Minggu, 13 Februari 2011

haa iki Menyuluh adalah Mengabdi

Frans Making

Menyuluh adalah Mengabdi

KOMPAS/DOTY DAMAYANTI
DOTY DAMAYANTI

Ketika wilayah radius 17,5 kilometer dari Gunung Merapi harus dikosongkan, Frans Hero Making bertahan di Balai Besar Benih, Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta. Dia memilih menjaga benih ikan daripada lari menyelamatkan diri dari ancaman letusan gunung itu.
 ”Saya sampai dibilang gila oleh aparat keamanan yang bertugas mengevakuasi warga karena ngotot bertahan di kantor. Saya bertahan karena kalau sampai benih ikan habis dijarah, peternak ikan bakal tidak bisa makan. Tak apa-apa saya dibilang gila,” ujar Frans mengisahkan pengalamannya itu.
Kegilaan penyuluh perikanan tersebut tak berhenti di situ. Ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berkeliling melihat kondisi peternak ikan sehari setelah letusan besar Merapi, Frans nekat mengarahkan rombongan menteri berhenti di Dusun Bongasan, Desa Umbulmartani, Sleman, yang terkena dampak langsung.
”Waktu itu anggota rombongan sudah gelisah karena gemuruh dari arah gunung masih terdengar jelas. Tetapi, saya sudah memantau dari teman, situasinya cukup aman,” katanya.
Di Dusun Bongasan, Frans memperlihatkan ribuan benih ikan yang mati karena kolam tertutup debu Merapi. Ia bersikeras bukan tanpa alasan. Ia merasa pemerintah harus melihat langsung kondisi peternak ikan dan mendengar kebutuhan mereka. Informasi itu tak bakal didapat jika rombongan menteri hanya melintas.
”Dampak erupsi Merapi masif sekali. Lebih dari 95 persen peternak ikan di Yogyakarta terkena. Bukan hanya yang lokasinya dekat Merapi, peternak ikan koi dan arwana di Kota Yogya juga terpukul karena kondisi air sungai berubah,” katanya.
Peternak ikan di Sleman memasok sekitar 60 persen kebutuhan ikan konsumsi, seperti nila, gurami, dan bawal air tawar, di Yogyakarta. Selain itu, Sleman juga menjadi sumber benih ikan untuk daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Frans mengatakan, para peternak harus membuat sumur pantek untuk menggantikan air sungai dari hulu Merapi yang kualitasnya turun karena kadar sulfur tinggi.

Cinta menyuluh
Frans sudah lebih dari 10 tahun bertugas sebagai penyuluh perikanan di Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman. Ketika pergi meninggalkan tanah kelahirannya, Flores, Nusa Tenggara Timur, tahun 1982, Frans muda bercita-cita ikut tes masuk perguruan tinggi di Yogyakarta.
”Waktu itu orangtua menabung lama sekali dari hasil menjual kopra untuk bekal ongkos (saya) ke Yogyakarta,” kenangnya.
Sayang, ia terlambat. Tes masuk sudah lewat. Ia mencoba melamar menjadi tentara, tetapi tak lolos seleksi.
Tak sengaja, Frans membaca pengumuman Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman yang mencari lulusan sekolah menengah atas jurusan ilmu pengetahuan alam. Ia pun kemudian mendaftar dan diterima.
”Saya dikursuskan budidaya ikan di Sidoarjo, Jawa Timur, selama enam bulan. Saya jadi penyuluh perikanan sejak itu,” katanya.
Tahun 1993-1996 dia tugas belajar di akademi penyuluh perikanan di Bogor. Kembali ke Yogyakarta, Frans meneruskan mengabdi sebagai penyuluh perikanan sekaligus perekayasa benih di Balai Benih Ikan Kecamatan Ngemplak.
Frans yang suka bicara apa adanya itu menemukan kecintaan pada profesi sebagai penyuluh. Peternak ikan binaannya tersebar di Kecamatan Turi, Pakem, Cangkringan, dan Ngemplak, Sleman. Ia belajar dari pengalaman untuk menghadapi peternak ikan yang punya bermacam masalah, mulai dari masalah yang lucu, menggemaskan, sampai yang menyedihkan.
Ia mencontohkan, peternak lebih percaya bila penyuluh bisa membuktikan teorinya. ”Makanya, saya juga praktik. Bikin kolam ikan pembenihan dan pembesaran di rumah supaya bisa bilang yang saya omongkan memang terbukti berhasil,” ujarnya.
Hasil eksperimen di kolamnya sendiri berhasil mengantarkan Frans meraih Juara III Festival Karya Penyuluh Perikanan Tingkat Nasional 2009. Ia membuat pola pembenihan ikan nila dengan pendederan sistem Tanaman Jajar Legowo Mina Padi.
Dengan pola temuan Frans, petani mudah memisahkan benih ikan nila di sawah mereka. Untuk karyanya itu, ia mendapat hadiah seekor sapi dari Bupati Sleman. ”Sapinya sedang bunting,” ujarnya bangga.
Ada lagi pengalaman yang membuat ia gemas saat terlibat dalam program budidaya ikan dengan pola mina padi ratusan hektar di Kecamatan Cangkringan tahun 1998. Siang-malam bersama kelompok peternak binaannya, tenaga Frans tercurah mengerjakan program itu.
”Waktu itu lahan mina padi sudah siap semua, tetapi bantuan benih dari Dinas Pertanian Provinsi Yogyakarta tidak siap. Wah, habis saya dimaki-maki, bahkan diancam mau dimatikan para peternak,” ceritanya.
Untunglah, kekesalan para peternak tak berlarut-larut karena masalah segera diselesaikan. Ketulusan Frans dalam memberi penyuluhan membuat peternak percaya niatnya semata mengabdi. Tak heran, ada peternak binaannya yang bersepeda ke rumah Frans membawa pisang, singkong, dan hasil kebun lain sebagai tanda terima kasih saat kolam mereka panen.

Tanpa pamrih
Kedekatan Frans dengan peternak bimbingannya terlihat ketika ia masuk-keluar kampung di Desa Sindumartani dan Desa Umbulmartani akhir Januari lalu. Tak ada warga yang tidak menyapanya. Ketika bertemu dengan salah satu bekas kelompok binaannya yang sibuk mengganjal tepian sungai dengan karung pasir, Frans dengan bersemangat membantu mereka.
”Peternak di sepanjang Kali Gendol ini banyak yang kolamnya hilang tersapu banjir lahar. Ada yang habis sampai 20 kolam,” ujarnya.
Kebersamaan tanpa pamrih itu yang dijaganya. Ia anti menerima uang dari peternak binaannya. ”Tidak sedikit peternak yang ke rumah memberi amplop. Tetapi, saya tolak. Saya katakan, bila mereka dapat program bantuan, itu karena memang mereka layak dapat, bukan karena saya,” katanya.
Awalnya, banyak peternak kaget dengan prinsip Frans. Namun, penggemar sepak bola itu menanggapinya dengan bercanda. ”Saya bilang, uangnya disimpan saja. Tetapi, tolong kalau saya meninggal, datang melayat. Akhirnya mereka ketawa lagi,” katanya.
Prinsip pengabdian itu yang membuat Frans meminggirkan ego mendahulukan kepentingan peternaknya dengan memilih bertahan di Balai Besar Benih Ngemplak, Sleman. Frans pun tak keberatan disebut penyuluh gila....
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/02/12/03113633/menyuluh.adalah.mengabdi

Frans Hero Making
• Lahir: Flores Timur, 20 Juli 1962
• Istri: Sri Maryati
• Anak: - Fernando Redondo- Shinta Lestari
• Pendidikan: - SMA Negeri Kalabahi Alor, Nusa Tenggara Timur- Sekolah Penyuluh Perikanan Sidoarjo,
  Jawa Timur- Diklat Perekayasa Budidaya Ikan, Bogor
• Keahlian: Perekayasa Pembenihan Perikanan
• Aktivitas sosial: Manajer Sekolah Sepak Bola Bina Putra Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar