Minggu, 07 Februari 2010

haa iki nggowes keliling donya

sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/06/02535629/yepes..bersepeda..untuk.anak.telantar.

Yepes, Bersepeda untuk Anak Telantar
Sabtu, 6 Februari 2010 | 02:53 WIB
Oleh Yulvianus Harjono
Jose Guillermo Yepes nekat berkeliling dunia dengan bersepeda. Dia melakukan hal ”gila” itu untuk mengetuk solidaritas warga dunia agar peduli terhadap anak-anak telantar. Belum lama ini, pria asal Spanyol itu singgah di Bandung dalam perjalanannya melintasi Indonesia. 
Sepekan sebelumnya, Yepes berhasil bersepeda menempuh 5.000 kilometer di Australia, yaitu dari Sydney di bagian tenggara hingga ke Darwin di utara benua ini.
Namun, Yepes tidak sempat mencicipi banyak kondisi jalan di kota-kota yang ada di Indonesia. Ia hanya menggowes berkeliling Bali, Bandung, dan Semarang. Mepetnya waktu membuat Yepes harus segera kembali ke Spanyol untuk merayakan Natal bersama keluarganya.
Sejak dimulai tahun 2007, ia telah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan melintasi tiga benua, yaitu Eropa, Asia, dan Oceania (Australia). ”Tiap setahun, satu benua yang dilintasi,” ujar pria kelahiran Navacarros, Salamanca, Spanyol, ini.
Yepes menargetkan, pada tahun 2012 dia akan menyelesaikan penjelajahan ke Amerika dan Afrika, dua benua tersisa yang belum dilewatinya dengan sepeda. Hingga tiga tahun melakukan perjalanan, berdasarkan catatannya, Yepes setidaknya sudah menempuh 17.500 kilometer di tiga benua itu.
”Ini semua saya lakukan untuk menggalang solidaritas bagi anak-anak telantar yang ditampung di SOS Children’s Village,” tuturnya. SOS Children’s Village merupakan sebuah lembaga nonpemerintah yang memberikan pengasuhan berbasis keluarga kepada anak-anak telantar atau yatim piatu.
Lembaga yang didirikan Hermann Gmeiner, dermawan asal Austria, ini sekarang memiliki perwakilan di 132 negara di dunia, termasuk Indonesia. Di banyak negara, lembaga ini disebut pula dengan nama SOS-Kinderdorf. Lembaga ini dipilih Yepes untuk merealisasikan misi sosialnya semata demi alasan yang praktis, karena mereka memiliki jaringan luas di dunia.
Satu kilometer, satu euro
Pria yang sehari-harinya berprofesi sebagai pengacara bidang hak atas kekayaan intelektual ini lalu mengenalkan semboyan ”Satu Kilometer, Satu Euro”. Ia berharap, semakin panjang perjalanan yang dia tempuh dengan sepeda, akan semakin banyak pula sumbangan yang terkumpul.
Dana itu dijanjikan perusahaan dan lembaga sponsor kegiatan. Namun, tidak tertutup kemungkinan perseorangan yang bersimpati terhadap upayanya juga ikut menyumbang.
Untuk itu, dia menyiapkan nomor rekening yang disertakan bersama di situsnya www.rutasolidaria.es, sekaligus memuat pengalaman perjalanannya. Dana terkumpul setidaknya telah mencapai 17.500 euro. Sebagian dana itu dibelikan sepeda untuk diserahkan kepada anak-anak asuh yang berada di SOS Children’s Village di kota-kota atau negara yang dikunjunginya.
Akhir tahun lalu, misalnya, Yepes menyerahkan 15 sepeda kepada SOS Desa Taruna Lembang, Bandung. Selain sepeda, ia juga menyerahkan bantuan uang tunai 4.000 euro untuk membantu biaya operasional lembaga ini. Hal yang sama juga dilakukannya di Semarang dan Bali.
”Bagi anak-anak ini, apa yang saya berikan bisa jadi adalah hadiah yang berharga. Tetapi, bagi saya, senyum dan keceriaan mereka ketika menerima pemberian itu adalah sebuah pemberian yang jauh lebih berharga,” ungkap pencinta anak-anak kecil itu.
Persoalan anak
Dalam perjalanannya berkeliling ke Eropa, Asia, dan Australia, Yepes menemukan banyak persoalan menyedihkan yang dialami anak-anak usia dini. Sebagai contoh, anak-anak usia dini yang terpaksa dipekerjakan oleh orangtua mereka. Hak-hak pendidikan mereka pun terabaikan. Kebahagiaan masa kecil mereka terampas.
”Ini sering saya jumpai di negara-negara di Asia. Ya, macam Thailand, China, dan Kamboja. Mereka (anak-anak) ini memerlukan pertolongan dari kita. Sungguh disayangkan, kita tidak bisa berbuat banyak untuk mereka,” tuturnya. Lebih ironis, tidak sedikit di antara mereka yang diperjualbelikan (trafficking).
Untuk itu, ia memberikan apresiasi dan pujian terhadap keberadaan lembaga-lembaga nonpemerintah atau yayasan semacam SOS Children’s Village yang memiliki perhatian terhadap anak-anak yang terabaikan. Tanpa adanya lembaga macam ini, tentu akan lebih banyak anak-anak yang menderita di jalanan.
Di SOS Children’s Village, anak-anak yatim piatu yang tidak lagi memiliki keluarga ditampung dan dibesarkan. Di sana mereka tidak hanya mendapatkan tempat tinggal dan makanan, tetapi juga bekal keterampilan dan yang paling penting, yaitu kehangatan keluarga.
Cuaca ekstrem
Selama melakukan perjalanan panjang berkeliling dunia, Yepes tak sedikit menghadapi tantangan, terutama dari segi cuaca dan kondisi jalan. Di Australia, misalnya, jalan yang membelah gurun merupakan salah satu tantangan terberat. Di tempat itu, suhu pada siang hari dapat mencapai 40 derajat celsius.
”Saya pun sampai beberapa kali dehidrasi dan nyaris pingsan karena kekurangan bekal air. Untungnya, itu dapat dilewati,” ujar lajang yang ingin mengadopsi anak-anak telantar itu. Pengalaman di Australia ini akan sangat membantu dia menjelajahi Afrika—yang kondisi cuacanya jauh lebih ekstrem—pada 2010 ini.
Dalam perjalanan selama dua bulan itu, Jose lebih banyak membawa bekal berupa buah-buahan segar, seperti apel, ketimbang makanan lainnya. Buah-buahan memiliki kandungan air, vitamin, gizi, dan mineral sekaligus sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Sebaliknya, saat melakukan perjalanan sejauh 5.000 kilometer dari Spanyol ke Moskwa, ia menghadapi cuaca dingin dan bersalju. ”Salju tebal dan suhu mencapai minus 8 derajat celsius. Sampai-sampai, ban sepeda saya pun tenggelam di jalanan bersalju. Sulit sekali dilewati,” ungkapnya.
Yepes tidak perlu khawatir harus tidur di mana selama dalam perjalanan. Dia membawa tenda kecil, kantong tidur, dan jas hujan yang dikemas di pannier (tas) yang menempel di sepeda.
Bak pahlawan
Menurut Yepes, menggowes sepeda berkeliling dunia jauh lebih mengasyikkan daripada menggunakan moda transportasi lain. ”Kalau naik mobil, kita sulit menikmati pemandangan, merasakan hangatnya matahari,” ujarnya.
Dengan bersepeda—yang terpenting—ia pun tidak pernah merasakan kesepian. Di banyak kota ataupun negara, ia selalu disambut dengan hangat. Foto-foto mengenai kehangatan persaudaraan penggowes tergambar di situsnya.
Seperti ketika singgah di Bandung, puluhan penggemar olahraga sepeda ataupun pesepeda dari berbagai komunitas antusias menyambut kedatangan Yepes. Mereka mengawal Yepes layaknya seorang pahlawan gerakan kemanusiaan yang memberikan teladan bagi sesama.
JOSE GUILLERMO YEPES
• Lahir: Navacarros, Salamanca, Spanyol, 28 April 1968
• Pekerjaan: - Pengacara - Pengajar seluncur es
• Pendidikan: University of Salamanca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar