produk ini pun laku keras.
Tahun 2005, dua produk ini kembali ditampilkan dalam pameran sains dan teknologi yang diikuti SMK Negeri 1 di Semarang. Ketika itu Gano Slice terjual 180 bungkus. Selain itu, obat ini pun diberikan Widodo kepada pejabat kepala SMK Negeri 1 Temanggung dan keluarganya yang ketika itu sedang sakit keras.
Setelah merasakan khasiat dan mengetahui produk ini laku, pihak SMK Negeri 1 Temanggung mengajak Widodo bekerja sama mengembangbiakkan jamur lingzhi. Usaha ini sukses dan pada tahun 2006, semua utang CV Primordia Agroteknologi lunas terbayar.
Untuk mengembangkan usahanya, Widodo pun membuat gerai penjualan Gano Slice dan Gano Mix dengan menyewa gedung milik SMK Negeri 1 Temanggung. Agar lebih menarik minat pengunjung, gedung itu pun disulap menjadi warung bakso jamur dengan nama Warung Gaul Stemba.
”Belakangan, bakso jamur ini jauh lebih terkenal dibandingkan obat-obatan yang saja jual di sini,” ujar Widodo terkekeh.
Untuk bakso jamur saja, Widodo mendapatkan omzet Rp 30 juta per bulan. Omzet dari obat-obatan jamur lingzhi mencapai Rp 20 juta per bulan. Penjualan bibit jamur lingzhi dalam polybag mencapai omzet Rp 75 juta per bulan.
Setelah Gano Slice dan Gano Mix, Widodo saat ini sudah mengembangkan obat-obatan jamur lingzhi dalam bentuk bedak, Gano Powder, dan Gano Capsule, yang semuanya untuk kesehatan kulit. Tahun ini, dia pun berencana membuat terobosan terbaru dengan membuat obat kulit dalam bentuk krim atau yang disebut Gano Cream.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/12/18/03384969/hasil.kegigihan.memopulerkan.produk.jamur

2 komentar:

  1. Pagi,

    Saya tertarik dengan artikel ini dan berminat untuk membeli produk ini. Bagamana caranya ya?

    BalasHapus
  2. Mohon maaf, saya menayangkan artikel ini karena terkesan dengan kegigihan pak Widodo. Apabila menginginkan untuk memberli produk pak Widodo saya sarankan untuk menghubungi redaksi Kompas atau ke : SMK Negeri 1 Temanggung
    Jalan Kadar Maron PO BOX 104 - Temanggung Telp. (0293) 4901639 - Fax. (0293) 4901639 info@stembatema.sch.id

    BalasHapus