Senin, 14 Maret 2011

haa iki Belum Terlambat untuk Berkaca pada Jepang

Senin, 14 Maret 2011

Belum Terlambat untuk Berkaca pada Jepang

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Penumpang berdesak-desakan saat menaiki Kereta Api Ciujung tujuan Serpong dari Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, awal Maret 2011. Kereta api masih menjadi pilihan sebagian besar warga sebagai sarana transportasi karena lebih murah.
Sebuah kereta cepat baru yang memanfaatkan teknologi magnet diluncurkan di Jepang pada pekan pertama Maret. Kecepatan kereta Hayabusa ini akan mengalahkan kecepatan kereta Shinkansen yang sangat terkenal sebelumnya.
Jaringan Shinkansen mempunyai lima rute yang menyebar dari Tokyo dan Osaka. Selama ini belum pernah terjadi kecelakaan operasional yang fatal sehingga Shinkansen dianggap merupakan sistem kereta api berkecepatan tinggi yang paling aman di dunia.
Kecepatan Shinkansen tercatat mencapai 200-250 kilometer per jam, sementara kecepatan Hayabusa yang disebut kereta elang ini, karena moncongnya panjang seperti paruh burung elang, bisa mencapai 300 kilometer per jam. Tahun depan kecepatan Hayabusa akan ditingkatkan mencapai 320 kilometer per jam
Dengan kecepatan seperti ini, perjalanan sejauh 675 kilometer hanya akan ditempuh dalam waktu tiga jam 10 menit. ”Penumpang akan menikmati perjalanan yang tidak berisik, melalui lintasan lurus dan terowongan yang membelah pegunungan di pedesaan Jepang,” kata operator East Japan Railway Co, seperti dikutip Physorg.com.
Selain waktu yang sangat cepat, kereta ini juga memberikan layanan makanan dan minuman bak di kelas bisnis pesawat terbang. Interior di dalamnya juga seperti pesawat terbang. Untuk semua layanan ini, penumpang dikenai tarif 26.360 yen atau sekitar Rp 2,8 juta. Pemerintah Jepang berharap keberadaan kereta supercepat bisa menjadi alternatif pengganti pesawat terbang untuk perjalanan jauh. Apalagi daya angkut kereta api jauh lebih banyak ketimbang pesawat terbang.
Pemerintah Jepang memang sangat memandang penting angkutan massal. Dengan angkutan massal, segala sesuatu menjadi lebih efisien. Tidak hanya angkutan luar kota. Di dalam kota pun Pemerintah Jepang menjadikan angkutan kereta sebagai tulang punggung transportasi mass rapid transit (MRT) yang ada di kota Tokyo boleh jadi MRT yang paling bikin puyeng sedunia.
Jika melihat peta jalur MRT, maka akan terlihat tumpukan 12 jalur warna-warni yang begitu banyak, saling silang, dan layanannya mencapai ratusan kilometer. Menumpuknya jalur MRT itu karena Pemerintah Tokyo ingin agar setiap tempat bisa dijangkau oleh MRT.
Dengan demikian, warga akan meninggalkan mobilnya di rumah. Bahkan sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak membeli mobil.
Dengan naik MRT, mereka tidak perlu terjebak di kemacetan, tidak boros bensin, tidak perlu membayar pajak kendaraan, dan juga tidak berpartisipasi dalam polusi udara. Layanan angkutan kereta ini digunakan jutaan orang setiap hari untuk pergi ke dan pulang dari tempat kerja atau sekolah.
Mereka senang naik kereta karena terjaga kebersihannya dan ketepatan waktunya. Seorang penumpang bisa memperkirakan perjalanannya karena jadwal kereta tidak pernah meleset.
Dengan keberhasilan Jepang menjadikan kereta api sebagai tulang punggung transportasi, Presiden Amerika Serikat Barack Obama pun memutuskan untuk menjadikan kereta api sebagai basis transportasi antarkota di benua Amerika.
Obama telah mengusulkan pembangunan jalur kereta api sebesar 33 miliar poundsterling atau Rp 462 triliun untuk menghubungkan beberapa daerah perkotaan besar Amerika, seperti Chicago-St Louis, Orlando-Miami, dan Portland-Seattle.

Belum maksimal
Di Indonesia, pemerintah sebenarnya juga bisa menjadikan kereta api sebagai tulang punggung transportasi, apalagi jalur-jalur kereta itu sudah ada sejak lama. Di Jakarta, kereta api hanya memegang peran tiga persen dari 56 persen perjalanan yang menggunakan angkutan umum. Jumlah ini tentu saja sangat kecil dibanding potensi yang ada. Jika penggunaan kereta dioptimalkan, hal itu bisa mengurangi kemacetan di Jakarta secara nyata.
Saat ini di Jakarta tersedia beberapa jalur yang menghubungkan Jakarta dengan Bekasi, Bogor (Depok), Serpong, dan Tangerang. Jaringan kereta api Jabodetabek merupakan jaringan dengan mengikuti pola ring radial, suatu pola yang ideal untuk dikembangkan sebagai jaringan angkutan kota dengan satu ring (loop line) dan lima buah radial (Tangerang line, Serpong line, Bogor line, Bekasi line, dan Tanjung Priok).
Jaringan yang sebenarnya ideal ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini jumlah penumpang yang mampu diangkut dengan kereta hanya 325.000 orang per hari. Padahal, penumpang yang membutuhkan moda transportasi ini mencapai 700.000 per hari.
Akibatnya, penumpang berdesak-desakkan dan memilih membahayakan diri dengan naik ke atap kereta atau bergelantungan di badan kereta. Sekretaris Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Nugroho Indrio mengatakan, pemerintah pusat sudah berencana untuk merevitalisasi jalur-jalur kereta api yang ada.
”Ada sejumlah upaya yang akan kami lakukan, misalnya merevitalisasi jalur, pembangunan MRT, monorel, pembangunan double-double track Manggarai-Cikarang, pembangunan jalur ganda Serpong-Rangkasbitung, jalur ganda Duri-Tangerang, jalur kereta bandara, dan jaringan kereta api di Pasoso-Jakarta International Container Terminal.
Hal lain adalah dilakukannya pembenahan manajemen kereta, seperti menambah jumlah kereta, jarak kedatangan (headway) pada jam sibuk, dan pelayanan yang setara dengan kendaraan pribadi. Dengan demikian, orang mau meninggalkan kendaraannya di rumah untuk naik angkutan umum massal jarak sedang.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan, Dinas Perhubungan bekerja sama dengan Dewan Transportasi Kota Jakarta sedang berusaha meningkatkan kapasitas dan pelayanan Serpong line.
”Kami akan mengajak pihak swasta, seperti Bumi Serpong Damai, Bintaro, dan lainnya untuk berpartisipasi. Entah itu perbaikan stasiun, pembangunan sarana parkir, atau yang lainnya. Namun, hal itu tentu harus didukung oleh pemerintah pusat karena ini lintas provinsi,” kata Pristono.
Jika segala prasarana dan sarana kereta api dibenahi, tentu jumlah penumpang juga akan meningkat. Penumpang kereta nantinya ditargetkan mencapai 3 juta orang per hari. Kemacetan dan polusi yang selama ini lekat dengan kota Jakarta pun akan sirna.
Pasar untuk moda transportasi ini sudah cukup tersedia, tinggal komitmen bersama untuk membangun sistem transportasi kereta yang andal. Belum terlambat untuk berkaca pada Jepang.(M Clara Wresti)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/03/14/04212662/belum.terlambat.untuk.berkaca.pada.jepang
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar