Senin, 31 Mei 2010

haa iki Aku Mata Hari 23

Aku Mata Hari
Senin, 31 Mei 2010 | 02:34 WIB

Oleh Remy Sylado
Tapi segera aku berkata, jengkel, ”Kamu toh bukan nabi. Kamu cuma seorang vrijdenker.”
Dia membantah. ”Apa salahnya vrijdenker membaca Bijbel?”)
Aku benci, dia bertele-tele. Kataku, ”Te veel mond.”)
Dia cengengesan. Barangkali maunya bercanda, atau paling tidak sok-sosial.
”Jangan marah,” katanya.
”Tidak,” sahutku, tidak hirau dengan cengengesannya. ”Aku marah. Harus. Sumpah demi ibuku, aku tidak akan pernah bisa menerima ide gila-gilaan seperti itu.”
Anehnya dia berubah dengan cepat. Dia bersikap seperti kayu Norwegia. Ucapannya berikut ini terasa kaku dan menantang.
”Ya sudah. Kita lihat saja nanti.”
Aku berang, naik pitam. Sambil berdiri dari kursi di depan meja, aku berkata, ”Apa itu artinya kamu tidak mau mengubah pikiranmu?”
”Tolong, jangan bikin aku jadi bodoh,” katanya.
Dan dia pergi seenaknya keluar ke luar.
Sikap bedebah seperti itu karuan membuat aku tak sanggup mengendalikan diri dari emosi yang sudah mengepul. Maka aku sampluk cangkir kopi di meja. Cangkir itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping. Aku masuk ke kamar, membanting pintu, menjatuhkan diri ke ranjang, terisak-isak, memeluk Norman John yang menangis karena kaget.

43) Alkitab bahasa Belanda
44) Terlalu banyak bacot

12

Siapa yang bisa menolongku mengatasi pikiran gila Ruud?
Aku pikir-pikir, kalau sampai ide Ruud itu terjadi, pertama dia jelas-jelas melukai hatiku, kedua dia jelas-jelas menggiring aku untuk berpikir membalas dendam, dan ketiga dia jelas-jelas mendorong aku untuk bercerai.
Pertanyaanku lagi, siapa yang bisa menolongku?
Mestinya, dalam tradisi bangsa-bangsa Barat, pertolongan yang dianggap ampuh, sebagai nasihat, adalah dari pihak gereja, yaitu dari gembalanya: di gereja Katolik disebut ’pastoor’ dan di gereja Protestan disebut ’dominee’.
Sementara, sosok seperti itu tidak ada di Ambarawa. Karena Ambarawa bagian dari Semarang, maka kalau aku hendak menemui sosok seperti itu, haruslah aku turun ke Semarang dengan keretaapi yang berhenti di Stasion Djoernatan.)
Tapi, pertanyaan berikut, adakah ’pastoor’ di Semarang yang bisa menolongku sebagai orang yang berlatar Katolik dan sekarang ikut-ikutan jadi vrijdenker?
Selain itu, dengar-dengar gereja Katolik tidak populer di Semarang. Yang terkenal adalah gereja Protestan berbentuk kubah di Heerenstraat,) di tempat mana pada dasawarsa kedua abad ini Thomas Stamford Raffles menyaksikan tentara Inggrisnya dibaptiskan oleh pendeta Jerman, Gottlob Brückner, dengan cara yang menyimpang dari ajaran Protestan garis Calvinis.
Dan, dengar-dengar juga, gereja Katolik di Semarang sering dihambat oleh penguasa-penguasa kolonial yang mengaku Protestan lantas memperalat pendeta-pendetanya.
Aku bilang ”penguasa-penguasa yang mengaku Protestan” sebab sebenarnya mereka itu adalah perampok-perampok necis. Sebagian mereka berasal dari Belanda utara yang banyak Protestannya, bukan Belanda selatan antara provinsi Limburg dan Brabant yang banyak Katoliknya. Aku kira, lebih pas para penguasa garong itu tidak disebut Protestan, tapi ’pro-setan’, sebab mereka licik menghitung- hitung keuntungan politik dengan ber-Protestan, mengingat bahwa keluarga Raja di Belanda sana adalah Protestan berurat kaku Calvinis. Istilah umum yang tak pernah mereka sadari, adalah mereka itu munafik.
Maka, percuma meminta pertolongan atau minta nasihat dari para munafik. Berbicara dengan orang munafik sama mubazirnya seperti memberi mutiara kepada babi.
 
45) sekarang jadi ruko-ruko, sampai 1970-an masih dimanfaatkan sebagai stanplat bus antarkota
46) sekarang Jalan Letjen Soeprapto, pernah juga bernama Jalan Mpu Tantular

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/31/02342560/aku.mata.hari.22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar