Kamis, 13 Januari 2011

haa iki Gotong Royong Yang Tetap Ada

SOLIDARITAS WARGA
Kami Ingin Membantu walau Hanya Menyumbang Tenaga
Kamis, 13 Januari 2011 | 02:48 WIB

Sonya Hellen Sinombor

Jarum jam menunjukkan pukul 15.00, Minggu (9/1). Udara terasa dingin dan puncak Merapi tertutup kabut. Di satu bukit, sekitar 4 kilometer dari Merapi, belasan orang menyelesaikan gubuk kecil berdinding bambu dan beratap terpal plastik.
Gubuk tersebut didirikan tepat di samping reruntuhan rumah milik Mbah Mitro Karyo Ngatimin (75) di Dukuh Sambungrejo, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah. Rumah Mbah Mitro rata dengan tanah akibat terjangan awan panas Merapi akhir Oktober hingga awal November 2010. Ternak, tanaman, dan pohon-pohon di sekitarnya hangus terbakar.
Sekitar 30 menit kemudian, gubuk berukuran 6 meter x 3 meter itu akhirnya selesai dibangun para relawan Salatiga Peduli yang hari itu sengaja datang ke lokasi bencana untuk membangun tempat tinggal sementara bagi Mbah Mitro.
Mbah Mitro, yang berada di lokasi, tak henti-hentinya menyampaikan terima kasih kepada para relawan yang bersusah payah mendirikan tempat berteduh bagi ia dan istrinya.
Gubuk itu masih berlantai tanah. Di dalam gubuk, relawan membangun dipan dari bambu dan meletakkan kasur (bekas) bantuan dari warga Salatiga. Tak ketinggalan sebuah lampu darurat (yang juga bekas) untuk membantu penerangan. Karena itu, Mbah Mitro bertekad untuk tinggal di gubuk tersebut.
”Kulo matur nuwun sanget, sampun dibantu (saya menyampaikan terima kasih banyak, sudah dibantu),” kata Mbah Mitro yang rumah beserta isinya ludes diterjang awan panas Merapi.
Mbah Mitro mengaku selama ini tinggal di pengungsian. Namun, setelah ada gubuk, ia bisa tinggal di kampungnya lagi. Walau belum bisa bertani, setidaknya ia bisa memelihara dua sapi bantuan pemerintah sebagai pengganti sapinya yang mati. Saat ini kedua sapinya masih dititipkan di rumah adiknya di Dukuh Ngipiksari.
Selain gubuk Mbah Mitro, hari itu, para relawan dari sejumlah kampung di Kota Salatiga juga mendirikan gubuk untuk dua keluarga lain tak jauh dari tempat Mbah Mitro.
Para relawan berasal dari pelbagai profesi. Ada yang bekerja sebagai tukang parkir, pegawai negeri, buruh, mantan anggota TNI, pelajar, dan mahasiswa.
Mereka tergerak menjadi relawan untuk membantu membangun tempat tinggal bagi korban Merapi. ”Kalau menyumbangkan materi kami tidak punya. Kami hanya bisa menyumbangkan tenaga untuk membantu,” kata Onesius (39), tukang parkir di kawasan Ramayana, Salatiga.
Selain di Sambungrejo, relawan yang dikoordinasi oleh Santo Handoyo (48), yang mengaku sehari-hari menjual barang bekas di Pasar Salatiga, itu juga mendirikan 12 gubuk di Dukuh Banjarsari yang bersebelahan dengan Sambungrejo. Sebelumnya, mereka memperbaiki enam rumah di Desa Argosoka, Srumbung, Magelang.
Sejak erupsi Merapi, Santo bersama puluhan relawan setiap minggu mendatangi tempat-tempat yang dilanda bencana, memberikan tenaga mereka untuk membantu korban bencana. Mulai masa tanggap darurat hingga erupsi Merapi berakhir, bergantian mereka mendatangi lokasi bencana di Boyolali, Klaten, dan Magelang.
Tidak hanya lelaki, sejumlah perempuan pun ikut membantu. Saat lelaki membangun gubuk, para ibu menyiapkan makanan. Semua bahan yang digunakan untuk membangun gubuk dan perlengkapan lain digalang dari berbagai kalangan.
”Dari jumlah materi, mungkin bantuan kami sangat kecil dibandingkan dengan yang digalang organisasi-organisasi lain. Namun, setidaknya kami berusaha membantu sesama yang terkena bencana,” ujar Santo.

Korban saling bantu
Menurut Santo, kegiatan relawan Salatiga Peduli ini membangkitkan solidaritas korban Merapi di Dusun Soka, Desa Ngargosoka, Srumbung, Magelang. Setelah rumah mereka diperbaiki relawan, warga Soka mengirimkan tiga truk bambu ke Desa Balerante. Mereka bahkan ikut mendirikan dua gubuk bagi korban Merapi.
”Setelah dibantu, mereka juga tergerak membantu warga di Klaten. Ini membuktikan semangat gugur gunung atau gotong royong masih ada di tengah masyarakat kita,” kata Santo.
Solidaritas juga muncul dari warga RT 06 Dukuh Banjarsari. Tanpa memandang batas wilayah, Darmini, yang rumahnya menjadi posko bantuan untuk RT 06 Banjarsari, mengajak pemuda di dukuhnya membagikan air mineral, beras, mi instan, dan pakaian layak pakai bagi sejumlah warga korban Merapi di Dukuh Srunen, Desa Glagaharjo, Cangkringan, DI Yogyakarta, yang bersebelahan dengan Banjarsari.
”Kami merasa senasib. Ini juga untuk mengajarkan pemuda di kampung kami supaya saling membantu sekalipun kami jadi korban bencana,” kata Darmini.
Solidaritas yang ditunjukkan para korban bencana ini setidaknya membuktikan bahwa solidaritas tetap hidup meski mereka menjadi korban bencana.
Di Klaten, selain di Dukuh Sambungrejo dan Banjarsari, Desa Balerante, Dukuh Ngipiksari, Sukorejo, dan Gondang juga tak luput dari awan panas.
Saat ini di Klaten, sebanyak 137 keluarga yang terdiri dari 563 orang masih bertahan di pengungsian karena rumah mereka hancur, roboh, atau rusak berat. Jika solidaritas terus menyebar, bisa jadi tak lama lagi para pengungsi itu bisa kembali ke kampung mereka.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/13/02480890/kami.ingin.membantu.walau.hanya..menyumbang.tenaga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar