Senin, 21 Februari 2011

haa iki Catatan Agus Pambagio

Senin, 21/02/2011 08:53 WIB
Catatan Agus Pambagio
Bapak Presiden, Bolehkah Saya Bertanya? 
Agus Pambagio - detikNews



Jakarta - (Surat untuk Presiden SBY)

Bapak Presiden SBY yang sangat saya hormati, sudah sejak awal tahun 2011 ini saya semakin tidak memahami tugas dari masing-masing kementerian di lingkungan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang Bapak pimpin. Selain persoalan koordinasi yang semakin tidak jelas, munculnya banyak Satuan Tugas selain (menurut saya) membebani anggaran negara, juga membuat rakyat seperti saya ini semakin bingung dan bertanya: mau dibawa ke mana sebenarnya negara ini?

Bapak Presiden SBY yang sangat saya hormati, persoalan yang membuat saya sama sekali tidak paham adalah munculnya berbagai kebijakan para menteri yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan energi di Republik ini. Untuk itu izinkan saya bertanya langsung kepada Bapak Presiden tentang beberapa hal di bawah ini:

Pertama terkait dengan pembangunan listrik 10.000 MW tahap I, yang dibangun atas bantuan Pemerintah China, menurut Menteri ESDM sampai hari ini sudah selesai 20%. Apakah betul demikian Bapak Presiden? Setahu saya baru 2 pembangkit dalam program 10.000 MW tahap I yang  beroperasi (mohon maaf kalau salah), yaitu PLTU Labuan dan PLTU Rembang. Itu pun sering terhenti karena muncul masalah.

Kemudian apa betul proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap I ini menggunakan batubara, sebagai energi primernya, yang harus diimpor dari China? Mengapa tidak bisa menggunakan batubara yang ada di Indonesia? Apa betul sebagai penyandang dana, China patut diduga sengaja menggunakan pembangkit yang hanya bisa dihidupkan dengan batubara asal China? Sehingga Indonesia akan terus bergantung pada impor batubara dari China jika semua PLTU program 10.000 MW tahap I beroperasi? Kalau ini benar seharusnya Bapak Presiden bisa mengambil tindakan tegas, bukan?

Kedua, apa benar berbagai proyek pembangunan infrastruktur transportasi yang menggunakan dana pinjaman dan perjanjian pinjaman dananya (loan agreement) sudah ditandatangani, harus ditunda atau bahkan dibatalkan karena Menteri Keuangan minta agar studi kelayakan (feasibility study) proyek dikaji kembali? Misalnya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Ini berakibat para Dirjen tidak berani bertindak untuk proses penyerapan pinjamannya. Begitu pula untuk proyek-proyek lainnya, seperti pembangunan Kereta Bandara Soekarno-Hatta dan sebagainya.

Kalau boleh, sebagai rakyat yang awam akan seluk beluk pembiayaan proyek infrastruktur ingin bertanya pada Bapak Presiden SBY yang sangat saya hormati: apa dasar dan pertimbangan Bapak SBY mengangkat seorang Menteri Keuangan? Saya sebagai rakyat biasa merasa heran. Apakah karena beliau seorang mantan banker maka semua proyek yang menggunakan dana APBN harus dikaji ulang studi kelayakannya meskipun telah dibuat dan disetujui sebelumnya?

Kalau loan agreementnya sudah ditandatangani dan proyek sudah berjalan, apakah proyeknya harus dihentikan karena menunggu kajian studi kelayakan yang baru? Apalagi sampai hari ini koordinasi antara Menteri Pemuda dan Olah Raga dan Gubernur DKI Jakarta terkait dengan pengalihan stadion sepak bola Lebak Bulus untuk depo MRT belum beres.

Setahu saya dan hampir semua masyakat Jakarta sudah paham bahwa fasilitas MRT tahap I akan selesai dan dapat digunakan pada bulan Nopember 2016. Begitu pula kereta api ke bandara Soekarno-Hatta sudah harus ada kemarin. Kalau pada kesempatan rapat koordinasi di kantor Wapres, Menteri Keuangan masih mempertanyakan dan minta dibuatkan studi kelayakan baru, rasanya beliau bukan seorang Menteri Keuangan yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat.

Mohon maaf Bapak Presiden, ini pendapat saya pribadi yang kurang paham atas birokrasi dan persoalan pembiayaan proyek investasi. Ketiga, apakah benar kalau kebutuhan gas untuk PLTGU Muara Tawar milik PT PLN dikorbankan oleh Badan Pengelola (BP) Migas demi meningkatkan produksi minyak di lapangan Duri milik PT Chevron Pacific Indonesia? Mengapa hak rakyat untuk memperoleh listrik harus dikorbankan, Pak SBY? Apakah hasil peningkatan produksi minyak itu lebih penting dan menguntungkan bagi bangsa ini bukan hanya bagi para pencari rente sektor migas, dalam arti lebih mensejahterakan rakyat?

Selain itu apakah benar selain PT PLN, kebutuhan PT PGN juga ikut dikorbankan sehingga beberapa industri di sekitar Banten yang menjadi konsumen PT PGN harus mengurangi dan bahkan berhenti beroperasi? Kasihan para buruhnya Pak, berapa banyak buruh dan keluarganya yang akan kesulitan membeli nasi dan lauk untuk makan 3 x sehari kalau pabrik tempat mereka bekerja harus mengurangi buruh atau tutup karena minimnya pasokan energi.

Keempat, mengapa keputusan untuk pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah sangat lamban, Pak SBY? Saya sudah sejak tahun lalu selalu membayangkan, alangkah majunya negara ini kalau subsidi BBM dicabut atau dikurangi secara bertahap, kecuali untuk angkutan umum berplat nomor kuning. Saya membayangkan jika uang subsidi yang jumlahnya puluhan triliun per tahun itu digunakan untuk membangun infrastruktur seperti double atau triple track jaringan rel kereta api Jakarta-Surabaya, pasti arus barang dan orang di lintas Jawa akan sangat cepat. Begitu pula di beberapa pulau lainnya, seperti Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.

Bapak Presiden SBY yang sangat saya hormati, andaikan dana subsidi BBM itu digunakan untuk membangun pembangkit listrik yang rata-rata biaya investasinya sebesar Rp 2 triliun/pembangkit, pastinya kita tidak akan menikmati listrik yang hidup secara bergilir dan harus mengemis ke investor China yang pada akhirnya patut diduga akan menyusahkan kita semua. Bukankah kita sebenarnya dapat swasembada listrik dengan sumber energi primer dari batubara atau panas bumi atau gas yang kita punyai, Pak?

Bapak Presiden SBY yang sangat saya hormati, Profesor Stiglitz pernah mengatakan jika sebuah bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya tetapi bangsa tersebut memanfaatkannya atau menjualnya hanya sebagai bahan mentah, bukan bahan jadi maka bangsa tersebut secara perlahan tapi pasti akan menjadi bangsa yang miskin absolut. Apakah Bapak Presiden setuju dengan pendapat itu? Kalau saya setuju Pak karena saat ini Indonesia memang hanya menjual sumber daya alam mentah (seperti gas, batubara, sawit dll) demi pemenuhan target penerimaan APBN, bukan sebagai barang jadi yang mempunyai nilai tambah lebih bagi bangsa ini.

Demikian surat saya Pak SBY dan saya sebenarnya tidak ingin mengganggu Bapak Presiden dengan berbagai pertanyaan itu tetapi sudah lama saya bertanya kepada para Menteri di Kabinet yang Bapak pimpin, namun saya tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sehingga saat ini saya merasa perlu dan terpaksa  bertanya kepada Bapak Presiden SBY secara langsung melalui surat ini. Salam hormat, Agus Pambagio (penduduk Jakarta pemegang KTP No 09.5407.190859.0028).

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.

(vit/vit)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/02/21/085356/1574746/103/bapak-presiden-bolehkah-saya-bertanya?nd991107103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar