Selasa, 22 Juni 2010

haa iki "Three Lions", Ada Apa denganmu?


AP PHOTO/KIRSTY WIGGLESWORTH
Pelatih Inggris Fabio Capello tak henti-hentinya berteriak memberikan instruksi kepada pe m a i n ny a yang berlaga dengan Aljazair. Usahanya sia-sia, Inggris tetap bermain buruk.

"Three Lions", Ada Apa denganmu?
Senin, 21 Juni 2010 | 03:30 WIB

Bahkan suara vuvuzela, yang suaranya mirip invasi ribuan lebah ke stadion, tidak bisa menutupi kekecewaan pendukung Inggris yang mengejek para pemainnya seusai laga melawan Aljazair. Pelatih Inggris Fabio Capello sampai kebingungan untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan buruknya permainan Inggris.
Untuk saat ini, satu-satunya hal positif dari dua penampilan Inggris adalah mereka masih memiliki harapan untuk lolos. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan Inggris? Meski tidak memberi jawaban pasti, ada sejumlah alasan yang barangkali bisa menjadi penjelasan soal ompongnya ”Three Lions”.

Taktik

Kurangnya adaptabilitas taktik menjadi masalah nyata yang terlihat saat melawan Amerika Serikat ataupun Aljazair. Inggris, memakai formasi 4-4-2, yang mulai banyak ditinggalkan elite-elite sepak bola, tidak mampu membongkar pertahanan ketat Aljazair. Skema 4-4-2 dengan Steven Gerrard, seorang gelandang tengah, yang dimainkan di sayap kiri adalah kesalahan.
Taktik itu berjalan baik bagi Inggris saat kualifikasi. Namun, hal itu tidak bekerja di Afrika Selatan dan Capello sebagai seorang pelatih berpengalaman seharusnya melakukan adaptasi taktik sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Apakah bermain di Piala Dunia, di liga, atau bermain di mana pun, harus ada ”Plan B” jika rencana utama gagal.
Kekakuan pada satu taktik tertentu itu sudah terlihat saat Capello memberikan waktu sangat panjang bagi Gareth Barry untuk pulih dari cedera. Padahal, Di awal kepelatihannya, ia mengatakan bahwa hanya akan membawa pemain yang sepenuhnya fit, tetapi ia tetap memilih Barry.
Barry memang penting bagi taktik Inggris, tetapi itu menjadi indikasi kurangnya alternatif rencana dari Capello. Mengapa Capello membuang Scott Parker, pemain West Ham yang lebih fit? Barangkali ia tidak sebaik Barry. Namun, sebagai gelandang bertahan ortodoks, ia memberi pilihan kepada Capello memainkan pola 4-2-3-1 atau 4-3-3.
Barangkali Inggris memang tidak memiliki pemain yang dibutuhkan untuk sukses di level tertinggi. Dengan jelas, Capello menunjukkan hal itu saat ia meminta Jamie Carragher dan Paul Scholes kembali dari pensiun.
Meski memenangi sembilan dari sepuluh laga kualifikasi, apa yang dilakukan Capello memperlihatkan ia tidak punya keyakinan penuh pada kualitas pemain yang tersedia. Capello juga membuat masalah tersendiri dengan tidak bisa menunjuk kiper pertamanya sebelum Piala Dunia dimulai. Hal itu bisa terjadi karena tidak ada kiper yang benar-benar hebat sehingga sulit untuk memilih.
Inggris ternyata memang hanya memiliki paling banyak dua atau tiga pemain berkelas dunia, jumlah yang terlalu sedikit dibandingkan dengan tim favorit lain, seperti Argentina atau Brasil. Boleh jadi, kualitas pemain seperti Wayne Rooney, Gerrard, Frank Lampard, John Terry adalah overrated, dinilai terlalu tinggi dari kenyataan sesungguhnya. Para pemain Aljazair terlihat jauh lebih baik dalam mengontrol dan mengumpan bola, dua teknik dasar dalam sepak bola.

Beban klub

Para pemain Inggris telah kehabisan napas sebelum Piala Dunia dimulai karena beban yang terlalu berat di klub. Pemain seperti Gerrard, Rooney, dan Lampard, yang bermain di klub top, bisa bermain lebih dari 60 kali dalam semusim karena harus bermain di empat kompetisi, ditambah laga internasional.
Kapten Selandia Baru, Ryan Nelsen, yang bermain bersama Blakcburn Rovers, menyalahkan Liga Primer sebagai penyebab masalah Inggris di Piala Dunia. ”Secara mental dan fisik, itu adalah liga terberat di dunia dan Anda melihat sejumlah pemain hebat dari negara lain cedera karena bermain di Liga Inggris,” kata Nelsen dikutip Reuters, merujuk kepada Michael Ballack, Michael Essien, dan John Obi Mikel, ketiganya pemain Chelsea, yang absen atau sempat absen tampil di Afrika Selatan karena cedera.

Harmoni

Harmoni skuad menjadi faktor kunci kesuksesan tim menghadapi sebuah turnamen. Rusaknya harmoni di skuad bisa menjadi salah satu sebab penampilan Inggris saat ini. David James mengirimkan sinyal jelas bahwa terjadi keretakan antara pemain dan Capello. Para pemain mulai kehilangan kepercayaan dengan pelatih asal Italia itu.
Kepada media, James secara terang-terangan mempertanyakan taktik dan kebijakan Capello. Kiper berusia 40 tahun ini tidak suka dengan kebijakan Capello yang baru mengumumkan susunan pemain hanya dua jam sebelum laga.

Tekanan

Sebagai salah satu kiblat sepak bola dunia, harapan Inggris di level internasional selalu sangat tinggi. Seusai laga lawan Aljazair, Rooney dengan menghadap kamera secara sarkastis mengecam suporter Inggris yang mengejek penampilan para pemain. ”Senang jika suporter Anda sendiri mengejek Anda,” kata Rooney.
Tindakan itu menjadi indikasi jelas bahwa tekanan dari luar lapangan terasa sangat berat bagi yang bermain. Tekanan dari media tidak kalah besarnya. Tidak ada media lain di dunia yang sekejam media Inggris saat menilai penampilan pemain tim nasional mereka. ”Anda, media Inggris, sungguh buruk. Spanyol kalah, Jerman kalah, sementara Inggris belum kalah. Namun, Anda telah membunuh mereka. Saya kasihan dengan mereka,” ujar Ryan Nelsen lagi.
Dengan potensi dipermalukan kepada publik, tidaklah mengherankan jika para pemain Inggris tak bermain lepas di lapangan. Tak salah jika Clint Dempsey, pemain AS, menyebut Inggris bermain penuh ketakutan. Di level klub, kesalahan akan terhapus saat laga berikutnya datang—biasanya kurang dari seminggu. Namun, di level internasional, pemain menyadari bahwa kesalahan fatal akan menghantui mereka seumur hidup.(Prasetyo Eko P)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/21/03304824/three.lions.ada.apa.denganmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar