Selasa, 16 Maret 2010

haa iki mega vs taufik

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/15/401272/mega-dan-tk-saling-membutuhkan/

Politik
15/03/2010 - 21:45
Polarisasi di Tubuh PDIP (2)
Mega & TK Saling Membutuhkan
Derek Manangka
Megawati-Taufik Kiemas
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Saat Prabowo Subianto hampir pasti menjadi duet Mega selaku cawapres, TK menampik duet itu. Duet ini lalu melahirkan cerita terjadinya perpecahan antara Mega dengan TK.
Apalagi pada saat pendeklarasian duet Mega-Prabowo, TK justru masuk rumah sakit. Ada yang bilang TK masuk rumah sakit karena sangat terpukul dengan keputusan Mega menggandeng Prabowo. Fakta ini lalu menjadi ukuran bahwa secara kimiawi, politik TK dan Mega sudah tidak bisa bercampur lagi.
Namun begitu, tidak semua pihak sependapat bahwa antara TK dan Mega sudah terjadi perpecahan. Mega dan TK bahkan semakin solid, begitu pandangan kalangan yang dekat dengan pasangan tersebut.
Kekompakan mereka tetap terjalin, sebab TK lebih mampu membuktikan ke Mega bahwa apa yang dipikirkan dan diperhitungkan dalam dunia politik lebih banyak benarnya ketimbang keliru. Yang dihitung oleh fungsioinaris PDIP lainnya lebih banyak menyulitkan posisi Mega.
TK juga sudah membuktikan kepada Mega, hanya suaminya yang mampu bermanuver tanpa iming-iming dan berhasil. Pada 1999, Mega masih bisa mendapat kursi wakil presiden RI, mendampingi Gus Dur. Padahal dilihat dari kuatnya hambatan yang dipasang Amien Rais dkk yang mengusung 'isu gender' bahwa wanita tidak bisa jadi pemimpin, sepertinya Mustahil Mega dapat posisi, sekalipun hanya wakil presiden.
Kemudian manuver serupa dilakukan TK pada 2001. Mega berhasil naik ke posisi presiden. Apapun kelemahan TK, tapi Mega lebih percaya pada visi dan intuisi politik TK.
Contoh lainnya lagi ketika Mega menjadi presiden dan hendak merekrut sejumlah figur menjadi menteri. Ada nama yang tidak disetujui TK, tapi tetap diangkat oleh Mega. Belakangan Mega baru menyadari kekeliruannya dan mengakui perhitungan suaminya. Dan, yang terakhir penilaian TK bahwa menggandeng Prabowo sebagai Cawapres merupakan sebuah kekeliruan.
Menghadapi skandal Bank Century, TK juga mencurigai atau mewaspadai kekuatan di luar PDIP yang hanya ingin memanfaatkan suara oposisi PDI-P. Kecurigaan itu antara lain ia lihat dari hasil pemilihan ketua pansus yang direbut Partai Golkar.
Secara obyektif wajar apabila posisi ketua pansus dijabat dari kalangan PDIP. Sebab sejak awal, kader PDIP yang paling depan. Namun voting berbicara lain. Sejak itu TK berpesan agar anggota Pansus PDIP lebih jeli dan waspada, jangan sampai gendang Banteng dimainkan partai lain. Mega tahu dan sadar semua hal ini.
Keyakinan orang dekat TK-Mega bahwa duet itu tetap kompak juga didukung oleh penilaian bahwa mereka berdua sudah menjadi ikon dan simbol perjuangan demokrasi Indonesia.
Mereka berdua sudah berada di puncak karir politik. Untuk mencapai puncak itu, mereka berjuang dari titik paling rendah, selama lebih dari 30 tahun.
Maka mustahil atau sangat tidak masuk akal, apabila mereka justru terbelah pada saat mereka sudah mencapai kemapanan. Lagi pula setelah mengalami kekalahan berturut-turut, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, keduanya menyadari PDI-P memerlukan konsolidasi. Dan, yang bisa mempersatukan PDIP tidak ada yang lain kecuali ideologi dan mereka berdua.
Sejauh ini yang betul-betul memahami kekuatan ideologi PDIP itu masih sangat terbatas. Sehingga TK dan Mega masih harus bahu membahu. Selama ini duet politik yang paling langgeng di percaturan politik nasional telah menjadikan PDIP sebagai partai yang dipinggirkan, berubah menjadi partai penguasa, kemudian partai yang diperhitungkan. Sehingga tak masuk logika bila duet mereka, mereka hancurkan sendiri.
Oleh karena itu soal polarisasi itu mungkin hanya bisa dipertanyakan. Benarkah polarisasi itu sebuah fakta, fiktif, atau jangan-jangan perpecahan itu justru strategi TK dan Mega? [bersambung/mor]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar