Selasa, 23 Februari 2010

haa silat politik II

sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/02/23/362601/tk-bicara-dendam-politik-mega-terhadap-sby-%5B2-tamat%5D/
Politik
23/02/2010 - 15:16

TK Bicara 'Dendam Politik' Mega terhadap SBY [2-Tamat]
Derek Manangka
SBY-Megawati
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Bagi Taufiq Kiemas, ia hanya ingin mengingatkan bahwa PDI-P merupakan satu-satunya partai yang ideologinya adalah meneruskan cita-cita perjuangan proklamator dan presiden pertama RI, Ir Soekarno atau Bung Karno. Bung Karno sebagai lebih mementingkan persatuan ketimbang pertentangan politik.
TK juga berpandangan bahwa seorang presiden hanya mungkin bisa memimpin dan membangun bangsa kalau kondisi politik cukup kondusif.
Di mata TK, almarhum mertuanya itu memiliki sejumlah karakter positif yang patut ditiru. Selain mengedepankan kepentingan nasional di atas segala-galanya, Bung Karno, tidak punya sifat mendendam.
Bung Karno yang dipenjara beberapa kali oleh penjajah Belanda, toh tidak punya dendam sama sekali terhadap Belanda. Bung Karno pada 1950-an nyaris terbunuh ketika berkunjung ke sekolah anaknya di Cikini, Jakarta Pusat. Yang ditenggarai sebagai otak dari usaha pembunuhan itu adalah Kolonel Zulfkifli Lubis, tokoh intelijen Indonesia. Terhadap Lubis, Bung Karno tidak menyimpan dendam.
Di periode yang sama 1950-an, Kolonel Abdul Haris Nasution pernah 'menodong' Presiden Soekarno. Nasution datang ke Istana dengan panser dan sejumlah pasukan. Ia minta Soekarno mengundurkan diri. Lagi-lagi Bung Karno tidak mendendam kepada Nasution.
Secara tersirat TK hendak membangun opini bahwa tidak patut, tidak santun dan tidak beralasan, kalau tiba-tiba melalui pansus Bank Century muncul sebuah huru-hara politik baru. Jadi kalau PDI-P masih ingin disebut sebagai partai yang sama ideologinya dengan Bung Karno, maka sifat-sifat pendendam dan mendendam harus dihapus dari sikap hidup sehari-hari para anggota dan politisi PDI-P.
Masalah 'dendam politik' memang merupakan salah satu persoalan bangsa yang yang dirisaukan Taufiq Kiemas (TK). Apalagi persoalan 'dendam pribadi' isterinya, Megawati Soekarnoputri, terhadap Presiden SBY. Dendam isterinya terhadap SBY merupakan persoalan yang tidak bisa disembunyikan lagi dari mata publik.
Pada 2009, saat Mega dan SBY bersama para calon presiden dan calon wakil presiden RI bertemu di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), hadirnya perasaan dendam itu tak bisa disembunyuikan. Saat itu Megawati dan SBY diperkirakan akan bertemu dan bersalaman setelah hampir lima tahun sejak Pilpres 2004 tidak saling menyapa. Tapi lewat siaran langsung oleh media televisi, Megawati terlihat sepertinya sengaja menghindar untuk bersalaman dengan SBY. Padahal bahasa tubuh yang diperlihatkan SBY, ia bermaksud menyalami bekas 'bos'-nya tersebut. SBY pernah menjadi Menko Polkam di Kabinet Presiden Megawati.
Dendam Mega itu merupakan sisa-sisa kekecewaannya yang merasa dikhianati SBY pada 2004. Tetapi yang dirisaukan TK tampaknya berkelanjutannya sebuah dendam. Dendam Megawati terhadap SBY makin lama, makin kabur dan makin tidak beralasan.
Dendam politik itu dipelihara, ia akan merembet ke bawah. Ya, mulai dari anggota partai yang resmi menjadi wakil rakyat di parlemen maupun para konstituen yang tidak bisa dilihat secara kasat mata.
Bisa terjadi, PDI-P dan Partai Demokrat seolah diadu. Padahal secara ideologi kedua partai, memiliki ideologi yang sama, yakni pendukung pluralisme dan Pancasila 1 Juni 1945.
Ironisnya di setiap forum, di setiap arena, kedua partai dengan anggotanya masing-masing yang berjumlah puluhan juta manusia, terus diantagoniskan.
Dendam antarpemimpin tidak boleh ada. Negara atau bangsa yang punya rakyat dan pemimpin yang saling mendendam akan berujung pada kehancuran.
"Benang dan benalu dendam ini harus saya gunting," ungkap TK sambil mengingatkan itulah salah satu contoh sikap yang dia ambil ketika mengincar Ketua MPR-RI tahun lalu.
"Kalau saya punya dendam, saya tidak akan dipilih oleh fraksi-fraksi dan DPD untuk jadi Ketua MPR. Karena saya terpilih secara aklamasi, suasana harmonis dan persatuan di pimpinan MPR sangat kuat. Ini yang ingin kami tularkan kepada bangsa. Sudah lebih dari 10 tahun bangsa kita terus berkelahi”, ujarnya.
Kamis 25 Pebruari 2010 ini, TK bersama para Wakil Ketua MPR dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden SBY. Apa dan bagaimana hasil pertemuan itu, menarik diikuti. Sebab bukan saja momentumnya menjadi penting, tetapi belakangan ini komunikasi antara lembaga MPR dan lembaga kepresidenan terasa sangat intens.
Selain itu sekalipun pimpinan MPR bukan pimpinan DPR, tetapi pimpinan MPR juga merefleksikan perwakilan kekuatan politik nasional. Sehingga bisa saja TK dan pimpinan MPR lainnya melakukan prakondisi terhadap apa yang akan diputuskan oleh Sidang Paripurna DPR tentang hasil kerja Pansus Bank Century yang rencananya digelar 2 Maret 2010.
Masih atau sudah tidak ada lagi dendam politik dalam kehidupan politik nasional juga bisa diteropong melalui kegiatan politik dalam satu pekan ke depan ini. [mor]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar