Kamis, 11 Maret 2010

haa iki jelajah musi 2010

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/11/03413888/serba-serbi.jelajah.musi.2010

SERBA-SERBI JELAJAH MUSI 2010
Kamis, 11 Maret 2010 | 03:41 WIB
Terkena Serangan Pacet
Tim ekspedisi Kompas Jelajah Musi 2010 melalui rute ketiga dari dermaga Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, menuju Ngulak I, Sanga Desa, Kabupaten Musi Rawas, Rabu (10/3). Demi melihat langsung Candi Bingin Jungut, peninggalan Kerajaan Sriwijaya sekitar abad IX-X Masehi, tim singgah di Desa Bingin Jungut, Kecamatan Muara Kelingi, Musi Rawas. Untuk mencapai lokasi candi, tim harus merapatkan perahu motor ke pinggir hutan adat. Kemudian dilanjutkan berjalan kaki masuk hutan melewati jalan setapak yang becek. Saat di dalam hutan itu tanpa dasar, anggota tim diserang pacet, hewan pengisap darah Pacet sungguh memberi kenangan. (oni/hln/mzw)
Salah Baca GPS
Begitu perjalanan hari kedua, Selasa (9/3), berakhir pukul 16.00 di Muara Kelingi, Musi Rawas, tim Jelajah Musi 2010 sangat lega. Perjalanan selama 6,5 jam dengan perahu ketek berkekuatan 10 PK dari Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang ke Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, berakhir sudah. Kami pun bertanya kepada salah seorang anggota tim yang bertugas mengoperasikan Global Positioning System (GPS) tentang jarak perjalanan yang baru selesai dilewati. Kepada kami, disampaikan sejauh 70 kilometer. Tim sempat percaya, tetapi kemudian minta informasi lebih detail sebab dengan kecepatan perahu 25 kilometer per jam, seharusnya jarak perjalanan di atas 120 kilometer. Usut punya usut, sang operator ternyata membaca GPS untuk perjalanan tersebut secara garis lurus dan mengabaikan kelokan sungai. Setelah memperhitungkan dengan alur sungai yang menyerupai spiral itu diketahui jarak tempuh yang sebenarnya sejauh 137 kilometer. ”Duh, jauhnyaa, …pantas pantat panas dan punggung pegal,” celetuk seorang rekan. (HLN/ONI/MZW)
Jamban di Tepian Sungai
Salah satu pemandangan yang kerap dijumpai tim Jelajah Musi saat menyusuri Sungai Musi adalah jamban dan pemandian milik warga. Jamban biasanya terletak di tepi Sungai Musi. Keberadaan jamban-jamban ini tidak hanya mengganggu pemandangan, tetapi juga mencemari air Sungai Musi. Atikah (83), warga Desa Pangkalan Tarum, Kecamatan BTS Ulu, mengaku selalu menggunakan jamban di Sungai Musi. Nenek yang buta ini harus merangkak menuruni tangga menuju ke jamban. ”Sudah berpuluh-puluh tahun saya menggunakan jamban sungai ini karena tidak punya WC dan kamar mandi di sekitar rumah panggung,” katanya, Rabu (10/3). Keberadaan jamban ini bertentangan dengan harapan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang minta warganya menjaga kebersihan Sungai Musi. (HLN/ONI)MZW)
Keceriaan Monyet dan Kelelawar
Saat perjalanan menyusuri Sungai Musi hari kedua, Selasa (9/3), tim Jelajah Musi, dari Tebing Tinggi, Empat Lawang, hingga Muara Kelingi, Musi Rawas, ada beberapa hutan yang relatif terjaga. Di hutan-hutan itu tampak banyak monyet berbulu kelabu kehitaman dan berbadan kecil, riang gembira melompat dari satu dahan ke dahan pohon lainnya. Ada pula monyet yang tampak sibuk mencari makan di tepi Sungai Musi. Di lokasi lain dari Tanjungraya (Empat Lawang) ke Tebing Tinggi, ratusan kelelawar langsung beterbangan di tengah Sungai Musi begitu melihat tim Jelajah Musi melewati lokasi tersebut. Melihat keceriaan monyet-monyet tersebut salah seorang anggota tim Jelajah Musi pun bercoleteh, ”Wah, ternyata monyet-monyet dan kelelawar pun sukacita dengan perjalanan jurnalistik ini,” katanya. (HLN/ONI/MZW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar