Sabtu, 23 Oktober 2010

haa iki Eksistensi Keistimewaan Jogja

Daerah Istimewa Yogyakarta
Keistimewaan Bukan Nafsu Kekuasaan
Selasa, 5 Oktober 2010 | 15:39 WIB
BENNY N JOEWONO/KOMPAS.COM
Sri Sultan Hamengku Buwono X


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, menjaga keistimewaan Yogyakarta bukan perang nafsu kekuasaan melainkan menjalankan amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 pada awal mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

"Keistimewaan Yogyakarta merupakan amanat dari para pendiri Republik Indonesia bukan sebagai perang nafsu memperebutkan kekuasaan semata," katanya di sela-sela acara Syawalan Muspida, DPRD, Pejabat dan Tokoh Masyarakat se Gunung Kidul, di Wonosari, Selasa (5/10/2010).

Sultan mengharapkan masyarakat dapat berfikir jernih dengan menyadari Piagam 19 Agustus 1945 dan Amanat 5 September 1945 sebagai ijab-khobul luluh menyatunya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di saat-saat awal mempertahankan kemerdekaan.

"Saya berharap agar seluruh masyarakat mampu berfikir jernih dengan menyadari piagam bersatunya Kasultanan Yogyakarta menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI yang dilandasi itikad baik yang ikhlas hanya demi memperkuat pondasi dan menegakkan eksistensi pilar-pilar negara yang merdeka dan berdaulat," katanya.

Dia mengatakan dengan melihat sejarah yang dibuat para pendahulu pendiri bangsa serta dengan kesadaran terhadap pemaknaan konstitusi sebagai sumber hukum maka warga Yogyakarta hendaknya dapat menunaikan amanat para pendahulu bangsa dan tidak ingkar terhadap pesan kesejarahan.

Dia optimistis Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta akan selesai sebelum masa perpanjangan jabatan gubernur berakhir.

"RUUK dengan penambahan beberapa poin belum disampaikan eksekutif ke DPR Pusat sehingga belum selesai-selesai sampai saat ini, permasalahannya mengapa belum disampaikan ke DPR Pusat sehingga DPR Pusat belum bisa berbuat banyak," katanya.

Terkait dengan perpanjangan masa jabatan sebagai Gubernur DIY, Sultan mengatakan belum menentukan sikap apakah akan minta diperpanjang lagi atau berhenti dari jabatan Gubernur dan memilih melakukan referendum terkait masa depan Kesitimewaan Yogyakarta.

"Itu kan masih satu tahun ke depan, kita tunggu saja sampai waktunya tiba," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Bupati Gunung Kidul, Sumpeno Putro mengatakan dengan melihat sejarah maka esksitensi Kasultanan Yogyakarta lebih dahulu eksis dari pada Republik Indonesia, dan esksistensi Republik Indonesia terbentuk dari Kasultanan Yogyakarta terbukti dengan situasi yang kondusif pada Perang Dunia II.

"Pada Perang Dunia II, kondisi Yogyakarta lebih kondusif sampai ada pemindahan Ibu Kota NKRI ke Yogyakarta jadi mengenai Keistimewaan Yogyakarta tidak perlu dilakukan evaluasi karena evaluasi tersebut akan bertentangan dengan fakta sejarah," katanya.

Menurut dia, Bangsa Indonesia harus dapat berfikir untuk Indonesia untuk lebih maju dan sejahtera dan tidak terjebak pada permasalahan internal bangsa.

"Lawan Indonesia adalah era globalisasi untuk itu kita, seluruh bangsa Indonesia agar dapat bersatu bagaimana era globalisasi dapat membawa kesejahteraan masyarakat Indonesia bukan malah berebut kekuasaan dengan melakukan evaluasi Keistimewaan Yogyakarta sehingga lupa ancaman dari luar," katanya.

Sumber : http://regional.kompas.com/read/2010/10/05/15391569/Keistimewaan.Bukan.Nafsu.Kekuasaan

" SETIAP PENGINGKARAN SEJARAH, ADALAH KEMUNDURAN KEBERADABAN ITU SENDIRI"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar