Sabtu, 18 September 2010

haa iki Jalan-jalan di Cikini

JALAN-JALAN
Pelesir di Kawasan Cikini
Sabtu, 18 September 2010 | 03:42 WIB
KOMPAS/AGNES RITA SULISTYAWATY
Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat mempunyai beragam tempat jajanan, mulai dari kaki lima hingga restoran. Sebagian restoran masih memanfaatkan gedung lama. Bahkan, sebagian pedagang mempertahankan makanan lawas.
Sejak zaman Belanda, kawasan Cikini menjadi salah satu kawasan yang sohor sebagai tempat tujuan rekreasi, dengan Kebun Binatang Cikini sebagai pusatnya. Kini, kawasan yang termasuk Kecamatan Menteng itu masih jadi salah satu sentra kuliner dan Taman Ismail Marzuki sebagai tempat wisata termasuk Planetarium.
Sebelum menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM), tanah itu dipakai sebagai Kebun Binatang Cikini sejak 1864. Tidak hanya itu. Belanda juga membangun kolam renang dan berbagai lapangan untuk aktivitas olahraga.
Dengan taman dan kebun binatang, Cikini menjadi tempat wisata favorit sejak zaman Belanda. Firman Lubis, salah satu pria kelahiran Menteng, masih mengalami masa-masa ketika orang memadati Kebun Binatang Cikini saat liburan.
”Kalau ada liburan, semisal libur Lebaran, Kebun Binatang Cikini pasti sesak dengan pengunjung,” kenang Firman. Kenangan Firman itu masih terulang saat ini di Kebun Binatang Ragunan.
Tahun 1960-an, Kebun Binatang Cikini dipindahkan ke Ragunan, sementara bekas tanah kebun binatang dijadikan kompleks seni bernama Pusat Kesenian Jakarta TIM.
Salah satu tempat yang hingga kini masih menjadi magnet wisata di Jakarta adalah Planetarium, yang mulai dibangun awal tahun 1967. Setelah sempat mandek beberapa tahun, Planetarium bisa dinikmati umum sejak 1 Maret 1969.
Di sepanjang Jalan Cikini banyak beragam jenis restoran. Menariknya, sebagian besar pemilik toko masih menempati bangunan lama lengkap dengan menu turun-temurun.
Salah satu tempat legendaris di Cikini adalah toko kue Tan Ek Tjoan di Jalan Cikini Raya Nomor 61. Toko yang merupakan cabang dari toko serupa di Bogor ini berdiri di Cikini sejak 1958. Kendati di kanan-kiri toko ini ada toko roti, pembeli tetap saja memilih kue Tan Ek Tjoan.
”Rasanya tetap sama sedari dulu. Nikmat untuk teman minum kopi,” ucap Ilham, salah satu penggemar Tan Ek Tjoan.
Di situ, ada juga beragam jenis roti dengan rasa tertentu, seperti roti cokelat, nogat, dan gambang. Beragam kue seperti risoles, croissant, dan tart juga dijual di situ. Ada pula jajanan lawas seperti ting-ting jahe, alba pastiles, atau kue satu.
Selain restoran, toko kue ini juga beken dengan gerobak-gerobak berlabel sama, yang menjajakan roti ke setiap sudut Jakarta. Namun, kualitas dan harga kue di gerobak beda dengan di toko. Begitu membekasnya roti dari bakeri ini, para fans Tan Ek Tjoan juga membuat grup di situs jejaring Facebook.
Selain itu, ada pula perusahaan sirup Sarang Sari di Jalan Cikini Raya Nomor 77. Perusahaan sirup ini merupakan salah satu perusahaan asing yang diakuisisi menjadi perusahaan nasional Indonesia sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno. Tahun 1930-an, sirup Sarang Sari masih bernama De Friesche Boerin.
Di salah satu ruas jalan Cikini, tepatnya di Jalan Cikini IV, terdapat juga restoran Jepang yang berdiri sejak tahun 1969. Restoran bernama Kikugawa ini menyajikan suasana khas Jepang dengan interior bambu dan musik Jepang.
Makanan yang ditawarkan di restoran ini juga masih mempertahankan bentuk makanan Jepang, antara lain dengan menyajikan beberapa menu ikan segar yang tidak dimasak.
Kuah makanan cenderung didominasi dengan rasa kecut dan asam. Teh hijau atau ocha juga menjadi salah satu pilihan minuman di Kikugawa.
Sementara, di sepanjang Jalan Raden Saleh, terdapat berderet rumah makan yang menyajikan menu Timur Tengah. Di malam hari, sejumlah warung tenda di sekitar Pasar Kembang Cikini dan Stasiun Cikini menjadi tempat tujuan para pemburu kuliner.
Pendidikan dan agama
Selain makanan, kawasan Cikini juga terkenal dengan pendidikan. Yayasan Perguruan Cikini yang berdiri 1942 itu merupakan salah satu yang terkenal. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu alumnus perguruan ini. Sebuah insiden sempat terjadi di Perguruan Cikini. Tanggal 30 November 1957, empat granat meledak saat kunjungan Soekarno yang saat itu masih menjabat Presiden RI. Soekarno selamat, namun 48 siswa Perguruan Cikini luka.
Tidak kalah penting adalah gedung yang ditempati Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Keluarga serta Bagian Mikrobiologi, Universitas Indonesia. Pada masa lampau, gedung ini dikenal dengan nama Wilhelmina Instituut voor Hygiene en Bacteriologie. Bangunan ini berhadapan dengan Stasiun Cikini.
Di zaman penjajahan Belanda, rel kereta yang melintas di Cikini ini juga terhubung dengan jalur khusus untuk kereta yang mengangkut candu dari pabrik di pembuatan candu yang terletak di lokasi Fakultas Kedokteran UI saat ini. Karena itu pula, kawasan ini dikenal dengan sebutan amfiun atau amphioen dalam bahasa Belanda yang berarti ’candu’. Kata itu dilafalkan sebagai ampiun. Salah satu tempat yang masih menggunakan nama itu adalah Pasar Cikini Ampiun. (ART)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/18/03421675/pelesir.di.kawasan.cikini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar