Rabu, 20 Oktober 2010

haa iki Efek Waspada Merapi

Pariwisata Kaliurang Lesu
Rabu, 20 Oktober 2010 | 05:17 WIB
 
Sleman, Kompas - Pemberitaan tentang ancaman erupsi Gunung Merapi yang berlebihan membuat pariwisata di sekitar Merapi lesu. Okupansi hotel di Kaliurang sepekan ini tinggal 20 persen. Padahal, dengan status waspada bukan berarti kawasan Merapi tidak aman dikunjungi.
”Sepekan ini, keterisian 282 hotel hanya 20 persen. Dua pekan sebelumnya masih 50 persen. Kunjungan wisatawan ke kawasan Kaliurang pada hari biasa 2.000-3.000 orang dan 6.000-an orang di akhir pekan kini tinggal 500-an orang per hari,” kata Ketua Asosiasi Perhotelan Kaliurang Christian Awuy, Selasa (19/10).
Hotel melati terpuruk akibat turunnya kunjungan wisatawan ke Kaliurang. Kondisi ini berdampak ke banyak hal. Misalnya, omzet pedagang di sejumlah tempat wisata Kaliurang turun, seperti di Tlogoputri.
Tak hanya okupansi yang turun, pembatalan pesanan kamar hotel/penginapan juga mengancam. Heribertus Indiantara, pemilik Omah Jawi di Dusun Boyong, Kaliurang, sudah mengalaminya. Beberapa wisatawan dari Jakarta yang memesan kamar untuk bulan Desember mendadak batal karena alasan Merapi tidak aman.
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Kaliurang dan Sekitarnya (Formaks) Farchan Hariem berharap media massa memberitakan secara obyektif dan tidak menimbulkan ketakutan berlebihan kepada masyarakat awam.

Fluktuatif
Di sisi lain, aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang berstatus waspada sejak sebulan lalu hingga Selasa terus menunjukkan peningkatan. Namun, aktivitas harian gunung api yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta itu masih fluktuatif.
”Lebih rendah dari hari-hari sebelumnya. Namun, tren keseluruhan tetap meningkat,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Badan Geologi Subandrio di Yogyakarta.
Data BPPTK menunjukkan, sepanjang Senin, gempa multifase (MP) di Merapi mencapai 201 kali, gempa vulkanik A terjadi 5 kali, gempa vulkanik B terjadi 18 kali, dan guguran sebanyak 52 kali. Sebagai gambaran, pada saat status normal, gempa vulkanik hanya terjadi sekali dalam sehari dan gempa MP lima kali sehari.
Laju deformasi atau penggelembungan tubuh gunung akibat aktivitas dapur magma yang meningkat tercatat sebesar 9 sentimeter per hari. Deformasi terjadi di sisi selatan puncak gunung, yaitu di wilayah Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Persiapan minim
Sekitar 8.000 penduduk yang tinggal di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten, Jawa Tengah, tinggal di zona merah ancaman erupsi Gunung Merapi. Namun, persiapan evakuasi bagi mereka masih minim. Sebagian besar jalur evakuasi dalam kondisi rusak.
”Kerusakan jalur evakuasi bakal menjadi kendala jika terjadi erupsi Merapi dan kami harus mengevakuasi warga dalam tempo cepat. Sesuai dengan skenario, warga Desa Klakah dan Jrakah akan dievakuasi ke Lapangan Samiran di Selo. Adapun Desa Tlogolele dievakuasi ke Sawangan, Kabupaten Magelang,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Boyolali Sumantri DM di Boyolali, Selasa.
Kepala Bidang Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan, Perhubungan, dan Kebersihan Kabupaten Boyolali Muh Qodri mengatakan, Pemerintah Kabupaten Boyolali belum bisa memperbaiki jalur evakuasi karena terkendala dana. Dia sudah mengajukan anggaran Rp 11 miliar kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi guna memperbaiki jalan, tetapi belum mendapat tanggapan.
”Anggaran khusus Merapi baru kami ajukan di APBD Perubahan sebesar Rp 250 juta. Itu untuk membeli tenda dan simulasi evakuasi. Jumlah tenda belum mencukupi. Kami akan mengupayakan penggunaan bangunan dan aula di Selo,” kata Sumantri.
Di Magelang, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Eko Triyono, Senin (18/10), mengatakan, Pemkab Magelang berupaya menyiapkan jalur alternatif untuk evakuasi warga jika terjadi erupsi Merapi. Tidak mungkin memperbaiki semua jalur yang rusak tahun ini.
Untuk mempermudah proses evakuasi, Pemkab Magelang mengimbau warga menjual ternak mereka agar tidak rugi terlalu besar.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang Tri Agung Sucahyono, Selasa, mengatakan, Pemkab Magelang tidak melayani evakuasi ternak dan tidak menyediakan tempat pengungsian khusus ternak. Jika ingin membawa ternak mengungsi, warga harus membawa dan mengurus ternak sendiri.
Jumlah ternak di 19 desa di tiga kecamatan di Magelang yang rawan terkena bencana letusan Gunung Merapi terdata 12.063 ekor. Jumlah itu terdiri atas 7.899 sapi, 221 kambing, 2.140 domba, dan 1.803 unggas.
Kepala Desa Ngargosuko Agus Ahmad S mengatakan, dari 639 keluarga di Desa Ngargosuko, hampir semua memiliki ternak. Saat Merapi meletus tahun 2006, warga tidak menjual ternak, tetapi meninggalkan ternak mereka di rumah. Sekalipun di pengungsian, warga kerap mengunjungi dan memberikan makan ternaknya. Sebagian warga menitipkan ternak kepada para pemuda yang bertugas menjaga desa. (PRA/ENG/GAL/EGI/WHO)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/10/20/05175283/pariwisata.kaliurang.lesu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar