Andi Nurpati Khianati Mandat 
Kamis,  01 Juli 2010 00:00 WIB 
ANDI Nurpati dengan penuh kesadaran melabrak habis fitrah KPU yang  mandiri dan nonpartisan. Ia telah menggenapkan buruknya kinerja KPU  dalam menyelenggarakan pemilu legislatif, pemilihan presiden, dan pemilu  kepala daerah. Genaplah sudah bahwa komisioner KPU yang oportunis telah  menjungkirbalikkan etika dan asas kepatutan. 
Sebagai warga negara tentu saja Andi Nurpati memiliki hak untuk  bergabung dan menjadi pengurus Partai Demokrat. Akan tetapi, hak itu  mesti ia tanggalkan selama menyandang status komisioner KPU.  Undang-undang tentang penyelenggara pemilu secara eksplisit menyebutkan  syarat menjadi anggota KPU ialah bukan anggota partai politik. 
Itulah syarat yang telah ditabrak dan dilabrak Andi Nurpati. Dalam  kapasitas sebagai komisioner merangkap pengurus partai, kesalahan  terbesar yang diperbuatnya ialah mengkhianati mandat soal kemandirian  mandiri dan nonpartisan KPU.  
Sadar atau tidak sadar, Andi Nurpati telah menempatkan dirinya  sebagai pemburu rente politik. Ia menghitung untung rugi menjadi  komisioner KPU. 
Alasan untung rugi itu pula yang mendorongnya berhijrah ke Partai  Demokrat. Ia merasa rugi karena masa tugasnya di KPU dipersingkat dari  2013 menjadi 2011. Ia berusaha menghindari Dewan Kehormatan KPU--yang  ternyata gagal, karena Dewan Kehormatan KPU-lah yang menyidangkan  kasusnya.  
Menjadi pengurus partai, apalagi partai pemenang pemilu, tentu  merupakan kesempatan yang sangat menjanjikan di dalam politik. Terbuka  lebar kesempatan bagi Andi Nurpati untuk menduduki jabatan publik. Dalam  rangka mengejar impian itulah seorang Andi Nurpati melabrak  undang-undang KPU yang dia sendiri sangat paham. 
Kasus Andi Nurpati harus dijadikan pelajaran. Pelajaran terutama  ialah memperketat proses rekrutmen komisioner. Jangan pernah menerima  calon yang hanya menumpang hidup di KPU. 
Pelajaran lainnya ialah memperjelas pasal menyangkut pengunduran  diri. 
Dalam undang-undang yang berlaku saat ini, Undang-Undang Nomor 22  Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, diatur bahwa komisioner bisa  mengundurkan diri dengan alasan kesehatan, misalnya sedang mengalami  sakit jiwa. Andi Nurpati tentu saja tidak sedang mengalami sakit jiwa. 
Mestinya, seorang komisioner boleh saja mengundurkan diri asalkan  disertai syarat yang berat. Yaitu, misalnya, yang bersangkutan  mengembalikan seluruh gaji dan honor yang pernah diterimanya selama  menjadi komisioner KPU. 
Kemudian, ini lebih penting, perlu ditambah ketentuan bahwa tiga  tahun setelah tidak menjadi anggota KPU dia baru boleh menjadi pengurus  partai politik. Batas waktu perlu diberikan karena seorang komisioner  mengetahui kelebihan dan kekurangan semua partai politik. 
Ketentuan batas waktu itu sekaligus menampik tudingan bahwa  komisioner KPU yang menjadi kutu loncat itu sesungguhnya adalah pengurus  undercover partai pemenang pemilu. Rekrutmen komisioner KPU  menjadi pengurus partai pemenang pemilu bukan sebagai politik balas  budi. 
Dan kepada Anas Urbaningrum perlu diberi catatan serius bahwa dia  juga bersalah ketika merekrut Andi Nurpati yang dipagari undang-undang  yang ketat. Adalah salah saat Anas menganggap ketika Partai Demokrat  menginginkan Andi Nurpati, semua hambatan hukum otomatis beres. Itu  tabiat kekuasaan gaya lama yang amat keliru.
Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/01/152599/70/13/Andi-Nurpati-Khianati-Mandat
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar