Senin, 17 Januari 2011

haa iki Contoh Kemandirian Rakyat

Kemandirian Kampung (Mantan) Preman
Senin, 17 Januari 2011 | 04:14 WIB

Cornelius Helmy

Ebes Sobari (46), warga RT 04 RW 01 Babakan Asih, Bojongloa Kaler, Bandung, pernah gundah. Biaya pengobatan asma yang dia derita sebesar Rp 2 juta. Padahal, penghasilan dia sebagai penjaga malam dan buruh kasar hanya Rp 50.000 per hari. Ini tentu tidak cukup untuk membayar biaya pengobatan. Namun, jika tidak segera diobati, penyakitnya semakin parah.
Saya hampir putus asa karena tidak punya uang untuk berobat. Kartu Jaminan Kesehatan masyarakat pun tidak bisa diandalkan,” kata Ebes, akhir pekan lalu, mengenang kejadian setahun lewat.
Kemudian dia mendapat kabar adanya program swadaya masyarakat berupa pinjaman guna membiayai berbagai keperluan warga. Ebes pun bergegas menemui ketua RT dan memohon pinjaman untuk berobat.
”Tanpa syarat berbelit-belit, saya diberi pinjaman Rp 2 juta. Pengembalian disepakati dengan dicicil Rp 200.000 per minggu,” tutur Ebes.
Dana yang dipinjam Ebes adalah bagian dari kas RT yang diberi nama Asuransi Masyarakat (Asmas). Program ini lahir tiga tahun lalu dari kemandirian dan solidaritas warga RT 04 RW 01 Babakan Asih, Bojongloa Kaler, Bandung, terhadap sesama.
Pinjaman ini bebas bunga dengan waktu pengembalian yang fleksibel. Bendahara Asmas Sandra Sandana mengatakan, kas Asmas diperoleh dari iuran retribusi sampah warga sebesar Rp 2.000 per minggu, pembagian hasil usaha masyarakat, hingga sumbangan sukarela. Dari sekitar 150 keluarga terkumpul Rp 2 juta–Rp 3 juta per bulan.
Dana Asmas juga digunakan untuk bantuan modal usaha. Warga Babakan Asih, Eti Sumiyati (34), setahun lalu mendapatkan pinjaman Rp 150.000 untuk modal berjualan roti bakar. Eti membantu keluarga karena penghasilan suaminya sebagai pengumpul barang bekas jauh dari cukup. ”Alhamdulillah, kini saya bisa mendapat untung sekitar Rp 150.000 per hari untuk tambahan makan dan biaya sekolah anak,” kata Eti.
Warga lain, Nuning (38), dua tahun lalu mendapat pinjaman Rp 50.000 untuk membeli cat sablon. Kini usahanya membesar. Dia menyablon kantong plastik dagangan penjual makanan di sekitar Babakan Asih.
”Tak mudah membuat orang percaya kalau saya mau berubah. Lewat pinjaman Asmas, saya tahu didukung oleh warga,” kata mantan preman ini.

Daerah preman
Dua tahun lalu, Babakan Asih masih menjadi daerah yang ditakuti di Bandung. Anak muda mabuk dan berkelahi merupakan pemandangan biasa. ”Tempat ini ibarat sasana tinju jalanan. Siapa saja boleh berkelahi dan dipukuli. Biasanya kami membawa korban ke tanah lapang kampung,” kata Wandi (40), warga lain.
Kawasan ”keras”, seperti Terminal Bus Leuwipanjang dan Alun-alun Kota Bandung, menjadi daerah kekuasaan mereka.
”Dahulu, masuk-keluar penjara bukan hal yang aneh bagi anak muda Babakan Asih. Ingat kejadian dahulu, saya sungguh malu,” kata bekas pembuat tato yang kini menjadi guru menggambar anak Babakan Asih itu.
Keadaan berubah saat Reggi Kayong Munggaran (27) masuk dan melakukan pendekatan kepada warga. Saat itu Reggi aktif dalam suatu komunitas kreatif di Bandung.
Menurut Reggi, awalnya sulit mengajak anak muda Babakan Asih. Namun, saat dihadapkan pada banjir, keinginan mengembangkan diri, hingga kesulitan yang dihadapi warga jika sakit, sedikit demi sedikit kesadaran warga mulai terbangun.
”Modalnya, memberi kesempatan dan kepercayaan serta mengikuti kebutuhan warga. Soal solidaritas tidak perlu diuji. Terbiasa hidup di jalan membuat solidaritas di antara mereka terbangun kuat,” ujar Reggi.
Kini dana Asmas tidak hanya untuk keperluan pribadi, tetapi juga untuk melakukan kegiatan prolingkungan, antara lain membeli tanah lapang seluas 126 meter persegi dan mengelola tanah kosong seluas 140 meter persegi menjadi lahan terbuka hijau lengkap dengan sumur resapan, ruang pertemuan, ruang belajar menggambar, dan apotek hijau. Dana didapat dari iuran warga dan donatur.
”Semuanya dilakukan mandiri tanpa bantuan pemerintah. Bahkan, kami menolak dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2009. Penyebabnya, bantuan tak sesuai dengan kebutuhan warga. Saat minta paving block, warga malah diberi semen. Padahal, semen buruk untuk peresapan air,” katanya.
Asmas juga digunakan untuk membangun 17 sumur resapan di jalan kampung, sebagai alat pengendali banjir akibat luapan Sungai Citepus, dan kolam lele.
Kini Babakan Asih berubah wajah dari kampung preman jadi kawasan mandiri. Arsitek Ridwan Kamil bersama komunitas kreatif Urbane menjadikan Babakan Asih sebagai kampung percontohan. Kini banyak pengunjung dari daerah sekitar Bandung dan peneliti serta kaum profesional dari luar negeri datang.
Pertengahan 2010, Babakan Asih menjadi tuan rumah bagi pameran fotografer Perancis, Roman Osi, yang karyanya terkenal dekat dengan masyarakat. Di Bandung, Osi memotret kehidupan sosial, budaya, dan kritik masyarakat terhadap lingkungannya. Salah satunya, fenomena kemandirian masyarakat Babakan Asih.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/17/04144758/kemandirian.kampung.mantan.preman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar