Selasa, 28 September 2010

haa iki Ancaman Intrusi Air Laut

Intrusi Makin Mengancam
Selasa, 28 September 2010 | 03:14 WIB
 
Jakarta, Kompas - Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta tidak hanya menyebabkan turunnya permukaan tanah, tetapi juga intrusi air laut yang semakin jauh ke daratan. Air laut yang bersifat korosif ini mengancam fondasi bangunan, termasuk tiang pancang gedung-gedung tinggi.
Ancaman ini terjadi karena kadar salinitas yang tinggi dari air laut memengaruhi pelapukan tanah di sekitar fondasi bangunan. ”Batu saja bisa lapuk, apalagi tanah,” kata dosen dan peneliti Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), intrusi air laut di permukaan Jakarta sudah mencapai 3 kilometer ke daratan. ”Adapun intrusi air laut di bagian tanah dalam sudah lebih 10 kilometer ke daratan,” kata Prof Dr Otto SR Ongkosongo, peneliti utama Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Intrusi di permukaan terjadi karena sebab alami berupa air laut pasang. Adapun intrusi air laut tanah dalam terjadi karena penyedotan air tanah secara berlebihan dan tak terkendali selama bertahun-tahun. Rongga- rongga tanah yang kosong akibat penyedotan air menyebabkan tanah memadat dan terjadi penurunan permukaan tanah. Namun, di daerah pesisir, rongga tanah yang kosong diisi air laut yang bersifat korosif.
”Air laut akan semakin banyak mengisi rongga yang kosong seiring dengan makin maraknya penyedotan air tanah,” kata pakar hidrologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (27/9).
Kondisi inilah yang saat ini terjadi di Jakarta. Pengambilan air tanah di Jakarta saat ini mencapai 252, 6 juta meter kubik per tahun. Padahal, ambang batasnya hanya 186 juta meter kubik per tahun sehingga terjadi defisit sekitar 66,65 juta meter kubik per tahun.
Parahnya, defisit air tanah ini sulit diatasi secara alami dari limpahan air hujan karena minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta yang hanya sekitar 9,12 persen dari luas kota. Hujan di Jakarta rata-rata menurunkan sekitar 2 juta meter kubik air per tahun. Namun, hanya sekitar 26,6 persen atau 532 juta meter kubik per tahun yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah dangkal.
Sekitar 73,4 persen lainnya air hujan ini mengalir ke laut atau runoff. ”Air yang terbuang atau runoff bisa meningkat dari 73,4 persen menjadi 85 hingga 90 persen pada 10 tahun mendatang jika ruang terbuka hijau masih seperti sekarang,” kata Sutopo.
Adapun air hujan di lapisan tanah dangkal yang kemudian masuk ke lapisan tanah dalam dengan kedalaman lebih dari 40 meter hanya sekitar 30 juta meter kubik per tahun. Masih jauh dari defisit air tanah yang mencapai 66,65 juta meter kubik per tahun atau setara dengan 13,3 juta truk tangki air per tahun.
Defisit inilah yang juga mendorong terjadinya intrusi air laut. ”Intrusi air laut di dalam tanah sifatnya permanen. Agak sulit diperbaiki,” kata Otto.

Sistem injeksi
Meskipun sulit, bukan berarti intrusi tak bisa ditanggulangi. ”Hanya saja, langkah penanggulangan harus dilakukan secara radikal dan komprehensif,” kata Direktur Pesisir dan Lautan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono.
Langkah tersebut antara lain membatasi secara ketat pengambilan air tanah. ”Selain itu, semua bangunan di DKI harus membuat sumur injeksi di lapisan air tanah dangkal dan lapisan tanah dalam,” kata peneliti air tanah dari Kementerian Riset dan Teknologi, Teddy Sudinda.
Di kawasan Monas, misalnya, hendaknya dibuat retarding basin atau kolam penampung air atau parit di antara tanaman atau pepohonan. Sementara itu, di kawasan muara dibuat danau-danau, seperti dilakukan di Batam.
Adapun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta bantuan pemerintah pusat guna melakukan dua langkah antisipasi untuk mengatasi intrusi dan penurunan permukaan tanah. Kedua langkah itu, kata Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang Ahmad Hariadi, adalah pengurangan ekstraksi air tanah dalam jumlah besar dan pembangunan tanggul laut (sea wall).
Pengurangan ekstraksi air tanah dalam akan dilakukan dengan penambahan pasokan air bersih dari Waduk Jatiluhur menggunakan pipa sampai 9.000 liter per detik. Tambahan pasokan air itu akan digunakan untuk menutup defisit kebutuhan air bersih 8.116 liter per detik.
Sementara itu, tanggul laut diperlukan untuk menahan kenaikan permukaan air laut dan mencegah intrusi air laut. Tanggul laut semacam ini sudah dibangun di China dan Belanda.
Upaya membuat sumur injeksi, sumur resapan, embung, tanggul, dan kolam dapat meningkatkan resapan air hujan ke dalam tanah untuk meningkatkan cadangan air tanah. Hal ini juga dapat memperbaiki kerusakan lingkungan, seperti menekan intrusi air laut, penurunan muka tanah, serta memperbaiki iklim mikro.
(YUN/NAW/ARN/ECA/THY)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/28/03143531/intrusi.makin.mengancam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar