Senin, 24 Januari 2011

haa iki Kisah Pendakian Gunung

PENDAKIAN
Kisah Sang Pendaki ke Puncak Vinson dan Aconcagua
Senin, 24 Januari 2011 | 04:36 WIB
MAHITALA UNPAR
Tiga pendaki Mahitala Universitas Parahyangan, (dari kiri ke kanan) Sofyan Arief Fesa, Broery Andrew Sihombing, dan Xaverius Frans, di Puncak Aconcagua, beberapa waktu lalu.
 
Tanggal 13 Desember 2010, pukul 17.07 waktu Cile, tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Universitas Parahyangan (ISSEMU) mencapai puncak Vinson Massif. Ketinggian gunung tertinggi di Benua Antartika itu mencapai 4.897 meter di atas permukaan laut.
ISSEMU menjadi tim Indonesia pertama yang mencapai Vinson. Apa istimewanya puncak ini dibandingkan dengan Everest, gunung tertinggi sejagat itu? Vinson memang tidak terlalu tinggi, tetapi cuaca ekstrem hingga minus 40 derajat celsius menjadi tantangan besar. Selain itu, tidak ada jasa porter, kecuali pemandu, sehingga tiap pendaki harus menahan beban 40-50 kilogram (berisi makanan sepekan dan peralatan pendakian).
Setiap tahun, hanya 60 pendaki diizinkan mendaki Vinson Massif. Biaya pun mahal, mencapai 30.000 dollar AS per pendaki. Dengan bantuan dana dari Ikatan Alumni Unpar dan PT Mud King Asia Pasifik Raya, biaya itu pun menjadi terjangkau.
Tiga pendaki ISSEMU mengisahkan pengalaman mendaki Vinson Massif sebagai yang tidak terlupakan. Sofyan Arief Fesa (27), Xaverius Frans (23), dan Broery Andrew Sihombing (21) menyimpan cerita berkesan di gunung ini.
”24 jam siang terus. Saat tidur, masih terang. Pas bangun, masih terang juga. Enggak pernah gelap,” katanya, tertawa mengingat itu.
Broery pun sama. Ia tidak pernah mengira bakal berada di gunung yang menyuguhkan pemandangan es melulu. Bagi Sofyan, Vinson Massif adalah dunia yang terisolasi. Hanya sedikit orang yang mendaki gunung ini. ”Hanya sedikit tenda. Yang ke sini memang pendaki kawakan dan penakluk gunung,” tutur Sofyan.
Oh, ya, masih ada Janatan Ginting (21) dan Budi Hartono Purnomo (51), senior Mahitala, tim ISSEMU. Saat mencapai puncak, mereka dapat memandang dataran putih Antartika dengan temperatur minus 32 derajat celsius.
Setelah puncak Vinson Massif, tim akan melanjutkan langkah mendaki Aconcagua, setinggi 6.962 mdpl di Argentina. Kali ini, ISSEMU mengajak wartawan Warta Kota, Max Agung Pribadi, yang juga alumnus Unpar.
Banyak cerita berkesan di pendakian ini, terutama jalur yang sangat panjang. Max sempat tergelincir dan jatuh ke lereng. Seorang pemandu, Holmes Panjoja, segera menjatuhkan diri mengejar Max. Dapat. ”Tangan dan kaki beku. Dehidrasi. Rasanya seperti mau mati,” kata Max.
Kisah pendakian gunung memang luar biasa. Puncak lima gunung telah dicapai, yakni Carstensz Pyramid (4.884 mdpl), Kilimanjaro (5.895 mdpl), Elbrus (5.642 mdpl), Vinson Massif, dan Aconcagua. Tinggal dua puncak tersisa, Everest (8.848 mdpl) dan Denali (6.194 mdpl).
Kartini Syahrir, Duta Besar Indonesia untuk Argentina, berujar, pendakian ini adalah ajang memperkenalkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global, termasuk bagaimana para pendaki ini begitu lahap menyantap asado, masakan daging khas Argentina. Hmm.... (IVV)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/24/04360216/kisah.sang.pendaki.ke..puncak.vinson.dan.aconcagua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar