Senin, 04 Oktober 2010

haa iki Memasak Sate Cara Jepang

KULINER ANTARBANGSA
Belajar Memasak Sate yang Lebih Sehat
Senin, 4 Oktober 2010 | 03:20 WIB
KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO
Chef Hirohisa Koyama (kanan), Presiden NPO Nippon Culinary Exchange Institute yang juga pemilik restoran Jepang Basara, Jakarta, menjelaskan cara pembuatan sate Jepang atau yakitori di Jakarta, Selasa (28/9).
 
Sate tidak hanya populer di Indonesia. Orang Jepang juga suka dan mempunyai menu makanan yang dimasak dengan cara dibakar itu. Sekalipun sudah memiliki sate (di Jepang disebut yakitori), chef terkemuka Jepang, Hirohisa Koyama, masih penasaran soal sate Indonesia.
Presiden NPO Nippon Culinary Exchange Institute yang juga pemilik restoran Aoyagi di Tokushima Jepang dan Basara Jakarta itu mau masuk-keluar warung sate di Jakarta demi mengetahui cara membuat sate.
”Saya pernah dimarahi karena masuk dapur pembuat sate, tetapi setelah saya jelaskan mereka mengizinkan saya masuk,” cerita Koyama lewat penerjemahnya pada seminar ”Menggali Budaya Kuliner Jepang serta Kaitannya dengan Indonesia” di Jakarta, Selasa (28/9).
Alhasil, dia tahu persis bahan dan bumbu sate Indonesia, terutama daging ayam dan kambing, bumbu dan cara memasak. Koyama lalu mencari tahu sejarah sate Indonesia.
”Ternyata menu sate Indonesia jauh lebih tua daripada sate Jepang. Sate di Indonesia ada sejak 200 tahun lalu,” katanya.
Dia menjelaskan, usia sate Jepang baru 50-an tahun. ”Jauh lebih muda karena sate Jepang baru ada setelah Perang Dunia kedua,” ungkap Koyama.
Bagi chef yang sering pergi ke banyak negara untuk berburu pengetahuan kuliner negara lain itu, pengetahuan tentang sejarah makanan adalah hal penting. Setelah mengetahui sejarah, bahan, cara pembuatan, dan cara memasak, dia memahami mengapa menu makanan itu ada di suatu negara. Koyama kemudian akan mencoba membuat menu peranakan, umpamanya Jepang-Indonesia.
”Untuk sementara belum, karena restoran saya di Jepang berciri Jepang klasik,” jawabnya mengenai apakah dia berencana membuat menu baru untuk restorannya.
Namun, kemungkinan tersebut tak tertutup, sebab dia mempunyai ide menciptakan menu masakan dari banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satu yang sudah dia buat adalah sambal, tetapi bahannya dari Jepang. ”Itu disebut klasikal tetapi baru,” ujarnya sambil tertawa lebar.

Sate Jepang dan Indonesia
Kembali ke soal sate, Koyama tidak ingin mengajarkan sesuatu hanya lewat omongan dan gambar. Di tengah-tengah ceramahnya, Taka'e, chef di Restoran Basara membawa piring berisi tiga porsi sate dan bumbunya.
Dijelaskannya perbedaan antara sate Jepang (sate ayam yang empuk, potongan daun bawang, dan bakso) dan Indonesia (sate ayam dan kambing). Sate Jepang tampil lebih rapi (tidak berlumur aneka bumbu) dan warna daging yang dibakar lebih merata. Sementara sate Indonesia lebih penuh (banyak daging) dan ada bagian agak gosong ada pula yang masih putih.
Rasanya pun berbeda, sate Jepang cenderung gurih mengarah ke asin, sedangkan sate Indonesia lebih gurih dan ada rasa manis karena memakai kecap manis.
Ketika dia menjelaskan perbedaan tadi, dari samping kiri tercium bau harum dan bau gosong daging. Hmm, rupanya ada yang sedang memanggang sate. Tak lama kemudian, keluarlah para pramusaji membawa puluhan porsi sate Jepang dan Indonesia yang dibagikan kepada setiap hadirin.
Seusai bersantap sate, Koyama mengupas perbedaan sate buatan bangsanya dan sate Indonesia. Sate Jepang tidak berwarna hitam (gosong) dan tidak banyak berminyak karena hanya dibumbui, tepatnya dilumuri, garam Jepang yang dibeli dari Bali dan kecap.
Sementara sate Indonesia memakai aneka bumbu. Cara membakarnya pun berbeda sebab jenis arang yang dipakai juga berbeda.
Tukang sate di Jakarta memakai arang dari batok yang derajat bakarnya lebih rendah dibanding arang bincotan (dari kayu) yang digunakan untuk membakar sate Jepang. Arang bincotan sendiri diimpor Jepang dari Sumatera. Alhasil sate kita harus dibakar dekat bara api yang membuat permukaan daging cenderung gosong.
Jelas daging gosong tidak bagus untuk kesehatan. Bukan hanya itu, Koyama si penggemar sambal itu menyarankan agar tukang sate Indonesia mengurangi pemakaian minyak lewat racikan bumbu kacang atau lemak sebab minyak berlebihan kurang bagus bagi tubuh.
Itulah untungnya bertukar pikiran dengan bangsa lain. Bisa belajar memasak makanan dengan cara dan hasil lebih sehat. (SOELASTRI SOEKIRNO)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/10/04/03201119/belajar..memasak.sate.yang.lebih...sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar