Senin, 22 Februari 2010

haa jane negerane dewe ki ono ora to?

sumber : http://inilah.com/news/read/galeri-opini/2010/02/22/359241/maaf-numpang-tanya-pemerintah-ada-atau-tidak/
Galeri Opini

22/02/2010 - 05:57
Maaf Numpang Tanya, Pemerintah Ada atau Tidak?
Nyoman Brahmandita
INILAH.COM, Jakarta - Beberapa pekan terakhir, semakin banyak saja berita-berita di media yang membingungkan. Bukan karena kebijakan redaksi yang membuat bingung. Tapi lebih ke substansi berita-berita itu yang membingungkan.
Substansi berita-berita itu lebih mencerminkan ketidakjelasan kebijakan publik yang diambil masing-masing menteri dan menimbulkan polemik. Bahkan kebijakan yang tidak jelas ujung pangkalnya, akhirnya menjadi blunder memalukan.
Tengok saja perkembangan proses renegosiasi yang dijalankan menteri perdagangan terkait implementasi perdagangan bebas Asean-China (ACFTA). Sampai saat ini tidak ada kejelasan sudah sampai pada tahap apa renegosiasi yang telah dijalankan.
Jangankan bicara soal hasil renegosiasinya, prosesnya saja sudah sangat tertutup. Bahkan di antara sesama menteri yang terkait urusan renegosiasi itu pun saling tidak paham prosesnya sudah sampai di mana. Seolah prosesnya begitu gelap, berliku, dan tak berujung.
Tidaklah mengherankan bila para anggota DPR pun merasa penasaran dan kesal. Para politisi yang berkantor di Senayan itu pun sepakat memanggil lima orang menteri untuk meminta penjelasan mengenai duduk perkaranya.
Ada lagi yang tidak jelas ujung pangkalnya. Program food estate yang digembar-gemborkan sebagai proyek besar dan strategis dalam menjaga kedaulatan pangan, ternyata banyak bolongnya.
Konsepnya yang masih sangat mentah, ditambah persiapan ala kadarnya, justru menimbulkan cibiran dari masyarakat. Konsep ini pun dipandang sekedar proyek kejar tayang pencitraan belaka.
Betapa tidak, ternyata sampai sekarang proyek yang katanya bakal meliputi areal seluas 1,6 juta hektar itu ternyata belum jelas benar soal kebijakan pertanahannya. Belum lagi bicara soal kesiapan infrastruktur, koordinasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai paket insentif menarik minat investor agar menanamkan modalnya di lahan seluas itu.
Terbaru serta tak kalah konyolnya adalah soal kebijakan insentif tax holiday. Kata beberapa menteri yang pro insentif ini, tax holiday diharapkan mampu merangsang minat investasi swasta khususnya di wilayah Indonesia Timur, termasuk di kawasan food estate.
Tetapi tiba-tiba, seorang pejabat eselon satu yang batal dilantik menjadi wakil menteri, mementahkan rencana kebijakan insentif perpajakan itu. Alasannya, insentif tax holiday tidak dikenal dalam sistem perpajakan Indonesia. Jadi, tax holiday dianggap sebagai kebijakan haram.
Padahal, kalau memang tax holiday dinilai lebih banyak memberikan manfaat bagi public secara umum dibandingkan mudaratnya, maka seharusnya undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini bisa saja diubah.
Toh undang-undang dasar saja bisa diamendemen. Kenapa pula undang-undang dan peraturan yang secara hirarkis berada di bawah konstitusi dasar negara ini tidak bisa diubah?
Lebih lucu lagi, ada kebijakan menteri yang coba-coba mengatur informasi melalui internet. Rancangan peraturan menteri tentang konten internet malah menjadi blunder dan justru mempermalukan sang menteri itu sendiri. Pasalnya rancangan peraturan itu disusun tanpa diketahui menterinya.
Sang presiden yang tersinggung karena merasa kecolongan dan dilangkahi tanpa permisi, langsung menegur menteri yang hiperaktif itu. Rupanya, pak menteri belum cukup belajar banyak dari kasus rancangan peraturan pemerintah mengenai penyadapan, yang akhirnya ditarik kembali dari pembahasan setelah terlanjur menimbulkan polemik berkepanjangan.
Masih ada lagi satu kebijakan yang kini tengah ramai diperdebatkan yaitu soal rencana pemidanaan para pelaku nikah siri. Perdebatan ini muncul ketika pemerintah mencoba menarik sesuatu yang sebenarnya merupakan domain agama, kemudian menjadi domain negara.
Karena coba ditarik menjadi domain negara, maka pemerintah merasa cukup berhak mengaturnya secara pidana. Padahal dalam domain agama, pernikahan siri bukan merupakan suatu tindak pidana.
Justru hal yang sangat penting bagi kelangsungan negara bangsa ini seolah tidak pernah tersentuh oleh kebijakan publik. Soal perlindungan anak-anak jalanan, anak terlantar dan hak-hak sosial ekonomi para fakir miskin, misalnya, belum pernah ada kebijakan publik yang menyentuhnya secara final dan menyeluruh. Padahal dua soal itu nyata-nyata telah diamanatkan dalam UUD 1945.
Berbagai kebijakan publik yang sangat membingungkan itu, justru memperburuk citra pemerintahan. Sangat transparan terlihat bahwa berbagai kebijakan publik yang disusun pemerintah ternyata tidak memiliki arah yang jelas. Mau dibawa ke mana perekonomian negara ini tidaklah jelas. Juga tidak jelas akan dikemanakan kehidupan sosial masyarakat.
Sesuatu yang seharusnya tidak perlu diatur-atur, dipaksakan untuk diatur. Sebaliknya sesuatu yang sangat perlu diatur malah dibiarkan terjadi begitu saja. Kalau sudah seperti ini jangan salahkan rakyat kalau ada di antara mereka yang bertanya, “Pemerintah sebenarnya ada atau gak ada?” [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar