Rabu, 26 Januari 2011

haa iki 'Repotnya' Repot

BAHAN POKOK
Urusan Cabai Saja Pemerintah Abai, Apalagi...
Rabu, 26 Januari 2011 | 04:33 WIB
 
Melonjaknya harga cabai membuat penggemar cabai di Jakarta dan sekitarnya merogoh kocek lebih dalam demi komoditas yang satu itu. Hal ini mendorong laju inflasi di Jakarta.
Cabai menjadi komoditas di peringkat ketiga yang menyumbang inflasi di Jakarta atau 0,00863 persen dari total inflasi Jakarta sebesar 0,76 persen pada Desember 2010. Sepanjang tahun lalu inflasi di Jakarta mencapai 6,2 persen dari perkiraan hanya 5,9 persen.
”Hari ini beli cabai rawit merah Rp 5.000 dapat 20 biji,” kata Chusnul (57), warga Jalan Wijaya Kusuma, Petukangan, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).
”Saya cuma bawa uang Rp 40.000 untuk belanja jatah makan sekeluarga hari ini. Jadi, harus cukup untuk beli lauk dan sayur, termasuk cabai. Kalau beli cabai dilebihin, nanti enggak dapat lauk,” kata Istiqomah (31).
Pagi itu Istiqomah hanya membelanjakan Rp 3.000 untuk membeli cabai keriting dan Rp 3.000 lagi untuk cabai rawit merah. Dia hanya mendapat sekitar 10-12 biji untuk masing-masing jenis cabai yang dikemas dalam bungkusan kecil kertas koran.
Elis, pedagang sayur di Jalan Palmerah Barat II, Jakarta Barat, mengatakan, harga cabai rawit merah yang mencapai Rp 90.000 per kilogram membuat dia memilih tidak menjual cabai tersebut. ”Terlalu mahal, lagipula yang beli tidak banyak,” tuturnya. Akhirnya Elis hanya menjual cabai rawit hijau dan cabai merah keriting yang lebih terjangkau.
Pembeli di warungnya pun tidak membeli dalam jumlah besar. Maryati, salah satu pembeli, menuturkan, dia paling banyak hanya membeli cabai Rp 2.000 per hari. ”Paling hanya untuk sayur dan sambal,” katanya.
Di tingkat pedagang pengecer di pasar kecil, kenaikan harga cabai membuat mereka enggan menjual cabai yang harganya sangat tinggi, seperti cabai rawit merah.
Di Tangerang, pedagang eceran di pasar tradisional dan penjaja sayur keliling tak berani lagi menjual cabai rawit merah karena harganya Rp 90.000 per kg. ”Takut enggak ada yang mau membeli karena mahal,” kata Suhaidi (41), pedagang sayuran di Pasar Lembang, Ciledug, Kota Tangerang, Selasa (25/1)
Atun (29), penjaja sayur keliling di Paninggilan Utara, Kota Tangerang, mengatakan, dia tidak mau lagi menjual cabai rawit merah karena malu, harganya terlalu tinggi. ”Masak cuma sepuluh buah saja harganya Rp 7.000. Apa ada yang mau beli,” kata Atun.

Tidak peka
Kalangan selebriti Inul Daratista, Arzeti, dan Happy Salma menilai pemerintah tidak peka terhadap orang kecil. ”(Harga) rawit membubung sampai lima kali lipat kok masih didiamkan. Kunjungan menteri perdagangan ke pasar tidak cukup menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian. Yang paling penting adalah langkah nyata menekan harga rawit,” kata Arzeti, Selasa (25/1).
Happy menambahkan, karena cabai rawit merah sudah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar rakyat Indonesia, seharusnya pemerintah, terutama menteri perdagangan, menjaga stabilitas harga dan tata niaga cabai.
Menurut pengamatannya, sepanjang sejarah Indonesia baru kali ini harga cabai rawit merah mencapai angka tertinggi. ”Itu menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah menyenangkan rakyatnya dan gagal melindungi kepentingan petani cabai yang kini mulai digilas kehadiran rawit merah impor,” tutur Happy.
Inul heran, seharusnya dengan kondisi alam yang ada dan pasar yang luas, petani cabai bisa kaya raya. ”Lucu ya? Petaninya miskin, sementara rakyat harus membeli rawit merah dengan harga sangat tinggi,” ucapnya.
Arzeti percaya, melambungnya harga cabai rawit merah bakal membuat kepercayaan rakyat kepada pemerintah merosot. ”Sepintas memang naif ngomong begini. Tapi suatu saat rakyat bakal sadar bahwa melambungnya harga cabai menjadi cermin sikap pemerintah yang abai terhadap rakyat,” tuturnya.

Daerah lain
Joko Kundaryo dari Dinas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah DKI mengatakan, cabai naik karena pasokan ke Jakarta berkurang.
”Dikhawatirkan jika tidak segera dikendalikan, daerah lain di luar Jakarta juga akan terpacu kenaikan inflasinya,” kata Joko.
Ia menambahkan, keran impor cabai dari Thailand dan China dibuka untuk meredam kenaikan harga. ”Setelah cabai impor masuk pasar Jakarta, harga cabai turun di bawah Rp 100.000 per kg,” kata Joko.
Mengenai dugaan adanya cabai selundupan asal Thailand dan China yang membanjiri Jakarta, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yan Fitri mengaku akan menyelidiki kemungkinan itu ”Logikanya memang permintaan naik, suplai pun naik. Bila suplai dalam negeri lamban bergerak, penyelundupan bakal tumbuh,” ucap Yan Fitri. Meski demikian, polisi tak bisa spontan menangani kasus cabai rawit merah ini. ”Kami mesti pelajari dulu regulasinya seperti apa, lalu melihat ke lapangan, faktanya seperti apa,” tutur Yan Fitri.
(TRI/FRO/NEL/ART/PIN/WIN)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/26/04333197/urusan.cabai.saja.pemerintah.abai.apalagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar