Minggu, 06 Maret 2011
Jurus Campur Pecel Rawon Banyuwangi
 
               KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Nasi Pecel Rawon di RM Pecel Ayu, Kota Banyuwangi.
Pedasnya nasi pecel dan  sedapnya kuah rawon berpadu sempurna dalam satu piring. Itulah pecel  rawon Banyuwangi yang siap menggoyang lidah Anda.
Pecel rawon atau  rawon pecel menjadi makanan khas Banyuwangi, kabupaten di ujung paling  timur Pulau Jawa itu. Makanan ini mudah didapati mulai dari restoran  hingga warung-warung kaki lima dengan harga Rp 5.000 per porsi hingga Rp  10.000. Salah satu warung makan pecel rawon yang ternama adalah Rumah  Makan Pecel Ayu di Jalan Laksda Adisucipto 60, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pecel  rawon disajikan lengkap dengan menu lauk-pauknya. Jika Anda pesan  seporsi pecel rawon, akan datang sepiring nasi pecel yang berisi sayuran  rebus, seperti bayam, taoge, kacang panjang, dan sambal pecel, ditambah  kuah rawon. Pelengkapnya, udang goreng, empal sapi, ragi, paru goreng  kering, dan remukan rempeyek kacang.
Paduan sambal pecel dan kuah  rawonlah yang menjadi keistimewaan pecel rawon Ayu. Menurut Sulistyawati  (53), pemilik Rumah Makan Pecel Ayu, bumbu sambal pecel diracik  sendiri. Cabai yang digunakan pun hanya cabai rawit merah. Hasilnya,  walaupun dicampur dengan kuah rawon, rasa gurih kacang dan pedasnya  cabai tak kehilangan rasa.
Kuah rawon kaya dengan rasa rempah dan  kaldu. Rasa manis yang biasanya ada di kuah rawon tidak terasa dominan.  Hal inilah yang justru membuat paduan pecel dan kuah rawon menjadi pas  karena sebagian rasa manis sudah didapatkan dari guyuran sambal pecel.
”Tidak  ada bumbu yang rahasia, hanya bumbu rawon biasa, seperti keluwak, jahe,  kencur, kunir, dan daun jeruk,” kata Sulistyawati membeberkan resepnya.
Untuk  menghasilkan rawon beraroma rempah dan berasa gurih, berbagai macam  rempah itu dihaluskan, kemudian disangrai agar aroma sedap masing-masing  bumbu menyatu. Setelah disangrai, bumbu pun diperas dan hanya air  perasan yang dipakai untuk bahan memasak. Air perasan bumbu itu kemudian  dicampur dengan air kaldu hasil rebusan daging sapi dan paru.
Di  Pecel Ayu, pecel rawon dihidangkan tanpa daging rawon, kecuali ada  permintaan. Adapun paru, diiris tipis dan digoreng kering sebagai lauk  pelengkap pecel rawon. Peyek udang, peyek kacang, ragi kelapa, ataupun  sambal menemani hidangan pecel rawon.
Dalam setiap penyajian,  Sulistyawati tidak sembarangan meracik pecel rawon. Ia selalu meracik  dengan urutan tertentu. Piring ia isi dengan nasi dan sayur rebus  terlebih dulu. Setelah itu, nasi sayur ia guyur dengan kuah rawon. Baru  kemudian dia menambahkan sambal pecel sebagai topping. Menurut dia,  dengan penyajian berurutan seperti itu, gurih dan pedasnya sambal pecel  tetap terasa.
Khusnul Khotimah (39), pelanggan Pecel Ayu selama 17  tahun, mengakui, paduan pecel dan rawon jauh lebih enak dibandingkan  makan pecel saja atau rawon saja.
Berkembang pesat
Sajian  pecel rawon sudah umum di Banyuwangi. Namun, Sulistyawati memastikan  pada tahun 1975 hidangan pecel rawon belum pernah ia jumpai. Perempuan  asli Banyuwangi ini mengawali berjualan pecel rawon pada tahun 1988  dengan gerobak di pinggir jalan kawasan Singomatan, Kota Banyuwangi.  Saat itu sudah banyak penjual pecel rawon dari kelas kaki lima hingga  restoran.
Ketika Sulistyawati mulai berjualan dengan gerobak di  pinggir jalan kawasan Singomatan pada tahun 1988, pecel rawon sudah  populer. Sulistyawati beruntung saat itu memiliki seorang pembantu yang  pintar memasak, yakni almarhum Sumini. Dari Sumini-lah, Sulistyawati  mempelajari resep rawon dicampur pecel. ”Beliau yang mengajari saya cara  memasak pecel rawon dengan sedap.”
Rumah makan Sulistyawati terus  berkembang. Setelah enam tahun berjualan di pinggir jalan, pada tahun  1994 Sulistyawati mengontrak sebuah rumah di dekat Kantor Pemerintah  Daerah Banyuwangi. Usaha berkembang pesat dan pada tahun 1997  Sulistyawati mampu membeli rumah di Jalan Adisucipto yang menjadi lokasi  usahanya hingga kini.
Rumah Makan Pecel Ayu yang kini ia tempati  awalnya hanya sebesar ruang tamu dan ruang tengah, tetapi kian hari kian  berkembang setelah ia membeli rumah sebelah warungnya. Kini sisi utara  yang berupa teras pun diisi dengan kursi dan meja makan. Jika dulu  Sulistyawati bekerja dengan dua karyawan, kini ia dibantu 11 karyawan.
Ia  membuka warung dari pukul 07.00 hingga pukul 21.00. Hanya pada Lebaran  warungnya tutup selama sepekan. Warung itu pun tak pernah sepi. Jumlah  pembeli diperkirakan mencapai 400 hingga 600 orang per hari. ”Sulit  mengukur berapa kebutuhan bahan baku harian. Yang jelas, dalam sehari  saya harus berbelanja sekitar 30 kg daging, udang, dan paru,” katanya. 
Harga  yang murah menjadi daya tarik dari rumah makan ini. Untuk satu porsi  pecel rawon komplet dengan berbagai lauknya, Henny (21), mahasiswa  universitas swasta di Banyuwangi, hanya merogoh kocek Rp 9.000 per  porsi. Porsinya pun pas, tidak terlalu banyak, tapi juga tak sedikit.  ”Yang jelas, saya selalu habis satu piring,” kata Henny. Untuk minuman,  Rumah Makan Pecel Ayu mempunyai menu es dawet dan es campur. Kedua  minuman itu menjadi minuman favorit para pembeli di Pecel Ayu,  bersanding dengan hangatnya pecel rawon. Mantap. (ROW/NIT/ANO)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar