Rabu, 19 Januari 2011

haa iki Dunia itu Lagi Krisis Pangan lo

RI Bersantai di Tengah Krisis Pangan
Headline
Foto: Istimewa
Oleh: Ava Larasati
Ekonomi - Rabu, 19 Januari 2011 | 08:12 WIB

 
INILAH.COM, Jakarta – Pemerintah dan masyarakat di Indonesia terlena dengan beragam persoalan yang membelit negeri ini. Dari mulai kasus Gayus Tambunan, reshuffle kabinet serta yang disuarakan Senayan akhir-akhir ini yakni pembangunan gedung baru DPR.
Tak kalah seru adalah 'ngambeknya' Presiden SBY atas kritik pemuka agama. Padahal sudah seyogyanya bangsa ini terperangah merespon data-data yang baru-baru ini dilansir secara mendunia.
Pada jurnal terkemuka Foreign Policy, ekonom yang kini menjadi Presiden Earth Policy Institute, Lester R Brown, menyentak kesadaran. Betapa data yang diungkap Brown sesungguhnya sudah harus membuat pemerintah dan masyarakat menyingsingkan lengan, mengambil prakarsa aktif untuk memprioritaskan persoalan ketersediaan pangan, jauh di atas yang lain.
Betapa tidak, bila pada publikasi berjudul The Great Food Crisis of 2011 itu Brown dan lembaganya memprediksi bahwa ke depan, dunia akan bergolak akibat pangan. Brown mengungkap data, mengawali tahun baru harga gandum tetap tinggi di Inggris.
Harga pangan yang tinggi juga menyebabkan kerusuhan di Tunisia, berbuntut demontrasi besar menuntut pengunduran diri Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang telah berkuasa 23 tahun lamanya. Padahal sebelumnya Ben Ali begitu dipuja-puji PBB karena melipatduakan pendapatan perkapita rakyatnya.
Yang wajar membuat prihatin, manakala Rusia sibuk mengimpor komoditas biji-bijian untuk menjaga pasokan pangan. Demikian pula India yang giat mencari pasar untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
China juga memburu gandum dan jagung di pasar dunia, Meksiko pontang panting mencari jagung untuk mencegah kenaikan harga tortilla, makanan pokoknya. Hanya saja, tak banyak terdengar apa yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi persoalan pangan guna memenuhi perut lebih dari 200 juta rakyatnya.
Padahal, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atau FAO sudah membunyikan lonceng mengibarkan kemungkinan krisis pangan tersebut, menyusul lonjakan indeks harga pangan Desember tahun lalu. Indeks harga pangan dunia tahun lalu naik dari 206 pada November menjadi 215 per Desember, atau angka tertinggi selama ini.
Rasanya ganjil bila pemerintah luput membaca prediksi FAO yang menyebutkan bahwa Indonesia, China dan India akan mengalami krisis pangan yang berat mulai 2011 ini. Hal itu telah terlihat dari terus melonjaknya harga beras sejak 2010 lalu.
Yang mencengangkan, harga cabai yang mencapai hampir Rp100 ribu per kilo, saat ini. Benar bahwa pemerintah telah melakukan operasi pasar untuk menekan harga beras. Pemerintah juga disebut-sebut akan mengimpor 1,3 juta ton beras tahun ini.
Persoalannya, dengan lonjakan jumlah penduduk dunia, penggunaan komoditas pangan untuk bahan bakar dan perubahan iklim yang tengah terjadi, akankah eksportir-eksportir konvensional tempat Indonesia bergantung, seperti Thailand dan Vietnam, tetap bersikap seperti selama ini?
Sementara mereka sendiri menghadapi persoalan yang sama seiring kian tak bisa diprediksinya kondisi iklim? Apalagi Brown mengatakan, krisis pangan kali ini bukanlah fenomena temporer yang akan cepat selesai. Masih akankah Indonesia mengurusi soal-soal aksesoris, sementara persoalan besar di depan mata? [mdr]
Sumber : http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1156902/ri-bersantai-di-tengah-krisis-pangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar