"Tiptap" Tim Matador  Versus "Anti-Football"
                                                                      Senin, 21 Juni 2010 | 04:14 WIB
             Oleh BUDIARTO SHAMBAZY
”Dalam  sepak bola semua menjadi rumit karena kehadiran lawan” (Jean-Paul  Sartre)
Tidak salah semua rumah taruhan menjagokan  Spanyol sebagai calon juara dunia baru—walau survei wartawan dan warga  global menyimpulkan Brasil—karena data menunjukkan, saat kalah 0-1 dari  Swiss, Tim Matador melakukan 579 operan (nomor dua terbanyak setelah  Brasil saat melawan Korut) selama 2 x 45 menit. Namun, para penyerang  Spanyol mencatat rekor terbanyak saling oper di kotak penalti, yakni 49  kali, waktu merumput lawan Swiss (nomor dua Cile 32 kali saat  mengalahkan Honduras 1-0).
Xabi Alonso dan Xavi Hernandez masuk  lima besar pengoper terbanyak selama 16 pertandingan penyisihan grup,  masing-masing di urutan kedua dan keempat (96 dan 94 operan). Urutan  pertama Melo (Brasil) dengan 98 operan, ketiga Francisco Rodriguez  (Meksiko) 95, dan Maicon (Brasil) 88. Namun, tak satu pun pemain Spanyol  masuk daftar 10 besar penembak terbanyak ke gawang lawan.
Data  ini menjelaskan sang juara Eropa 2008 itu, dalam kosakata bahasa Inggris  yang paling sederhana, pandai memainkan tiptap (tippy-tappy)  football. Mereka  berani dan amat fasih memainkan operan pendek mendatar, dengan kecepatan  tinggi, dan secara sistematis. Inilah sepak bola Latin yang bersumber  dari tari tango atau samba, yang efisien, enak ditonton, dan  memorakporandakan lawan.
Tiptap football butuh determinasi tinggi,  kemampuan individu di atas rata-rata, kerja sama tim yang terbina lama,  dan pelatih andal. Semua prasyarat itu terpenuhi, tetapi David Villa  dan Fernando Torres serta para gelandang tak kunjung membobol gawang  Swiss. Vicente del Bosque, pelatih puritan karena jarang mengubah  taktik, dikritik karena memainkan pola 4-5-1, bukan 4-4-2 yang lebih  agresif.
Uniknya, tak satu pun pemain disalahkan penggemar,  kecuali kiper Iker Casillas. Pacarnya, Sara Carbonero, reporter  olahraga, melakukan siaran langsung dari samping gawang sepanjang  pertandingan. Kehadiran mantan ratu nasional itu di pinggir lapangan,  juga sebelum pertandingan, dianggap merusak konsentrasi Casillas.
Kritik  terhadap Del Bosque dan Casillas mengada-ada karena tak ada kelemahan  substansial pada Tim Matador. Mereka kalah karena sial, bola bundar,  kejutan pasti terjadi. Kritik justru layak dilayangkan kepada Swiss,  yang memainkan anti- football  alias sepak bola ultradefensif. Julukan ini pertama kali ditujukan pada  Estudiantes (Argentina) pada final Piala Dunia Antarklub 1968 melawan  Manchester United.
Johan Cruyff mengatakan, anti-football hanya mengambil keuntungan dari lawan  yang membuat blunder. Menurut Frank Rijkaard, taktik ini dijalani dengan  membariskan dua lini pertahanan di belakang dan gelandang,  masing-masing dengan lima pemain, tanpa ujung tombak tetap. Cesc  Fàbregas mengatakan, ”Tim anti  football hanya bertahan, bertahan, dan bertahan. Mereka membuang-buang  waktu saja, tetapi kita harus menerima kenyataan pahit ini.”
”Special  One”
Uniknya, pelatih yang sering dituding menerapkan anti-football  justru pelatih paling top di dunia saat ini: Jose Mourinho. ”Special  One” bukan cuma dicemooh karena memainkan taktik negatif itu saat  membawa Inter Milan juara Eropa 2010, tetapi juga saat Chelsea empat  kali menjuarai Liga Inggris. Peragaan anti-football sempurna ditampilkan ketika Inter  kalah 0-1 dari Barcelona di semifinal Liga Champions 2010.
Sewaktu  kalah dari Swiss, Spanyol mendominasi dengan penguasaan bola 63 persen  berbanding 37 persen. Tim yang sekitar sejam mengendalikan permainan  takluk dari tim yang cuma sekitar setengah jam menguasai bola. Jangan  lupa pula, gol Swiss dibukukan Gelson Fernandes, yang jujur mengakui  jarang mencetak gol karena lebih terbiasa bertahan.
Bagaimanapun,  jangan menyalahkan anti-football  Swiss atau Inter karena tugas para pemain dan pelatih memenangi  pertandingan. Tak relevan mempersoalkan cara mengalahkan lawan, lebih  relevan menggugat caranya memainkan anti-football. Ada dua cara. Pertama, begitu wasit  meniup peluit, segera berlakukan penjagaan zona. Tiap anti-footballer berdiri pasif meronda wilayah  seperti Swiss. Begitu lawan kehilangan bola baru memanfaatkan peluang  secepat kilat.
Cara kedua sebenarnya enak ditonton karena yang  melakoninya berprinsip, seperti halnya politik, bahwa football is the art of the possible. Kalau cara  pertama bosan ditonton dan membuat mandek permainan seperti Swiss, cara  kedua mengandung banyak kemungkinan. Pelatih menyiapkan sistem  pertahanan dengan kombinasi serangan balik yang diuji coba berulang  kali. Juga mesti ada penyerang balik berbakat seperti Paolo Rossi  (Italia) di Spanyol 1982. Lebih penting lagi adalah peranan capo di tutti capi  (bos dari semua bos) yang mengoordinasi pertahanan dengan metode, kalau  perlu, berbagai ”cara mafia”.
Itu sebabnya, pertahanan gerendel (catenaccio) Italia  1982 dan AC Milan 1990-an punya jutaan pemuja. Bahkan, garra charrua Uruguay yang menerapkan fitur-fitur  nonteknis (seperti memperlambat tempo, mengasari lawan, dan sering  memprotes wasit) jauh lebih berbumbu dibandingkan Swiss 2010. Boleh tak  suka anti-football, toh  Zinedine Zidane mengagumi anti-footballer  sejati Enzo Francescoli, penggila global merindukan permainan tanpa  pandang bulu Franco Baresi dan ulah Claudio Gentile yang mencabik kaus  Zico dan menendang Maradona sesuka hatinya.
Anda yang anti-football tak  perlu khawatir. Pada akhirnya penggila lebih mengenang gol-gol yang  indah yang diciptakan tim yang memperagakan sepak bola menyerang. Kita  ingin menikmati pesta gol dengan dansa tiptap football, tarian samba dan tango, dengan  makanan Italia berbumbu catenaccio.  Seperti kata filsuf Perancis Jean-Paul Sartre (1905-1980) di awal  tulisan ini, sepak bola adalah konversasi. Setelah berdialog, kedua  pihak yang pasti tak seimbang fifty-fifty bukan hanya berebut kendali, tetapi  masing-masing telah memilih. Anda pun telah menetapkan pilihan siapa  yang akan jadi juara.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/21/04144848/tiptap.tim.matador..versus.anti-football 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar