Sabtu, 21 Agustus 2010

haa iki Bukti Bersatunya Kekuasaan & Niat Tulus

TEROBOSAN
Desa Terpencil Bebas Pemadaman Bergilir
Sabtu, 21 Agustus 2010 | 04:59 WIB
Indonesia sudah merdeka 65 tahun, tetapi pemadaman listrik bergilir masih mewabah di republik ini. Kota-kota besar di Indonesia, termasuk Ibu Kota RI, Jakarta, tidak luput dari ”aib” ini.
Akan tetapi, di Enrekang, Sulawesi Selatan, sebuah kabupaten yang jaraknya lebih dari 220 kilometer sebelah utara Makassar, terdapat sekurang-kurangnya 3.681 rumah di desa-desa terpencil yang telah menikmati listrik 24 jam tanpa kenal terminologi pemadaman bergilir! Seorang tokoh masyarakat Enrekang, Udhin Palisuri, yang juga tokoh penyair Sulsel, mengomentari kondisi tersebut dengan kalimat ”Ibarat Musafir di Gurun Sahara yang Menerima Seteguk Air!”
Tahun 2003, La Tinro La Tunrung—seorang kontraktor listrik—terpilih memimpin Enrekang. Sang Bupati itu berani tampil beda. Rasanya tidak ada daerah di Tanah Air yang menjadikan listrik sebagai program unggulan. La Tinro hendak menuntaskan kebutuhan energi listrik masyarakat pedesaan di Enrekang dengan membangun dan memanfaatkan potensi-potensi ”energi terbarukan”. Itulah yang terjadi dan dikerjakan di kabupaten yang APBD dan PAD-nya tergolong ”papan bawah” di antara 30 kabupaten/kota di Sulsel.
Latar belakang dan kepribadian seorang bupati rupanya berpengaruh dalam pemerintahannya. Seusai dilantik jadi Nakhoda Bumi Masserenpulu, La Tinro menyurvei jumlah desa yang tidak terjangkau listrik di Enrekang. Hasilnya, 102 desa! Bupati menyuruh menyurvei lagi jumlah desa yang punya potensi air. Ia mempertimbangkan kemungkinan pengembangan proyek listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Hasilnya, 26 desa yang berpotensi.
Nah, menyadari keterbatasan kemampuan finansial daerah yang dipimpinnya, Bupati Enrekang itu berkelana membawa hasil survei tersebut ke Kementerian Pertambangan dan Energi, Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jerman, dan tentu saja ke Gubernur Sulsel.
Usaha menggalang dana untuk listrik pedesaan tersebut mulai membuahkan hasil pada tahun 2005. Pada tahun itu dimulailah pembangunan perdana dua PLTMH, masing-masing sebuah di Desa Bungin, Kecamatan Bungin, berkapasitas 2 x 45 kilovolt ampere (kVA), bantuan dari Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan sebuah lagi di Desa Tanete, Kecamatan Maiwa, bantuan dari LIPI, berkapasitas 20 kVA. Betul-betul pembangkit mikro (mini)!
Dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, telah berhasil dibangun 12 PLTMH yang memasok listrik bagi 15 desa yang mewilayahi 2.888 rumah. Total kapasitas terpasang (hanya) 655 kVA. Dari total 12 PLTMH tersebut, bantuan dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal paling banyak, yaitu empat buah. PLTMH lainnya berasal dari bantuan LIPI dua buah. Adapun dari Kementerian Koperasi, Kementerian Pertambangan dan Energi, LSM (Jerman), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Provinsi Sulsel, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Enrekang masing-masing sebuah.
Menurut Rudianto, Kepala Seksi Ketenagalistrikan Dinas Pertambangan dan Energi Enrekang, pembangunan pembangkit listrik skala kecil masih terus berlangsung di Enrekang. Selain pembangunan dan distribusi listrik dari PLN, Pemkab Enrekang dengan bantuan berbagai pihak masih terus memacu pembangunan berbagai pembangkit energi terbarukan, seperti PLTMH, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan pemanfaatan energi dari biogas.

Sembilan desa
Antara tahun 2005 dan 2009 di Enrekang sudah terbentuk sembilan Desa Mandiri Energi, dan pada 2008 di kabupaten ini pula untuk pertama kalinya di Indonesia terwujud Kecamatan Mandiri Energi, yaitu Kecamatan Bungin yang memiliki enam desa. Mandiri di sini artinya listrik tidak dipasok oleh PLN. Kesembilan Desa Mandiri Energi tersebut dihuni 1.751 kepala keluarga, sedangkan Bungin selaku Kecamatan Mandiri Energi terdiri atas enam desa dengan jumlah rumah 1.137.
Potensi PLTMH semuanya berlokasi di bagian utara Enrekang. Tuhan Maha Adil, bagian selatan dengan pedataran yang amat luas memiliki potensi energi tenaga surya sehingga wilayah selatan ini membutuhkan dan memanfaatkan PLTS.
Adapun jumlah rumah yang sudah dialiri listrik tenaga surya adalah 793. Dengan demikian, sampai saat ini jumlah rumah yang sudah dilayani pembangkit listrik skala kecil adalah 2.888 rumah ditambah 793 sehingga menjadi 3.681 rumah. Ini belum termasuk 30 masjid yang mendapat bantuan PLTS. Total rumah di pedesaan yang belum terlayani listrik masih berkisar 1.000 rumah. Dalam Program Unggulan Pemkab Enrekang, tahun 2012 rumah-rumah penduduk di wilayah kabupaten sudah teraliri listrik 100 persen.
Adapun potensi biogas (kotoran ternak) tersebar pada hampir seluruh kecamatan dengan jumlah populasi ternak sapi perah 1.300-an ekor dan sapi penggemukan 2.600 ekor lebih. Moto bupati dalam membuat dangke (makanan khas Enrekang yang terbuat dari susu sapi yang dipadatkan) adalah minyak tanah, No! Biogas, Yes! Energi biogas yang dibangun antara tahun 2006 dan 2009 sudah berhasil melayani 100 buah kompor. Semuanya untuk memasak dangke.
Pembangunan
Pembangunan PLTMH-PLTMH berdampak kepada perbaikan lingkungan. Sebab, rakyat kini tidak mau sungainya kering, sehingga mereka memelihara hutan dan ulah menebang kayu menjadi pemali. Itulah sebabnya tahun 2010 ini Bupati La Tinro meraih ”Otonomi Award Lingkungan”.
Udhin Palisuri, seniman yang juga tokoh masyarakat Enrekang, mengungkapkan, operasional semua pembangkit dikelola masyarakat sendiri melalui suatu badan usaha desa (BUD). ”Listrik itu tidak gratis, mereka membayar Rp 20.000-Rp 30.000 per rumah, besarnya tarif ditetapkan dalam suatu musyawarah desa. Betapa indah, melalui listrik mereka belajar berdemokrasi! Patut pula dicatat, masyarakat desa di Enrekang bebas dari ledakan gas!” kata Udhin sembari mengacungkan jempol.
Ia menambahkan, BUD-BUD tersebut masing-masing menggalang dana cadangan. Ini digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan sewaktu-waktu. Total biaya untuk membangun PLTMH, PLTS, dan biogas hingga saat ini mencapai Rp 22,5 miliar, di mana kontribusi (share) pemerintah pusat Rp 14 miliar.
Dalam dialog dengan penulis, Bupati La Tinro berkata, ”Setiap perbuatan baik bernilai ibadah di sisi Allah. Apalagi dalam bulan Ramadhan. Kegiatan membangun pembangkit energi listrik terbarukan di Enrekang adalah ibadah berjemaah Pemkab Enrekang bersama masyarakatnya!”
(M FAHMY MYALA Wartawan Senior, Tinggal di Makassar) - Kompas Cetak 21-08-2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar