Rabu, 10 Maret 2010

haa iki tentang iptek

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/10/04062483/inovasi.teknik.sipil.dan.infrastruktur.kita

LAPORAN IPTEK
Inovasi Teknik Sipil dan Infrastruktur Kita
Rabu, 10 Maret 2010 | 04:06 WIB
NINOK LEKSONO
Zaman memang telah berubah. Pada masa lalu, studi keinsinyuran yang jadi primadona adalah teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil. Kini, teknik informatika adalah primadona teknik. Pada masa lalu, yang disebut infrastruktur adalah jalan raya, jembatan, atau pelabuhan. Kini, infrastruktur yang dekat dengan asosiasi adalah infrastruktur digital, pelbagai perangkat keras dan lunak yang menopang beroperasinya internet dan aplikasi teknologi informasi-komunikasi (TIK atau ICT).
Namun, sesungguhnya masih ada dinamika yang tinggi dalam bidang ilmu teknik (lama) tersebut. Para insinyur listrik tentu terus memikirkan jaringan distribusi yang lebih efisien, sementara para insinyur mesin sedang menjawab tantangan untuk menemukan mesin baru yang lebih ramah lingkungan.
Tantangan dalam teknik sipil besar kemungkinan adalah mendapatkan teknik konstruksi baru yang lebih kuat, lebih awet, lebih murah, dan—seiring dengan itu—lebih cepat. Menonton program televisi yang menayangkan megastructure memberi kita gambaran betapa para insinyur teknik sipil dihadapkan pada tantangan untuk membangun bangunan besar dengan kerumitan tinggi, apakah itu Taipei 101 ataupun Burj Dubai.
Namun, prioritas kita mungkin belum sampai pada megastructure. Sebaliknya, tantangan kita justru masih terkunci pada perluasan pembangunan jalan, pelabuhan, dan prasarana publik lainnya.
Pada era yang masih diwarnai krisis, juga di tengah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan, perluasan infrastruktur termasuk salah satu tujuan program stimulus. Ini pula yang dilakukan Pemerintah China, yang pada masa krisis justru secara agresif mengeluarkan puluhan miliar dollar AS untuk membangun jalan bebas hambatan, jalan kereta api, dan bendungan untuk pembangkit listrik. Hal ini melahirkan komentar, China kini telah membangun jalan tol hingga ke pegunungan.
ACPS
Salah satu problem pembangunan yang masih belum teratasi di Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur, antara lain membuat investor potensial berpikir ulang saat akan berinvestasi di sini. Pemerintah memang sudah menyadari hal ini dan melancarkan program seperti Infrastructure Summit. Namun, di tengah hiruk-pikuk politik, belum terdengar lagi terobosan pembangunan infrastruktur.
Di tengah upaya meningkatkan kapasitas infrastruktur ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 26 Januari, meresmikan Jalan Tol Kanci-Pejagan sepanjang 35 km. Yang menarik dari jalan tol ini adalah diterapkannya karya inovasi teknik sipil yang dinamai adhi concrete pavement system (ACPS ).
Peresmian pada 26 Januari itu memang masih menyisakan satu-dua pertanyaan, seperti mengapa kita memfokuskan diri pada jalan tol, bukan pada jalan kereta atau jalan raya biasa yang lebih berpihak pada rakyat lebih banyak.
Namun, di luar wacana yang lebih bersifat ideologis tersebut, pertimbangan pragmatis memang lebih terasa. Yang lebih penting, infrastruktur yang dibutuhkan tersebut tersedia dan kalau bisa dibuat dengan lebih cepat, hasil lebih baik, biaya lebih ringan, dan ongkos pemeliharaan lebih murah.
Untuk menjawab tuntutan di atas, peranan riset dan inovasi menjadi penting. Bagi perusahaan konstruksi yang sudah eksis selama 50 tahun, seperti Adhi Karya yang memperkenalkan ACPS, munculnya teknologi seperti ACPS juga sebagai jawaban.
Dari sisi inovasi, ACPS merupakan jargon baru setelah pada masa lalu kita mendengar adanya teknik konstruksi cakar ayam dan teknik arjuna sasrabahu. Dari sisi teknik pengerasan jalan, orang melihat ACPS sebagai pengayaan. Apabila sebelum tahun 2009 hanya dikenal dua teknik perkerasan jalan, yakni ”perkerasan lentur” (flexible pavement) dan ”Perkerasan kaku” (concrete/rigid pavement), setelah 2009 ada perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang bisa dibagi dua. Yang pertama adalah perkerasan kaku dengan pracetak-pratekan yang tidak lain adalah ACPS dan, yang kedua, perkerasan kaku dengan cor di tempat.
Penganjur teknik ACPS mengaku bahwa teknik ini menghasilkan waktu konstruksi lebih cepat, hasil lebih bermutu dan lebih awet, menggunakan tenaga lebih sedikit, serta total biaya konstruksi dan pemeliharaan lebih kompetitif.
Namun, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak yang membuka seminar ilmiah mengenai ACPS di Jakarta, Selasa (9/3), mengingatkan bahwa, ketika dibuat dalam skala industri, ada tantangan konsistensi kualitas. Hermanto juga menyebutkan bahwa perlu dicermati kelemahan yang ada pada beton. Selain menuntut presisi pada sambungan pelat beton, penggunaan beton juga menuntut kerataan. Kalau bisa dijamin dalam satu kilometer jalan beton bagian yang menggelembung naik atau turun tidak lebih dari empat meter, jalan tersebut baru bisa disebut rata.
Sebagai karya inovasi yang baru diterapkan, ACPS memang masih harus menghadapi ujian waktu. Namun, kehadirannya memberi warna dalam karya inovasi nasional (meski komponen dasar inovasi ini berasal dari AS). Deputi Menteri BUMN Muhayat yang juga memberi sambutan dalam seminar, selain mengajak masyarakat untuk menghargai karya temuan nasional, juga menggarisbawahi peranan riset dan pengembangan guna menghasilkan produk yang kompetitif.
Peluang di Indonesia
Seperti telah disinggung di depan, peluang pembangunan infrastruktur di Indonesia sekarang ini masih sangat besar. Mengingat geografi Tanah Air yang sangat luas, dengan kondisi yang amat beragam, Indonesia dipastikan membutuhkan berbagai karya inovasi iptek, termasuk dalam bidang teknik sipil.
Dulu konstruksi cakar ayam dipromosikan untuk menjawab tantangan pembangunan jalan/landasan di daerah berawa. Teknik arjuna sasrabahu dibutuhkan untuk membangun jalan layang di atas jalan yang sibuk. Kini ACPS dimajukan untuk menjawab tantangan soal pembangunan jalan tol yang efisien.
Satu hal yang lebih ingin digarisbawahi di sini adalah pentingnya budaya litbang dan inovasi karena dua faktor itulah yang akan menentukan daya saing suatu bisnis. Tanpa itu, seumur-umur kita hanya akan menjadi konsumen teknologi dan tak pernah menumbuhkan karya Iptek yang berdasar pada kondisi dan kearifan lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar