Jumat, 08 Oktober 2010

haa iki Kotaku Saat Ini "JAKARTA"

Warga Frustrasi Hadapi Macet
Jumat, 8 Oktober 2010 | 03:44 WIB
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pengguna kendaraan bermotor tersendat di Jalan Gatot Subroto dan tol dalam kota di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/10). Keadaan seperti ini terjadi hampir setiap hari dan bertambah parah jika hujan deras mengguyur. Kendaraan bermotor terjebak dalam kemacetan selama berjam-jam di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota dan sekitarnya. Semua ini membuat warga frustrasi.
 
Jakarta, Kompas - Cuaca buruk membuat warga Jakarta dan sekitarnya makin resah. Setiap kali hujan deras turun, langsung terbayang jebakan kemacetan berjam-jam. Selain itu, ancaman banjir, longsor, atau tumbangnya pohon dan papan reklame turut menghantui warga.
Seperti yang diakui Sisilia (38), warga Pulo Asem, Jakarta Timur. Sudah dua minggu terakhir ia tidak pergi ke Taman Surapati, Menteng, untuk mengantarkan putranya berlatih biola.
”Musim hujan dan angin seperti ini berbahaya kalau ke Menteng. Di sana banyak pohon. Saya tidak tahu apakah pohon-pohon di sana masih kuat atau tidak. Kalau tiba-tiba ada yang roboh, bagaimana,” kata Sisilia, Kamis (7/10).
Bientang, karyawan swasta di bilangan Jalan Sudirman, memilih tinggal di kantor lebih lama jika hujan turun deras pada jam pulang kerja daripada terjebak macet di jalan selama berjam- jam. ”Kalau tidak ada hal sangat penting yang harus dilakukan sepulang kerja, lebih baik tinggal di kantor lebih lama dan mengerjakan sesuatu. Kemarin saya sampai dua jam lebih terjebak macet sepulang kerja gara-gara hujan,” ujarnya.
Dua hari terakhir kemacetan makin parah karena adanya pohon tumbang yang melintang di jalanan. Kamis sore kemarin, pohon besar tumbang melintang di dekat pelintasan kereta api dekat Universitas Pancasila, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Tumbangnya pohon ini membuat arus lalu lintas dari arah Jakarta menuju Depok macet total.
Dari data Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta diketahui ada 4,7 juta pohon di DKI. Dari jumlah itu, 60.000 pohon sudah diteliti dan sebanyak 3 persen atau sekitar 1.800 pohon rawan tumbang. Rabu kemarin tertulis 6.000 pohon yang diteliti.
Kepala Suku Dinas Pertamanan Jakarta Utara Ratna Diah Kurniati mengatakan, di wilayahnya saja ada 9.961 pohon yang sudah diteliti. Dari jumlah itu, 6.310 pohon dinyatakan layak hidup. Sebanyak 2.356 cukup layak hidup, 393 pohon tidak layak hidup, dan 172 pohon layak tebang. ”Namun, masih banyak pohon yang belum kami teliti,” kata Ratna.

Genangan air
Sementara itu, ketika ditanya soal penanganan banjir, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, apa yang terjadi beberapa hari terakhir pascahujan lebat di wilayahnya bukanlah banjir. Fauzi meminta wartawan yang menanyakan perkara itu kepadanya, Kamis di Jakarta, bisa membedakan makna banjir dan genangan.
”Anda harus bedakan dengan genangan. Banjir itu satu-dua hari air merendam di situ, sedangkan genangan itu air lewat, ini saya jelaskan karena perlu ada pemahaman tentang itu,” ujarnya.
Ia lalu memberi contoh kondisi di Kebon Nanas, Jakarta Timur. ”Dulu Kebon Nanas di Jalan DI Panjaitan sempat terjadi genangan, lalu kami perbaiki dan sekarang tak ada lagi,” paparnya.
Fauzi mengatakan, ”Yang Anda catat adalah yang akan dan sedang dikerjakan. Yang sudah dikerjakan Anda lupakan. Contoh, dua tahun kami kerjakan Kanal Banjir Timur.”
”Tidak mungkin kata kalian, sekarang sudah jadi.... Kalian lupakan itu,” ujar Fauzi Bowo.

Sejak dini
Hidup di tengah ancaman menyebabkan siswa-siswi sekolah dasar pun harus mulai belajar menghadapi bencana. Nadia, siswi kelas III SDN Petamburan 08 di Kecamatan Tanah Abang, mengaku sudah terbiasa dengan banjir. Setiap kali hujan lebat atau adanya air kiriman dari Bogor, air di Kanal Timur bakal meluap dan menggenangi Jalan Petamburan II serta pekarangan sekolah.
Selain SDN Petamburan 08, ada pula SDN Petamburan 05, 06, dan 07 yang terletak dalam satu kompleks. Genangan air terparah terjadi di SDN Petamburan 07 yang terletak di tanah yang lebih rendah. Akibat genangan air, siswa di sekolah itu kerap dipulangkan cepat jika hujan lebat dan genangan sudah terbentuk.

Turap runtuh
Di Jakarta Selatan, sepanjang Kamis kemarin, warga RT 10 RW 02 Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dikejutkan runtuhnya saluran air sepanjang 50 meter.
”Runtuhnya turap ini sebenarnya telah terjadi Rabu sore saat hujan deras terus-menerus. Ada lima rumah yang sebagian bangunannya longsor dan terbawa arus kali kecil ini,” kata Camat Kebayoran Lama Budi Wibowo, Kamis.
Saluran air (kali kecil) itu bermuara di sodetan Kali Pesanggrahan yang mengalir mulai dari kawasan Ciputat, Pondok Indah, hingga ke Jalan Sultan Iskandar Muda. Sebagian rumah longsor bersamaan dengan runtuhnya turap pembatas antara bantaran kali dan rumah warga.
Turap pembatas itu hanya berjarak sekitar 1 meter dari rumah warga. Belum diketahui pasti penyebab longsor, tetapi ada kemungkinan tingginya debit air dari Kali Pesanggrahan yang masuk ke saluran ini.
Menurut Budi, akibat peristiwa ini, empat keluarga terpaksa mengungsi, yaitu keluarga Ayub, Hasan, Hambali, dan Gadod. Korban runtuhnya turap itu rata-rata kehilangan sebagian bangunan dapur dan semua perabot di dalamnya.
Di tempat lain, Parno, Kepala Satuan Kerja Pelaksana Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung Cisadane, mengakui, fungsi Kanal Banjir Timur meredam banjir di Jakarta masih minim. Kapasitas aliran air di Kanal Banjir Timur hanya 100 meter per kubik per detik meski kapasitas maksimalnya bisa mencapai 390 meter kubik per detik.
Hal ini disebabkan adanya penyempitan penampang saluran sepanjang 1.500 meter di tiga lokasi, tumpukan sampah, ataupun pendangkalan akibat sedimentasi. Akibatnya, kapasitas aliran air di Kanal Banjir Timur hanya 100 meter kubik per detik, padahal mampu mencapai 390 meter kubik per detik.
Penyebab lainnya, sebagian besar kali yang airnya mengalir ke Kanal Banjir Timur belum bertanggul. Akibatnya, saat hujan deras atau banjir kiriman datang, air kali meluap ke permukiman, pertokoan, dan jalan raya yang permukaannya lebih rendah daripada permukaan air kali.
”Warga menolak pembangunan tanggul karena tidak menerima ganti rugi. Kami tidak memiliki alokasi dana untuk memberi ganti rugi,” tutur Parno. Menurut dia, Kali Sunter dan Kali Cipinang menjadi kali paling rawan luapan air.
Permasalahan lain adalah perilaku warga sendiri yang membuang sampah ke sungai dan saluran air.(ECA/NEL/ARN/ART/tri/FRO/WIN/NDY)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/10/08/03440397/warga.frustrasi.hadapi.macet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar