Jumat, 05 November 2010

haa iki Bingungnya Mencari Pemimpin Penanggulangan Bencana

Besok Butuh "Tokoh" Bencana Nasional
Jumat, 5 November 2010 | 06:15 WIB
Oleh HENDRA KUSUMA WAHYU HARDANI 


Belum usai tanggap darurat akibat banjir di Wasior, dalam waktu hampir bersamaan, tsunami menghancurkan Kepulauan Mentawai dan letusan Gunung Merapi meluluhlantakkan sejumlah desa di Sleman. Seakan belum belajar dari beberapa bencana sebelumnya, manajemen penanggulangan bencana nasional masih semrawut. Transportasi, distribusi bantuan, kesiapan tempat pengungsian belum terkoordinasi. Pihak-pihak yang didaulat mengkoordinasi dan memberikan informasi bencana saling lempar tanggung jawab.
”Kami telah melakukan segalanya semaksimal mungkin sesuai prosedur yang diatur undang-undang”. Tak ada pemimpin, tak ada tokoh, semua pihak berjalan berdasar aturan formal.
Bencana tidak akan menunggu kesiapan kita. Ketika ia datang, sesegera mungkin tim tanggap bencana dibentuk. Namun, sesuai undang-undang, koordinator tanggap bencana harus dipilih dengan aturan bertele-tele. Untuk mencari tokoh yang sesuai saja bukan hal mudah, ditambah birokrasi bertele-tele, lengkap sudah penderitaan korban bencana.
Masalah klasik yang dihadapi adalah distribusi bantuan. Aliran bantuan yang terus berdatangan dari berbagai pihak tidak dapat menjangkau daerah bencana karena masalah transportasi. Akhirnya bantuan menumpuk sehingga berpotensi terjadi penyelewengan. Besarnya jumlah bantuan hanya ter-spread out sia-sia, tidak mencapai sasaran. Taruhlah misalnya distribusi bantuan tsunami Mentawai. Ratusan bahkan ribuan kilogram bantuan hanya menumpuk di Padang karena tidak dapat terdistribusi.
Mengapa tidak memanfaatkan fasilitas militer yang lengkap dan dapat menjangkau daerah terpencil? Lagi-lagi ketiadaan tokoh nasional menjadi kendala. Koordinator tanggap bencana yang notabene hanya pejabat lokal tidak memiliki otoritas untuk ”memerintahkan” pejabat militer. Haruskah menunggu titah presiden untuk menjalankan setiap langkah? Bukankah presiden juga memiliki tanggung jawab lain. Lalu bagaimana nasib korban bencana?
Bencana yang melanda Indonesia selayaknya perang besar. Butuh ”jenderal” yang memimpin setiap langkah strategis penanggulangan bencana. Seorang ahli yang hanya fokus menyusun rencana dan mengkoordinasi bantuan. Koordinator ini akan menyatukan berbagai elemen sukarelawan baik militer, PMI, SAR, hingga sipil. Dibutuhkan pula agenda day by day yang rinci agar perkembangan dapat dimonitor dan sasaran pun tercapai. Melalui koordinasi dengan TNI, proses distribusi dapat dilakukan dengan fasilitas yang lebih memadai. Penumpukan bantuan tidak terjadi dan meminimalkan terjadinya penyelewengan bantuan.
Koordinasi yang tersentral ini juga dapat mencegah kegiatan politis dengan dalih bantuan bencana. Fakta di lapangan menunjukkan adanya beberapa parpol yang membagikan bantuan dengan embel-embel, bendera, dan panji-panji politik. Setiap pihak yang akan memberikan bantuan harus melalui satu jalur yang terpantau rapi.


Sejauh ini, informasi perkembangan bantuan bencana belum jelas. Tidak ada pihak yang berani memastikannya. Di sinilah peran lain pemimpin nasional penanggulangan bencana. Tugasnya memberikan informasi valid mengenai segala hal terkait bencana.
Sejatinya negeri ini butuh pemimpin terampil yang mampu mengkoordinasi segala hal termasuk bencana, pemimpin yang dihargai dan dihormati rakyatnya. Ketiadaan pemimpin bisa terlihat dari kocar-kacirnya sistem. Penanggulangan bencana nasional contohnya.
HENDRA KUSUMA WAHYU HARDANI Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/11/05/06154165/besok.butuh.tokoh.bencana.nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar