Selasa, 22 Juni 2010

haa iki "Tiptap" Tim Matador Versus "Anti-Football"

"Tiptap" Tim Matador Versus "Anti-Football"
Senin, 21 Juni 2010 | 04:14 WIB
Oleh BUDIARTO SHAMBAZY

”Dalam sepak bola semua menjadi rumit karena kehadiran lawan” (Jean-Paul Sartre)

Tidak salah semua rumah taruhan menjagokan Spanyol sebagai calon juara dunia baru—walau survei wartawan dan warga global menyimpulkan Brasil—karena data menunjukkan, saat kalah 0-1 dari Swiss, Tim Matador melakukan 579 operan (nomor dua terbanyak setelah Brasil saat melawan Korut) selama 2 x 45 menit. Namun, para penyerang Spanyol mencatat rekor terbanyak saling oper di kotak penalti, yakni 49 kali, waktu merumput lawan Swiss (nomor dua Cile 32 kali saat mengalahkan Honduras 1-0).
Xabi Alonso dan Xavi Hernandez masuk lima besar pengoper terbanyak selama 16 pertandingan penyisihan grup, masing-masing di urutan kedua dan keempat (96 dan 94 operan). Urutan pertama Melo (Brasil) dengan 98 operan, ketiga Francisco Rodriguez (Meksiko) 95, dan Maicon (Brasil) 88. Namun, tak satu pun pemain Spanyol masuk daftar 10 besar penembak terbanyak ke gawang lawan.
Data ini menjelaskan sang juara Eropa 2008 itu, dalam kosakata bahasa Inggris yang paling sederhana, pandai memainkan tiptap (tippy-tappy) football. Mereka berani dan amat fasih memainkan operan pendek mendatar, dengan kecepatan tinggi, dan secara sistematis. Inilah sepak bola Latin yang bersumber dari tari tango atau samba, yang efisien, enak ditonton, dan memorakporandakan lawan.
Tiptap football butuh determinasi tinggi, kemampuan individu di atas rata-rata, kerja sama tim yang terbina lama, dan pelatih andal. Semua prasyarat itu terpenuhi, tetapi David Villa dan Fernando Torres serta para gelandang tak kunjung membobol gawang Swiss. Vicente del Bosque, pelatih puritan karena jarang mengubah taktik, dikritik karena memainkan pola 4-5-1, bukan 4-4-2 yang lebih agresif.
Uniknya, tak satu pun pemain disalahkan penggemar, kecuali kiper Iker Casillas. Pacarnya, Sara Carbonero, reporter olahraga, melakukan siaran langsung dari samping gawang sepanjang pertandingan. Kehadiran mantan ratu nasional itu di pinggir lapangan, juga sebelum pertandingan, dianggap merusak konsentrasi Casillas.
Kritik terhadap Del Bosque dan Casillas mengada-ada karena tak ada kelemahan substansial pada Tim Matador. Mereka kalah karena sial, bola bundar, kejutan pasti terjadi. Kritik justru layak dilayangkan kepada Swiss, yang memainkan anti- football alias sepak bola ultradefensif. Julukan ini pertama kali ditujukan pada Estudiantes (Argentina) pada final Piala Dunia Antarklub 1968 melawan Manchester United.
Johan Cruyff mengatakan, anti-football hanya mengambil keuntungan dari lawan yang membuat blunder. Menurut Frank Rijkaard, taktik ini dijalani dengan membariskan dua lini pertahanan di belakang dan gelandang, masing-masing dengan lima pemain, tanpa ujung tombak tetap. Cesc Fàbregas mengatakan, ”Tim anti football hanya bertahan, bertahan, dan bertahan. Mereka membuang-buang waktu saja, tetapi kita harus menerima kenyataan pahit ini.”

”Special One”

Uniknya, pelatih yang sering dituding menerapkan anti-football justru pelatih paling top di dunia saat ini: Jose Mourinho. ”Special One” bukan cuma dicemooh karena memainkan taktik negatif itu saat membawa Inter Milan juara Eropa 2010, tetapi juga saat Chelsea empat kali menjuarai Liga Inggris. Peragaan anti-football sempurna ditampilkan ketika Inter kalah 0-1 dari Barcelona di semifinal Liga Champions 2010.
Sewaktu kalah dari Swiss, Spanyol mendominasi dengan penguasaan bola 63 persen berbanding 37 persen. Tim yang sekitar sejam mengendalikan permainan takluk dari tim yang cuma sekitar setengah jam menguasai bola. Jangan lupa pula, gol Swiss dibukukan Gelson Fernandes, yang jujur mengakui jarang mencetak gol karena lebih terbiasa bertahan.
Bagaimanapun, jangan menyalahkan anti-football Swiss atau Inter karena tugas para pemain dan pelatih memenangi pertandingan. Tak relevan mempersoalkan cara mengalahkan lawan, lebih relevan menggugat caranya memainkan anti-football. Ada dua cara. Pertama, begitu wasit meniup peluit, segera berlakukan penjagaan zona. Tiap anti-footballer berdiri pasif meronda wilayah seperti Swiss. Begitu lawan kehilangan bola baru memanfaatkan peluang secepat kilat.
Cara kedua sebenarnya enak ditonton karena yang melakoninya berprinsip, seperti halnya politik, bahwa football is the art of the possible. Kalau cara pertama bosan ditonton dan membuat mandek permainan seperti Swiss, cara kedua mengandung banyak kemungkinan. Pelatih menyiapkan sistem pertahanan dengan kombinasi serangan balik yang diuji coba berulang kali. Juga mesti ada penyerang balik berbakat seperti Paolo Rossi (Italia) di Spanyol 1982. Lebih penting lagi adalah peranan capo di tutti capi (bos dari semua bos) yang mengoordinasi pertahanan dengan metode, kalau perlu, berbagai ”cara mafia”.
Itu sebabnya, pertahanan gerendel (catenaccio) Italia 1982 dan AC Milan 1990-an punya jutaan pemuja. Bahkan, garra charrua Uruguay yang menerapkan fitur-fitur nonteknis (seperti memperlambat tempo, mengasari lawan, dan sering memprotes wasit) jauh lebih berbumbu dibandingkan Swiss 2010. Boleh tak suka anti-football, toh Zinedine Zidane mengagumi anti-footballer sejati Enzo Francescoli, penggila global merindukan permainan tanpa pandang bulu Franco Baresi dan ulah Claudio Gentile yang mencabik kaus Zico dan menendang Maradona sesuka hatinya.
Anda yang anti-football tak perlu khawatir. Pada akhirnya penggila lebih mengenang gol-gol yang indah yang diciptakan tim yang memperagakan sepak bola menyerang. Kita ingin menikmati pesta gol dengan dansa tiptap football, tarian samba dan tango, dengan makanan Italia berbumbu catenaccio. Seperti kata filsuf Perancis Jean-Paul Sartre (1905-1980) di awal tulisan ini, sepak bola adalah konversasi. Setelah berdialog, kedua pihak yang pasti tak seimbang fifty-fifty bukan hanya berebut kendali, tetapi masing-masing telah memilih. Anda pun telah menetapkan pilihan siapa yang akan jadi juara.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/21/04144848/tiptap.tim.matador..versus.anti-football

Tidak ada komentar:

Posting Komentar