Kamis, 21 Oktober 2010

haa iki Antara Pengabdian & Hobi

Pratono
Dokter dan Penyiar Radio di Papua
Kamis, 21 Oktober 2010 | 03:36 WIB
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Gregorius Magnus Finesso


”Selamat sore rekan-rekan muda di kawasan Mappi. Kembali bersama Citra Husada FM dalam acara ’Sapa Siang’. Satu jam ke depan, Kaka Boy di sini akan menemani dengan tembang terbaru. Semoga tetap semangat. Jaga kesehatan diri dan keluarga karena penyakit bisa menyerang Anda kapan dan di mana saja....”
Sapaan seperti itu lazim terdengar dari penyiar radio umumnya. Namun, lain cerita jika ucapan itu dituturkan seorang dokter di pedalaman Papua. Penyiar bernama samaran ”Kaka Boy” itu adalah dokter Pratono, Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Mappi, Papua.
Ia mengabdi di kota Kepi, kota kecil dengan enam jam perjalanan kapal cepat dari lokasi salah satu suku pohon Korowai-Kombai. Mappi terletak di pedalaman Papua bagian selatan, hasil pemekaran Kabupaten Merauke tahun 2002.
Mengapa seorang dokter ”nyambi” menjadi penyiar radio di daerah pedalaman seperti Mappi yang luas wilayahnya 23.824 kilometer persegi?
”Mengatasi persoalan penyakit di Papua tak cukup dengan penanganan medis. Apalagi daerah pedalaman, seperti Mappi, tak ubahnya kubangan penyakit. Hal utama yang harus dilakukan adalah mengubah perilaku dan kesadaran masyarakat pada pola hidup sehat,” tuturnya.
Berawal dari pemikiran itu, Pratono, yang memang menyukai dunia penyiaran sejak kuliah, mulai berpikir membuat radio mandiri. Media penyiaran radio yang unggul karena jangkauannya relatif luas dan dapat diakses oleh lebih banyak warga.
Sejak pertama menginjakkan kaki di Mappi, Juli 2009, ia mencoba merakit radio pemancar. Berawal dari pembangkit transmisi berdaya rendah yang dibelinya Rp 100.000 dan di tengah kesibukan mengobati pasien, ia luangkan waktu mewujudkan angan membuat radio mandiri.
Dengan bantuan pegawai rumah sakit umum yang juga berhobi radio, Pratono merancang program-program penyuluhan kesehatan. Tema programnya mulai dari penyuluhan HIV/AIDS, malaria, kebersihan lingkungan, pola hidup higienis, hingga kesehatan reproduksi.
Tahun berikutnya, ia membeli radio pemancar berkekuatan lebih besar. Biayanya diambil dari sisa dana perjalanan dinas. Januari 2010 ia membeli radio pemancar berkekuatan 100 megawatt lengkap dengan perangkat elektronik lain, seperti komputer, audio processor, mikrofon, dan headset. Antena setinggi 18 meter juga didirikan.
”Direktur rumah sakit waktu itu, Bu Ester, sangat mendukung. Beliau mengizinkan kami memakai satu ruangan kecil dekat ruang rawat inap rumah sakit,” ujarnya. Radio lokal satu-satunya di Kepi itu diberi nama Citra Husada FM.

Pengembangan program
Selain membuat program mandiri, Pratono juga menyelipkan beberapa iklan layanan masyarakat dari Kementerian Kesehatan. Untuk memperkaya program siaran, tahun 2010 ditandatangani kontrak kerja sama dengan radio KBR 68H Jakarta.
”Radio KBR Jakarta punya program tentang Papua yang disiarkan setiap hari,” katanya.
Sebagai radio komunitas, Citra Husada FM berorientasi membangun kerja sama untuk menjadikannya media terdepan pemberi informasi bagi masyarakat Mappi. Pratono berkomitmen, radio yang dibangunnya harus bisa diakses oleh siapa pun guna kepentingan warga.
Umumnya, penanya adalah ibu rumah tangga dan perempuan remaja dengan program favorit penyuluhan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan reproduksi. Tingkat pemahaman kesehatan warga Mappi pun meningkat seiring meluasnya siaran radio Citra Husada FM di gelombang 105.0 MHz.
”Dokter, dorang (dia) pu (punya) siaran banyak gunanya. Mama jadi tahu cara bersih-bersih rumah yang benar,” tutur Carolina (44), ibu rumah tangga dari Kampung Emete, Distrik Obaa, Kepi.

Kubangan penyakit
Untuk memperkaya program, Pratono turun langsung ke banyak tempat, berdialog dengan masyarakat. Tak jarang ia mengunjungi rumah pasien untuk menggali hambatan yang ada, terutama dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan.
Kedatangannya di Mappi juga bukan kebetulan. Lulus kuliah pada 2002, ia memilih lokasi tugas yang terbanyak kasus HIV/AIDS-nya. Kabupaten Merauke menjadi pilihan utama. Selama tiga tahun dia bertugas di Kampung Eci, Distrik Assue, Kabupaten Mappi.
Pertengahan 2009 ia menjadi Direktur RSU Mappi. Tugasnya tak ringan karena kondisi Mappi yang dekat sumber penyakit. Lebih dari 60 persen wilayah itu berupa sungai dan rawa sehingga dijuluki ”Kota Sejuta Rawa”.
Selain menjadi daerah endemik malaria, daerah yang warganya dari suku Yachai ini juga dihantui penyakit lain, seperti HIV/AIDS, infeksi saluran pernapasan, dan penyakit kulit. Bahkan, ditemukan pula penyakit kusta yang oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ditetapkan sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Di tengah gelapnya rawa Mappi, Pratono menanamkan kesadaran tentang pentingnya gaya hidup sehat lewat radio. Upaya itu diharapkan bisa mengangkat masyarakat Mappi dari kubangan penyakit.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/10/21/03363966/dokter.dan.penyiar.radio.di.papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar