Selasa, 23 Februari 2010

haa silat politik

sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/02/23/362582/tk-ungkap-dendam-politik-mega-terhadap-sby-%5B1%5D/
Politik
23/02/2010 - 12:09

TK Ungkap 'Dendam Politik' Mega terhadap SBY [1]
Derek Manangka
INILAH.COM, Jakarta - Masalah dendam, khususnya 'dendam politik', tiba-tiba menjadi salah satu topik bahasan yang secara sengaja diangkat oleh Ketua MPR-RI, Taufiq Kiemas (TK). Senin (22/2) sore, tatkala sembilan fraksi di DPR sibuk menyiapkan kata akhir mereka tentang Skandal Bank Century, TK pun secara marathon sibuk menerima tamu.
Di antara sekian banyak panggilan telepon sore itu, telepon terpenting berasal dari isterinya, Megawati Soekarnoputri, ketua umum DPP PDI-P. “Yah, bagaimana, Yang (sayang-red)," begitu TK menyapa isterinya di ujung telepon.
Ketika menerima telpon dari Mega, TK tidak beranjak dari kursinya ataupun meminta tamu-tamunya untuk menjauh. Padahal materi yang dibicarakan TK dan Mega sebetulnya dapat dikategorikan sangat rahasia. Sebab mereka berbicara soal masalah kebijakan politik yang dapat mempengaruhi masa depan Indonesia, khususnya nasib Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Dari pembicaraan mereka, ada kesan TK sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI-P, sedang dimintai masukan oleh ketua umum, bagaimana seharusnya pandangan partai berlambang kepala banteng itu menyikapi Skandal Bank Century. Sikap PDI-P sebagai partai oposisi cukup penting dalam perimbangan dan keseimbangan politik.
Sikap TK soal dalam skandal Bank Century begitu pula telepon isterinya sore itu memiliki makna politik yang penting. Sebab dari segi momentum, hari itu merupakan waktu dimana setiap partai harus menyatukan sikap. Sementara sikap TK sebagai anggota senior partai, belakangan ini TK terkesan berbeda dengan mayoritas anggota PDI-P. TK lebih membela Presiden SBY. Padahal telah menjadi rahasia umum, isterinya sudah lebih dari lima tahun menyimpan 'dendam' terhadap Presiden SBY.
Pandangan TK soal kata akhir Fraksi PDI-P dalam Pansus Bank Century juga tidak akan menjadi perbincangan apabila sejak awal TK sejalan dengan para inisiator Hak Angket Bank Century. Sekitar empat bulan lalu ketika pembentukan Pansus Hak Angket Bank Century sedang digalang, sejak awal TK sudah memperlihatkan sikap berbeda.
Saat para anggota Fraksi PDI-P yang menjadi inisiator pembentukan pansus perlu dukungan para anggota DPR RI, TK secara terbuka menghindar untuk membubuhkan tanda tangannya. Sikap TK seperti itu membingungkan sekaligus menimbulkan pertanyaan. Sebab tidak secara eksplisit ia menentang inisiatif anggota fraksi PDI-P, akan tetapi tidak secara implisit pula ia mendukung pembentukan pansus.
Dalam perjalanannya, sepanjang sidang-sidang pansus, banyak isu politik terkuak. Di antaranya soal kemungkinan terlibatnya Presiden SBY dalam pengambilan keputusan bail out Bank Century. Dari situ muncul pula wacana tentang kemungkinan terjadinya pemakzulan terhadap Presiden.
Namun di saat orang sedang menyoroti Presiden SBY dan SBY tampak mulai 'terganggu' oleh suara-suara dari pansus, TK lalu melakukan manuver. Atas inisiatifnya, ia undang para ketua dari lembaga-lembaga tinggi negara untuk bertemu dengan Presiden SBY di Istana Bogor. Pada forum itu, TK selaku Ketua MPR memberi jaminan kepada Presiden SBY bahwa tidak akan ada pemakzulan.
TK punya alasan. Selain pemakzulan memerlukan ongkos (politik) yang mahal – sehingga harus dicegah, yang harus dihindari adalah terbentuknya budaya pemakzulan dalam sistem politik Indonesia. Kalau sampai SBY dimakzulkan itu berarti sejarah Indonesia akan mencatat bahwa hingga presiden keenam, semua Presiden RI turun dari kekuasaan karena pemakzulan, kecuali isterinya.
TK kuatir, setiap presiden yang dimakzulkan, pasti akan membuatnya punya dendam terhadap yang memakzulkannya. Pada akhirnya terjadi 'perang dingin' yang disebabkan dendam. Artinya politisi Indonesia sekarang ini sedang membangun dan memelihara dendam politik. Sehubungan dengan itu, TK justru ingin menjadikan skandal Bank Century sebagai 'pintu masuk' untuk menghapus dendam.
Pandangan PDI-P dalam kata akhir harus disusun berdasarkan pemikiran konstruktif. Bukan untuk menunjukan bahwa sebagai partai oposisi, PDI-P harus selalu 'berbeda'. Bukan pula karena 'ada dendam di antara kita'.
TK seperti menentang arus. Karena di saat mayoritas fraksi setuju penyebutan nama pejabat yang bersalah dalam penalangan bank swasta itu, TK tidak sependapat. Menurut TK kalau sebut nama, harus semua nama yang dipanggil oleh Pansus. Lalu siapa yang bersalah di antara mereka, biarkan polisi dan kejaksaan yang akan menentukan.
Adakah TK sedang bermain api politik atau sudah melakukan tawar menawar secara diam-diam dengan SBY, Seperti yang dirumorkan bahwa kalau terjadi perombakan kabinet, Presiden SBY akan memberi jatah kursi menteri kepada PDI-P sebanyak enam orang? [bersambung/mor]
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar