Selasa, 16 Maret 2010

haa iki mega vs taufik

Sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/03/16/401471/megawati-akomodir-sikap-tk/
Politik
16/03/2010 - 14:53
Polarisasi di Tubuh PDIP (3-Tamat)
Megawati Akomodir Sikap TK
Derek Manangka
Megawati-Taufik Kiemas
(inilah.com)
INILAH.COM, Jakarta - Kalaupun Megawati dalam sejumlah pernyataan terkesan sangat mandiri bahkan sepertinya tidak bisa dipengaruhi apalagi disetir oleh Taufiq Kiemas, namun sejumlah peristiwa kecil yang tidak muncul di depan publik berbicara lain.
Komunikasi dan hubungan politik TK dan Mega ternyata berjalan bagus. Loyalitas ketua umum kepada ketua Dewan Pertimbangan Partai tetapi tinggi. Contohnya saat fraksi PDIP sedang mempersiapkan pemandangan umum untuk sidang paripurna Pansus Bank Century. Justru TK yang menjadi orang terakhir yang dimintai pandangan politik oleh Mega.
Bekas presiden itu langsung menelepon suaminya yang menjabat ketua Dewan Pertimbangan Partai PDIP sekaligus ketua MPR RI tentang mana yang harus dipilih: sebut nama atau tidak. Langkah yang dilakukan Mega ini kemungkinan besar tidak diketahui fungsionaris PDIP lainnya. Padahal jika Mega hanya mengikuti suara internal yang tidak suka terhadap TK, atau bila dia mau bertindak sendiri, Mega dapat membuat keputusan tanpa melibatkan TK.
Lagi pula Mega sudah tahu, pandangan TK dalam soal Bank Century bertolak belakang dengan keinginan Ara Sirait, dkk. Jadi kejadian ini semakin memperkuat alasan bahwa Mega tetap masih menghormati dan menaati TK.
Setelah berkomunikasi, pandangan TK itu akhirnya diakomodir Mega sebagaimana yang terlihat dalam materi kata akhir fraksi. PDIP akhirnya berubah sikap yaitu tidak hanya menyebut dua nama: Boediono dan Sri Mulyani.
Menurut TK, usaha menyalahkan Boediono dan Sri Mulyani merupakan agenda partai lain. Oleh karena itu bila PDIP melakukan hal serupa, itu sama saja dengan PDIP telah ikut memainkan irama politik yang didendangkan partai lain. Dan bagi TK, tidaklah elegan apabila Boediono dan Sri Mulyani hanya dijadikan sasaran antara, sementara yang menjadi sasaran akhir sebetulnya adalah Presiden SBY.
Bagi TK, Boediono merupakan orang baik. Begitu baiknya Boediono sampai-sampai menjelang deklarasi pencalonannya sebagai cawapres pada 2009, Boediono masih sempat menawarkan posisinya itu kepada TK. Karena kabarnya, SBY sebetulnya lebih suka berduet dengan TK dalam pemerintahan 2009-2014. Baru setelah TK menolak, lantas Boediono meneruskan penominasiannya.
Kata akhir Fraksi PDIP yang dibacakan Ara Sirait keesokan harinya itupun akhirnya berubah. Isinya masih tetap keras, tetapi masukan TK kepada Mega cukup tercermin di sana. Artinya jelas terlihat terdapat kesepahaman antara TK dan Mega. Mega sebetulnya lebih ingin tidak mengecewakan suaminya.
Mohammad Yamin, seorang kader PDIP yang menjadi staf ahli TK di MPR menilai, adalah keliru jika ada yang menafsirkan TK dan Mega seperti duet atau pasangan yang sudah 'pecah kongsi'.
“Semua langkah politik Bang TK itu saya kira sangat dipahami oleh Mbak Mega. Sebagai isteri dan politisi, Mbak Mega tahu apa yang strategis dan mana yang tidak. Rekam jejak Bang TK di dunia politik bagi dia paling jelas”, ujar Yamin .
Kini, momen yang paling tepat untuk menguji apakah TK dan Mega memang sudah pecah kongsi atau duet politik mereka semakin solid, adalah di forum Kongres PDIP di Bali, April.
Hal-hal yang perlu diperhatikan di kongres Bali antara lain posisi baru Puan Maharani dan pernyataan politik PDIP di akhir kongres.
Jika Puan terpilih sebagai wakil ketua umum PDI-P dan ia memperoleh mandat menyusun kabinet partai, itu merupakan pertanda jelas bahwa kekompakan TK dan Mega sangat kuat.
Begitu pula bila PDIP menyebut Partai Demokrat sebagai 'teman seideologi', itu berarti segala inti sari strategi politik partai, sumbernya masih dari TK. Dan tentu saja Mbak Mega. [tamat/mor]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar