Jumat, 27 Agustus 2010

haa iki Betapa Memang Malaysia Selalu Berinisiatif Duluan

26/08/2010 - 17:37
Malaysia Tuding RI Biang Kerok?
Vina Ramitha

(IST)
INILAH.COM, Putrajaya - Berdasarkan pemberitaan sebuah media Malaysia, catatan ketegangan dengan Tanah Air selalu bermula dari Indonesia. Benarkah demikian?
Media NST.com menuliskan beberapa poin ketika kedua negara bersitegang. Jika dilihat dari kata-kata yang digunakan, poin-poin tersebut mengesankan permasalahan kedua negara selalu bermula dari Tanah Air. Padahal faktanya Indonesia hanya menuntut haknya semata.
Misalnya pada Oktober 2007, Malaysia mencatat Indonesia memprotes penggunaan lagu nasional ‘Rasa Sayange’ untuk promosi Kementerian Pariwisata negara tersebut. Sempat terjadi ketegangan karena Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor ngotot lagu itu milik mereka.
Sedangkan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu juga tak mau mengalah. Ia menyatakan lagu rakyat itu telah membudaya di provinsi Maluku sejak jaman leluhur. Sehingga klaim Malaysia itu salah. Tengku Mansor pun menantang Indonesia untuk memberikan bukti otentik.
Akhirnya ditemukan, lagu ‘Rasa Sayange’ direkam pertama kali oleh perusahaan Lokananta Solo pada 1962 silam. Akhirnya pada 11 November 2007, Menteri Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Budaya Malaysia Rais Yatim mengakui lagu asli Ambon itu memang milik Indonesia.
Juni 2009 tercatat perseteruan antara model Indonesia, Manohara Odelia Pinot dengan pangeran asal Kelantan, Malaysia, Tengku Mohammad Fakhry. Manohara mengklaim pria yang menjadi suaminya itu melakukan kekerasan padanya, secara fisik dan seksual.
Bahkan sempat beredar foto-foto luka di dada Manohara yang diklaim sebagai torehan silet akibat tindakan Fakhry. Sebaliknya, pihak sang pangeran yang kalem, secara perlahan menguak berbagai ‘tingkah aneh’ Manohara dan ibunya. Kisah Manohara ini menyedot perhatian publik Tanah Air yang kesal dengan Malaysia.
Kasus ini ditutup ketika pengadilan Malaysia mengetuk palu dan menyatakan Pangeran Kelantan tidak bersalah. Sementara Manohara dan ibunya memilih pulang kembali ke Tanah Air. Kasus ini tidak pernah disidangkan di Indonesia karena terjadi di ranah hukum Malaysia.
Bulan yang sama Malaysia juga mencatat Indonesia menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja (TKI) hingga ada UU baru yang lebih baik guna melindungi TKI. Hal ini menyusul maraknya penyiksaan TKI yang berada di Malaysia yang tak jarang berujung pada kematian.
Masalah penyiksaan TKI ini sering dibahas di berbagai media di Tanah Air. Beberapa poin penting yang diubah dalam kesepakan kedua negara adalah hak libur. Kemudian juga mengenai siapa yang berhak menyimpang paspor. Sebelum diubah, majikan selalu menyimpan paspor TKI yang mereka pekerjaan.
Hal itu dilakukan karena majikan Malaysia tidak ingin merasa tertipu dengan TKI. Terutama jika ada yang melakukan pencurian. Namun sebaliknya, TKI yang tersiksa tidak bisa meminta pertolongan atau pulang kembali ke Tanah Air. Ke KBRI saja mereka harus terseok-seok berjalan dan secara diam-diam.
Persengketaan terpanjang kedua negara mungkin perebutan blok Ambalat, yang hingga kini masih tak jelas milik siapa. Blok laut seluas 15.235 kilometer persegi itu terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar. Serta dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Timur.
Persoalan klaim ini pertama diketahui pada 1967 ketika dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kedua pihak sepakat diberlakukan status quo. Sementara mereka juga berebut pulau Sipadan dan Ligitan, yang akhirnya resmi jatuh ke Malaysia pada 2002.
Malaysia hanya mencatat protes-protes Indonesia saja, tanpa merujuk pada Persetujuan Tapal Batas Laut Indonesia-Malaysia yang disepakati sejak 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi yang mencomoti wilayah RI. [mdr]
Sumber : http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/08/26/774371/malaysia-tuding-ri-biang-kerok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar