Senin, 30 Agustus 2010

haa iki Perlunya Kepercayaan Pada Kemampuan Sendiri

SENGKETA WILAYAH
RI Harus Percaya Diri Hadapi Malaysia
Senin, 30 Agustus 2010 | 03:07 WIB
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (19/8). Mereka menolak barter maling ikan asal Malaysia dengan petugas KKP. Mereka menganggap perlakuan tersebut melecehkan bangsa.
Oleh Wisnu Dewabrata
Kalau saja para petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan punya tingkat kepercayaan diri (pe-de) dan kengototan setinggi para petugas Polis Marin Diraja Malaysia, terutama dalam keberanian mengklaim kawasan kedaulatan, boleh jadi insiden kawasan perbatasan 13 Agustus lalu bakal beralur cerita beda. 
Alih-alih tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang digelandang, diborgol, lalu dipenjarakan dengan mengenakan seragam tahanan dan dipenjarakan macam kriminal oleh kepolisian Malaysia, yang lantas memicu kemarahan publik Indonesia, bukan tidak mungkin yang terjadi justru kebalikannya; para petugas KKP-lah yang ”berjaya” membawa pulang hasil ”tangkapan besar”.
Tangkapan besar setidaknya berupa lima kapal lengkap dengan sembilan nelayan pencuri ikan asal negeri jiran tadi dan juga tak lupa sejumlah petugas Polis Marin Diraja Malaysia (PMDM), yang nekat masuk wilayah perairan (yang diklaim) milik Indonesia dan lebih parah lagi malah mau bertindak arogan dengan mengganggu dan menyerang patroli KKP.
Dengan alur cerita macam itu, kesan heroik tentunya jauh lebih terasa ketimbang yang terjadi sekarang. Walau tentunya tetap berdampak sama-sama memicu ketegangan kedua negara dalam hal isu sengketa perbatasan.
Namun, sayang, alur cerita nan heroik tadi dipastikan mustahil terjadi, terutama lantaran sejumlah kelalaian fatal nan konyol yang dilakukan sendiri oleh para petugas KKP.
Kelalaian pertama, sejak awal petugas KKP ternyata diketahui tidak mempersiapkan peralatan dan perlengkapan patroli mereka dengan baik, terutama peralatan global positioning system (GPS), yang menjadi peralatan vital dalam menentukan koordinat posisi kapal untuk kemudian dipakai sebagai klaim siapa berada di wilayah teritorial siapa.
Padahal, persiapan dan pengecekan alat dan kelengkapan lain sebelum berpatroli adalah prosedur standar operasi di mana pun. Jangan heran ketika insiden terjadi, para petugas KKP terkesan kalah awu dan tidak percaya diri mengklaim merekalah yang benar dan nelayan serta polisi Malaysia telah melanggar wilayah kedaulatan Indonesia.
Tidak cuma soal peralatan, kelalaian lain yang juga tak kalah fatalnya dilakukan para petugas KKP terjadi sesaat sebelum berpatroli, mereka sama sekali tidak berkoordinasi dengan instansi lain macam Kepolisian Air dan Udara (Polairud) Polri, TNI Angkatan Laut, atau bahkan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang disebut-sebut cikal bakal instansi Penjaga Pantai (Coast Guard) Indonesia.
Akibatnya, mereka bergerak sendirian tanpa ada dukungan bala bantuan, yang sewaktu-waktu siap meluncur memberikan pertolongan dalam kondisi darurat. Fakta itu sangatlah disayangkan.
Tak kurang Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto sendiri mengecam fakta itu seperti disampaikannya dalam jumpa pers seusai menggelar rapat koordinasi dengan para menteri di bawah koordinasinya, pekan lalu.
Turut hadir dalam rapat koordinasi itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri KKP Fadel Muhammad, Panglima TNI Jenderal (TNI) Djoko Santoso, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (TNI) Agus Suhartono, dan Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Laksamana Madya (TNI) Y Didik Heru Purnomo.
”Dalam berpatroli, koordinasi antarinstansi harus selalu dilakukan. Setidaknya sekadar untuk saling berbagi informasi. Jangan sampai terjadi setiap instansi berjalan sendiri-sendiri atau malah mengerjakan hal sama di satu area dan dalam waktu yang bersamaan. Bakorkamla sudah membuat prosedur baku soal itu. Namun, sayang, dalam pelaksanaannya di lapangan kerap tidak sesuai,” ujar Djoko.
Penyesalan senada juga dilontarkan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Havaz Oegroseno saat mendampingi Marty Natalegawa menghadiri rapat dengar pendapat Kementerian Luar Negeri dan Komisi I. Dia menyinggung, seharusnya para petugas di lapangan bisa lebih menaati prosedur standar operasi yang berlaku.
”Mekanisme koordinasi, kan, sudah disusun dan ditetapkan Bakorkamla. Jadi, kalau mau berpatroli, seharusnya saling memberi tahu. Lagi pula, kalau katanya mereka sudah menjalankan prosedur standar, bagaimana bisa itu peralatan GPS tidak bisa dipakai karena baterainya habis? Mbok ya, sebelum patroli beli baterai dahululah atau ya pakai saja GPS yang ada di pesawat telepon seluler. Hampir semua ponsel teknologi sekarang kan ada (fitur) GPS-nya,” sindir Havaz.
Havaz menambahkan, saat penangkapan para nelayan Malaysia, para petugas KKP juga melakukan kesalahan prosedural yang tak kalah fatal. Mereka memindahkan tujuh dari total sembilan orang nelayan Malaysia ke atas dek kapal patroli Dolphin 015, yang ketika itu hanya diawaki dua petugas KKP, sementara tiga petugas lainnya naik ke lima kapal nelayan, yang rencananya akan mereka sita dan bawa ke Batam.
”Menurut prosedur, tidak boleh terjadi di satu tempat jumlah aparat yang menangkap kalah banyak dengan jumlah orang yang mereka tangkap. Kalau seperti itu, namanya membahayakan diri sendiri. Seharusnya mereka paham prosedur standar seperti itu. Tambah lagi, kalau memang saat kejadian mereka merasa yakin benar, ya hadapi saja itu patroli PMDM. Jangan malah lari meninggalkan teman-temannya digelandang ke Malaysia,” ujar Havaz menyesalkan.
Meski begitu, ibarat pepatah, nasi sudah menjadi bubur. Ketiga aparat KKP walhasil memang digelandang dan ditangkap pihak Malaysia serta terpaksa mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan, yang kemudian memicu kemarahan publik di Indonesia.
Tiga kesalahan Malaysia
Lebih lanjut, seperti disampaikan Menlu Marty dalam sejumlah kesempatan, Malaysia tercatat melakukan tiga kesalahan dalam insiden yang terjadi hanya empat hari menjelang peringatan hari kemerdekaan RI itu. Kesalahan pertama dan kedua, masuknya nelayan Malaysia dan patroli PMDM ke wilayah perairan yang diklaim Indonesia, sementara kesalahan ketiga adalah penangkapan terhadap tiga petugas KKP Indonesia oleh patroli PMDM serta kemungkinan terjadinya tindak kekerasan terhadap mereka, baik saat ditangkap maupun ketika ditahan di penjara kepolisian Malaysia.
Pemerintah dari hasil rapat koordinasi Kementerian Bidang Polkam mengeluarkan tiga rekomendasi agar peristiwa serupa tidak kembali terulang di masa mendatang. Ketiga rekomendasi itu adalah peningkatan koordinasi pengawasan dan keamanan laut oleh seluruh pemangku kepentingan, mulai dari TNI AL, Polairud, KKP, Bea dan Cukai, KPLP, dan Bakorkamla.
Selain itu juga diupayakan peningkatan pemahaman yang lebih mendalam tentang daerah operasi perbatasan, terutama untuk daerah yang masih dalam proses sengketa ataupun perundingan, sampai ke tingkat aparat dan petugas di lapangan.
Rekomendasi ketiga, percepatan proses perundingan perbatasan dengan negara lain.
Terkait rekomendasi kedua, sejumlah pihak juga menyoroti hal itu sebagai salah satu kelemahan utama. Para petugas di lapangan tidak paham perkembangan status wilayah yang disengketakan karena proses perundingan di tingkat pusat atau pejabat atas tidak sampai informasinya ke mereka yang ada di level lapangan dan operasional.
Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, menegaskan, pihak Malaysia selama ini memang dikenal tidak pernah ragu mengklaim dan menetapkan wilayah teritorialnya secara sepihak (unilateral). Hal itu malah terjadi mulai dari level atas hingga petugas mereka di lapangan.
Sayangnya, hal serupa, menurut Andi, tidak dilakukan aparat Indonesia yang kerap ragu. Padahal, kalau mau meniru Malaysia, lebih baik klaim saja terlebih dahulu dan masalah lain diurus belakangan. Boleh jadi juga banyak aparat tidak pe-de lantaran, seperti dalam kasus KKP tadi, mereka tidak mempersiapkan diri dengan peralatan dan pengetahuan sebaik yang dibutuhkan sebelum ke lapangan.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/08/30/03074619/ri.harus.percaya.diri.hadapi.malaysia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar