Sabtu, 13 Maret 2010

haa iki iso dadi inspirasi perjuangan meraih sukses

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/13/03254056/jalan.panjang.sandhy.sondoro

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Sandhy Sondoro
Jalan Panjang Sandhy Sondoro
Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:25 WIB
Budi Suwarna
”Inilah dia penyanyi berbakat Indonesia, Sandhy Sondoro,” teriak personel Due Voici. Seorang laki-laki berperawakan kecil pun naik ke atas panggung dengan percaya diri. Tanpa basa-basi, dia langsung menyanyikan lagu Diane Warren, ”Nothing Gonna Stop Us Now”, dengan vokal serak bergaya soul.
Penonton yang memenuhi Hall D2 Pekan Raya Jakarta pun langsung bangkit dari kursi dan bertepuk tangan panjang untuk Sandhy. Malam itu, Sabtu (6/3) lalu, panggung Java Jazz di Hall D2 menyuguhkan lagu-lagu hit ciptaan penulis lagu terkenal, Diane Warren, sesaat menjadi milik Sandhy.
Sehari sebelumnya, Sandhy juga berhasil mencuri perhatian ketika tampil di Dji Sam Soe Lounge, panggung Java Jazz lainnya. Lounge yang hanya bisa menampung sekitar 600 orang itu penuh sesak. Bahkan, di luar ratusan penonton lainnya rela antre untuk bisa masuk ke ruangan itu.
Begitulah, Sandhy menjadi magnet baru di ajang Java Jazz kali ini. Meskipun demikian, sebagian penonton sesungguhnya belum benar-benar tahu siapa Sandhy.
Di belantika musik nasional, nama Sandhy memang belum dikenal luas. Maklum, laki-laki kelahiran Jakarta itu merintis karier di dunia musik justru di Jerman. Di negeri itu, Sandhy muncul di acara-acara musik televisi dan kafe-kafe. Belakangan, dia juga tampil di sejumlah televisi dan panggung musik di sejumlah negara Eropa lainnya.
Bagaimana anak muda ini mengawali kariernya? Sandhy, Rabu (10/3), menceritakan, dia sebenarnya datang ke Jerman tahun 1993 untuk belajar arsitektur. Selama di Jerman, dia mencari uang tambahan dari mengamen di pinggir jalan, terutama di Berlin.     
”Sejak saat itu, saya merasa passion saya ada di musik. Apalagi, banyak orang Jerman menyukai lagu yang saya tulis,” ujar Sandhy yang mengagumi Benyamin Sueb.
Setelah bertahun-tahun mengamen di trotoar jalan dan stasiun kereta bawah tanah di Berlin, Sandhy merambah bar dan kafe. ”Saat itu, saya sudah benar-benar menggantungkan hidup dari musik,” kata Sandhy yang tidak menamatkan pendidikan arsitekturnya dan meneruskan kuliah di bidang desain interior.
Di Jerman, nama Sandhy mulai dikenal setelah ikut kontes menyanyi SSDSSSWEMUGABRTLAD di televisi ProSieben, tahun 2007. Sandhy berhasil menjadi finalis kontes menyanyi mirip American Idol itu. Meski akhirnya hanya menduduki peringkat kelima, acara itu mendongkrak popularitas Sandhy di Jerman.
Album indie
Berangkat dari situ, Sandhy mulai menerima tawaran untuk tampil di acara-acara musik televisi lainnya. Tahun 2008, dia mengeluarkan album indie Why Don’t We yang mendapat banyak komentar di surat kabar.
Kolaborasinya dengan Dublex Inc juga mendapat sambutan hangat. Single-nya bersama Dublex Inc, ”Shine”, berhasil menerobos tangga lagu favorit di sejumlah radio di kota-kota utama Eropa, seperti Berlin, Madrid, dan Paris.
Setelah mengeluarkan album tersebut, produsernya mendorong Sandhy untuk menjajal festival New Wave di Jurmala, Latvia, tahun 2009. Ini adalah salah satu festival musik internasional yang tergolong penting di kawasan Eropa Timur dan menyedot begitu banyak penonton.
Di ajang itu, Sandhy tampil dua kali. Pada penampilan pertama, dia menyanyikan lagu ”When A Man Love A Women” yang membuat juri geleng-geleng karena terpesona. Sembilan dari 10 juri pun memberinya nilai 10. Sisanya, memberikan nilai 9.
Pada kesempatan kedua, dia menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, ”End of The Rainbow”. Kali ini kesepuluh juri memberikan nilai sempurna, 10. Sandhy pun menjuarai ajang bergengsi tersebut.
Setelah menjuarai ajang itu, Sandhy kian terkenal di Eropa. Lagunya ”End of The Rainbow” bahkan dipilih menjadi lagu terbaik tahun 2009.
Berita tentang kemenangan Sandhy di festival itu sampai juga ke Tanah Air. Sejak saat itu, kata Sandhy, banyak orang Indonesia mulai meliriknya. Dia diundang manggung di sejumlah tempat. Bahkan, Sony Music memasukkan Sandhy dalam album kompilasi Jazz in The City yang juga memuat Robbie Williams (”Beyond the Sea”), Sade (”Smooth Operator”), sampai trumpetis jazz Chris Botti yang tampil bersama Chantal Kreviazuk dalam lagu ”The Look of Love”.
Di album itu, Sandhy menyanyikan ”Malam Biru (Kasihku)” dan ”End of the Rainbow” yang juga ciptaannya.
Dikira Afro
Apa sebenarnya kekuatan Sandhy? Kekuatannya ada pada penghayatannya terhadap suatu genre musik, khususnya soul dan blues. Dia bernyanyi seperti para pelantun soul-blues tulen. Itu sebabnya, di Jerman dia sering ditanya orang, ”Are you American?”
Bahkan, ada yang menjulukinya Indo-Nigger. Maksudnya, penyanyi Indonesia yang suaranya ”black” seperti penyanyi Afro. Sandhy justru senang dengan julukan itu. ”Itu penghargaan buat saya, apalagi orang Afro sendiri suka dengan musik saya,” katanya.
Bagaimana Sandhy memahami soul-blues? Laki-laki itu bercerita, sejak dulu dia senang mendengarkan musik para ”native speaker” soul-blues seperti Ottis Redding dan kawan-kawan. Selain itu, dia juga banyak menyanyi di depan publik, bukan di depan juri.
Selama di Berlin, Shandy juga banyak bersentuhan dengan musisi Afro lainnya. ”Mungkin dari situ ada pengaruh, tapi saya sendiri tidak sadar,” katanya.
Mengejar mimpi
Sandhy telah memutuskan jalan hidupnya: musik. Karena itu, dia tidak mau tanggung-tanggung. ”Saya tidak ingin mengejar popularitas dengan musik, saya ingin bergaul dengan sebanyak mungkin musisi dunia demi memajukan musik itu sendiri,” katanya.
Dia pun bermimpi, musiknya bisa didengar di sejumlah negara oleh bangsa yang berbeda-beda. ”Karena itu, saya tidak berniat menggarap pasar Indonesia sekarang ini. Saya lebih memilih main di berbagai negara dulu, baru masuk ke Indonesia,” ujar Sandhy yang sedang bersiap untuk tampil di sejumlah panggung di AS dan Jerman, dua-tiga bulan ke depan.
Sandhy yakin, jika dia diberi kesempatan untuk tampil dan bernyanyi di mana pun, di hadapan bangsa apa pun, mereka akan suka dengan musiknya.
Begitulah Sandhy, untuk meyakinkan orang bahwa dia benar-benar musisi, dia tidak segan-segan bernyanyi di hadapan orang tersebut. Hal itu, antara lain, dilakukan Sandhy dengan berkunjung ke beberapa media massa di Indonesia, termasuk Kompas, untuk memamerkan kemampuannya bernyanyi.
Sekarang, Sandhy mulai menuai hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar