Sabtu, 12 Juni 2010

haa iki AKU MATA HARI 36

AKU MATA HARI
Sabtu, 12 Juni 2010 | 04:39 WIB

”Apakah kamu sedang hamil?”
Jawabku tersipu, ”Ya, Tuan Cremer, jalan tiga bulan.”
Tangannya berpindah ke bahuku, dan dia menepuk-nepuk.
”Menari jangan loncat-loncat,” katanya.
”Ya, Tuan Cremer,” kataku.
Aku pun bersikap sangat Belanda: nuchter.
Di bagian gelap sana terdengar Norman John menangis. Sejak tadi anakku itu digendong oleh istri Mbah Kung.

18
Aku sengaja tidak pulang ke Ambarawa sampai aku merasa mau.
Maksudku, nanti aku pulang ke Ambarawa kalau aku mau, bukan karena aku ingin. Ada perbedaan penghayatan, bukan semata semantik, dalam dorongan antara pengertian ’kemauan’ dan ’keinginan’. Kalau aku bilang ’mau’ maka ini bisa saja terjadi tiba-tiba tanpa rencana, sedangkan kalau aku bilang ’ingin’ berarti aku sudah merencanakannya dalam pikiranku. Padahal, sepanjang ini, dalam kecewaku pada Ruud karena ide gilanya itu, karuan sudah membuat aku merasa terjauhkan secara batin dengannya.
Aku sengaja diam di sanggar seni di pinggir Kali Elo ini, menikmati hidup bebas di tanah nan gemah ripah loh jinawi, barangkali bertemu roh para leluhur ibuku.
Dengan tidak pulang sampai empat hari ini, aku yakin telah membuat Ruud kelimpungan di Ambarawa.
Dari cerita istri opsir Van Donck pada sepekan kemudian setelah aku memutuskan pulang ke Ambarawa, aku tahu bahwa Ruud bingung mencari aku, dan bahkan mendatangi seorang pertapa tua—yang lebih dikenal dengan nama kecilnya René—di atas lereng Gunung Ungaran, untuk membaca kartu tentang ke mana menghilangnya Mrs MacLeod.
Pertapa bernama René itu adalah orang Prancis yang pada dua dasawarsa lampau datang ke Indonesia sebagai tentara Belanda, dan ditugaskan di Salatiga. Waktu itu, diketahui bahwa René datang di Salatiga bersama dengan seorang Prancis lainnya yang diduga homoseks pesuka sesama—dan sebetulnya sudah dikenal di Paris sebagai penyair, tapi meninggalkan kehidupan kepenyairannya karena keinginannya bertualang sebagai tentara sewaan di Indonesia—yaitu Arthur Rimbaud.
Aku percaya pada cerita istri opsir Van Donck itu, sebab ketika aku pulang ke rumah, aku lihat beberapa lembar kertas berisi puisi Arthur Rimbaud. Salah satu yang menarik adalah dalam tulisantangan berjudul Départ:

Sehabis membaca ini, aku mengambil lembar kertas yang lain untuk membacanya, dan bersamaan dengan itu Ruud muncul, mengejutkan aku, lantaran suara girangnya mirip seperti ringkik kuda.
”Margaretha, darling!” serunya, dan langsung memeluk aku dan Norman John. ”Dari mana saja kamu?”
Aku diam.
Aku belum bisa berkata apa-apa.
Ceritanya terlalu panjang.
Dan, dalam keadaan tak disangka-sangka begini, aku malah seperti orang linglung, bahkan satu huruf hidup pun, seperti taruhlah ”O”, ”A”, ”U”, tak muncul di mulutku.
Malahan Ruud yang sumoreh mencium-cium aku dari pipi sampai ujung jari tangan.
”Oh, darling, aku begitu menguatirkan dirimu dan Norman,” katanya.

57) sosok Simbolisme dalam sastra Prancis, hidup 1854-91, karyanya a.l. ”Le Bateau ivre” dan ”Les Illuminations”.
58) Cukup terlihat sudah/visi telah bertemu dalam serwa udara// Cukup memiliki sudah/Suara-suara kota, di hari petang/dan di bawah matahari selalu//Cukup dikenal sudah/haltenya kehidupan/ O suara-suara dan visi!//Keberangkatan dalam kasihsayang/dan bunyi berisik yang baru.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/12/04391569/aku.mata.hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar