Minggu, 23 Januari 2011

haa iki Gayus - Denny (I)

Gayus Vs Denny, Potret Kebobrokan Hukum (1)
Headline
Foto: Istimewa
Oleh: Derek Manangka
Nasional - Sabtu, 22 Januari 2011 | 21:05 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Presiden SBY mendapat persoalan baru di tengah banyaknya persoalan yang tengah dihadapinya. Persoalan baru itu menyangkut akuntabilitas Satgas Anti Mafia Hukum, lembaga extra struktural bentukannya sendiri dan kredibilitas tujuh orang yang dipercaya SBY, untuk berada di sana.
Walaupun belum ada survei yang dapat menilai akuntabilitas Satgas dan kredibilitas anggotanya, akan tetapi kejadian belakangan ini sedikit banyaknya telah mencoreng kewibawaan lembaga yang dibentuk presiden kurang dari setahun itu.
Kejadian yang dimaksud adalah ‘perang ataupun pertunjukan’ yang melibatkan Sekretaris Satgas Denny Indrayana dan tersangka kasus mafia pajak, Gayus Tambunan.
Pengungkapan Gayus bahwa ada pengaturan yang dilakukan Denny atas kasusnya, seakan memperkuat penilaian tokoh lintas agama bahwa pemerintahan SBY telah melakukan (banyak) kebohongan publik. Sebab jarak antara pernyataan Gayus dan tokoh lintas agama, hanya kurang dari satu minggu.
Tidak ada yang tahu apakah Presiden SBY sempat menyaksikan sendiri ‘perang dan pertunjukan’ yang dilakukan Gayus Tambunan dan Denny Indrayana, baik melalui siaran langsung televisi ataupun rekamannya.
Juga sulit membayangkan bagaimana perasaan dan suasana kebatinan presiden ketika menyaksikan Gayus berceloteh tentang pembohongan yang dilakukan anak buahnya. Apalagi disamping kanan Gayus, duduk pengacara senior Adnan Buyung Nasution, yang belakangan ini makin keras mengecam Presiden SBY.
Seolah Gayus sedang ditemani pengacara senior dalam kapasitas sebagai tutor. Tudingan Gayus bak pisau bermata dua. Satu mewakili Gayus melawan Denny, sebelahnya lagi kecaman Nasution terhadap SBY. Tetapi siapapun yang menyaksikan tayangan Gayus dan Denny kemungkinan bingung dan tak tahu harus bertanya kepada siapa.
Kebobrokan moral bangsa, tercermin dari lakon Denny-Gayus. Bagaimana tidak? Gayus dan Denny sama-sama berbicara tentang kebohongan. Dua-duanya saling mengklaim tidak berbohong. Tetapi tanpa mereka sadari mereka berdua sebetulnya sudah berbohong. Mengapa? Yah mengapa tidak sejak awal berbicara apa adanya?
Gayus yang selama ini terkesan teman serta sahabat Satgas Anti Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa (anggota), seusai divonis 7 tahun hukuman penjara oleh PN Jakarta Selatan, tiba-tiba berbalik menjadi musuh Satgas.
Gayus menuding Denny Idrayana sebagai pihak yang ikut mengatur kasusnya. Pengakuan itu mengejutkan sekaligus menambah noda hitam dalam penegakan hukum. Pengakuan itu paradoksal. Denny Indrayana pun tidak diam. Hanya dalam hitungan jam, Denny menggelar pertemuan pers, intinya apa yang dikemukakan Gayus, sebuah fitnah.
Namun jika memutar kembali rekaman pertemuan Satgas dan Gayus di Singapura tahun lalu, sesunguhnya dua pihak sama-sama benar dan sama-sama bersalah bahkan sama-sama berbohong. Tetapi pada waktu itu publik seperti tidak peduli, sebab ketika itu belum terungkap, dibalik kasus ini terkait dana yang cukup besar dan keterlibatan orang-orang besar.
Yang jelas rekaman itu bisa menjadi salah satu alat bukti bahwa antara Denny dan Gayus punya kepentingan dengan pertemuan Singapura tersebut. Kepentingan mereka dalam sudut pencitraan, sama. Tapi perjalanan waktu membuat kepentingan mereka di 2011, menjadi berbeda.
Menyimak penjelasan Denny bagaimana meyakinkan Gayus, pada hakekatnya kedua pihak sebelum pertemuan sudah membuat kesepakatan-kesepakatan. Apakah melalui telepon atau sebelum pertemuan mereka direkam kamera. Artinya ada setting !
Tanpa kesepakatan awal, mustahil Gayus mau menyerah, apalagi secara hukum Denny dan aparat penegak hukum Indonesia tidak mungkin menangkapnya di Singapura. Sebetulnya kembalinya Gayus ke Tanah Air bersama Satgas, sudah cukup mengundang kecurigaan.
Pertama, mengapa perjalanan rahasia Denny Indrayana dan Mas Achmad Santoso, mengikut sertakan media? Pengikut sertaan media ini boleh jadi terjadi karena Satgas sudah mendapat jaminan sebelumnya dari Gayus bahwa dia bersedia diambil gambarnya. Atas kesediaan itu, Gayus mungkin minta beberapa syarat.
Kedua, ikut sertanya Kabareskrim Jenderal Polisi Ito Sumadi dalam rombongan Satgas. Ito yang waktu itu baru beberapa hari menggantikan Jenderal Susno Duadji, sempat dinilai tidak patut ikut rombongan. Keikut sertaannya dikuatirkan menimbulkan konflik kepentingan di antara pejabat Polri yang bermasalah.
Soalnya terbongkarnya kasus Gayus berawal dari Susno Duadji. Susno sewaktu berstatus non-job di Mabes Polri, mengungkapkan kepada media bahwa ada puluhan milyar rupiah di sebuah bank, yang semestinya diblokir, diam-diam sudah dicairkan.
Susno sempat membikin banyak orang penasaran. Siapakah pemilik rekening bermasalah itu? Dari penelusuran inilah kemudian mencuat nama Gayus si pemilik rekening tersebut. Tapi Ito Sumadi hanya berkomentar singkat. "Apakah Kabareskrim dilarang menjemput....?"
Semenjak itulah Gayus disoroti publik dan Satgas membonceng pada sorotan tersebut. Sekalipun ada kecurigaan, tetapi langkah-langkah Satgas, khususnya Denny Idrayana, saat itu tidak terlalu dipertanyakan.
Boleh jadi karena selama ini, sebelum Denny direkrut SBY, sosoknya lebih dikenal sebagai pakar hukum yang masih bisa dipercaya ataupun anak muda yang punya integritas.
Kepercayaan terhadap Denny ini terbentuk karena mungkin dipengaruhi penampilannya yang begitu bersahaja. Misalnya, Denny tidak mengenakan busana mewah seperti kebanyakan ahli hukum yang sudah populer. Ia masih sering terlihat memakai sepatu sandal.
Bahkan perekrutannya sebagai pakar hukum di lingkar dalam pemerintahan SBY, memberi kesan lain, bahwa presiden ingin menunjukkan kepada pakar hukum ‘berambut emas’ Adnan Buyung Nasution, bahwa SBY punya stok anak muda yang kepakaran mereka di dunia hukum, tidak kalah. Pendek kata, Denny lebih pantas dipercaya SBY ketimbang Nasution. [mdr/bersambung]
Sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail/1169552/gayus-vs-denny-potret-kebobrokan-hukum-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar