Jumat, 29 Oktober 2010

haa iki Kepiluan Bencana Tsunami Mentawai

Gulungan Ombak Mengelilingi Kami
Jumat, 29 Oktober 2010 | 03:54 WIB
 
 
Di depan 67 jasad korban bencana Mentawai, yang dijejerkan di jalan tanah Dusun Muntei Baru-baru, Desa Betu Monga, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (27/10), Wakil Presiden Boediono menguatkan hati seorang wanita muda yang menangis tersedu-sedu.
Ia kehilangan suami, anak, dan mertuanya dalam sekejap setelah ombak menyapu dusunnya Senin lalu.
Gempa bumi berkekuatan 7,2 skala Richter yang disusul tsunami, malam itu, menjelang pukul sepuluh, menerjang empat kecamatan di Kabupaten Mentawai, yakni Pagai Utara, Pagai Selatan, Sikakap, dan Pulau Sipiro bagian selatan.
”Yang sabar ya bu. Kejadian ini tidak bisa kita elakkan. Ini musibah yang harus diterima dengan tabah dan tawakal. Pemerintah segera menangani bencana (masalah) ini secepatnya dengan baik,” hibur Wapres sambil menepuk-nepuk bahu Chandra (20), wanita yang menangis di depan jasad ayah mertuanya, Eman (65), itu.
Eman memang sudah terbujur kaku. Saat ditemukan, dia masih mengenakan kain sarung berwarna coklat. Eman merupakan salah satu jasad yang baru saja ditemukan tim SAR di bawah rimbunan batang pohon beberapa saat sebelum kedatangan Wapres dan rombongannya di dusun yang telah rata tanah itu.

Diselamatkan seseorang
Saat menepuk-nepuk bahu Chandra, sejumlah menteri yang ikut mendampingi Wapres, di antaranya Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, ikut menghibur dan memberikan kekuatan.
Wapres sempat mengajak berdoa bersama. Doa dipimpin Menteri Sosial Salim Segaf Al’ Jufrie. Sebelum meninggalkan dusun itu, melalui stafnya Wapres menitipkan bantuan uang atas nama pribadinya.
”Ini mertua saya. Suami dan anak saya belum ketemu,” kata Chandra lagi sambil sesenggukan menunjuk jasad yang disimpan dalam kantong plastik mayat berwarna biru.
Chandra selamat karena saat air bergulung-gulung datang ia terbawa gelombang dan terjepit di antara batang pohon kelapa. Kemudian, seorang laki-laki menghampirinya dan menyelamatkannya. ”Kalau tidak ditarik (laki-laki tersebut), saya tidak mungkin selamat,” ujarnya.
Saat gempa terjadi, Chandra mengaku tengah tertidur di rumahnya yang berdekatan dengan gereja, yang kini juga lenyap tersapu tsunami.
”Saya ingat, waktu bangun bergoyang-goyang. Lalu, saya dengar ada yang menyuruh lari karena takut ada tsunami. Tetapi, ada juga yang bilang tidak usah karena tidak ada apa-apa. Nyatanya, ombak datang dan menggulung kami semua,” kata Chandra lagi.
”Masih ada satu lagi jasad yang tertindih di bawah pohon-pohon itu,” sela petugas SAR berbaju oranye, yang menggunakan tutup mulut dan hidung, di lokasi mayat yang berjejeran itu. Menurut petugas, jasad tersebut kemungkinan keluarga Chandra.

67 orang
Di Dusun Muntei Baru-baru tercatat ada 301 penduduk atau 73 keluarga. Rabu lalu, saat Wapres berkunjung ke sana, yang ditemukan tewas tercatat 67 orang.
Dusun Muntei Baru-baru hanyalah salah satu dari 13 dusun yang dilanda gempa bumi dan tsunami. Dusun-dusun itu ditelan ombak karena tepat berada di pantai sebelah barat, yang menghadap Samudra Hindia, di mana pusat gempa berada sejauh 78 kilometer dari sana.
Data yang disampaikan Bupati Mentawai Edison Saleleubaja kepada Wapres di ruang VIP Bandar Udara Minangkabau, Padang, total korban tewas di wilayahnya hingga sore itu mencapai 154 orang. Sementara 400 orang lainnya dinyatakan hilang dan 4.000 warga mengungsi ke sejumlah posko dan sekitar lokasi yang aman.
Tak hanya Chandra yang kehilangan anggota keluarganya. Kepala Dusun Muntei Baru-Baru, Jersanius Sanaloisa (48), juga mengaku kehilangan istri dan anaknya. ”Istri dan anak saya jadi korban dan belum ditemukan,” ujar Jersanius lirih.
Kini dia harus lebih tabah dan kuat. Sebab, dia juga harus ikut mengurus pencarian dan ikut mengurus pemakaman di lahan miliknya di selatan dusun.

Helipad
Ombak yang menyapu habis Dusun Muntei Baru-baru kini hanya menyisakan lantai ubin rumah Jersanius dan ubin ratusan rumah warga lainnya. Lantai ubin rumah kepala dusun tersebut Rabu lalu dimanfaatkan sebagai helipad atau landasan tiga helikopter yang digunakan rombongan Wapres.
Ia mengaku berada di luar rumah saat gempa bumi terjadi. Meski demikian, dia tetap masuk ke dalam rumah.
”Tiba-tiba bunyi gemuruh wur... wur.... Cepat sekali. Sekitar sembilan menit ternyata ada ombak besar. Awalnya, cuma setinggi beberapa meter. Namun, tiba-tiba datang terjangan ombak lagi setinggi pohon kelapa. Saya terus berenang menuju hutan,” kata Jersanius.
Ditambahkan, sebenarnya kalau gulungan ombak datang dari arah pantai, dia dan ratusan warganya mudah menyelamatkan diri dengan berlari satu arah menuju kawasan hutan yang daerahnya lebih tinggi dibandingkan dusunnya.
”Akan tetapi, gulungan ombak seperti berputar-putar dan mengelilingi kami sehingga sulit untuk melarikan diri ke hutan. Sana-sini ombak memutar- mutar sehingga banyak yang tertelan ombak,” tambah Jersanius.
Ia tidak ingat lagi ketika istri dan anaknya juga tertelan ombak. Kini, dia dan beberapa penduduk dusun yang tersisa serta anggota tim SAR disibukkan dengan proses pemakaman 67 jasad warga di lahan miliknya.
Di sisi lain, pikirannya terus dihantui harapan akan penemuan jasad istri dan anaknya. (suhartono)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/10/29/03540062/gulungan.ombak..mengelilingi.kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar