Minggu, 13 Juni 2010

haa iki Pesta Rakyat Bernama Koesplusan


KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Penampilan grup band Pro Plus yang membawakan puluhan lagu Koes Plus untuk menghibur komunitas penggemar Koes Plus di THR Sriwedari, Solo, Senin (31/5). Pentas band yang membawakan lagu-lagu karya Koes Plus rutin diadakan tiap Senin dan Kamis malam.
 
Pesta Rakyat Bernama Koesplusan
Minggu, 13 Juni 2010 | 03:31 WIB

OLEH FRANS SARTONO/BUDI SUWARNA

”Koesplusan” adalah sebutan untuk acara reriungan dengan lagu-lagu Koes Plus dan Koes Bersaudara. Pada acara itu para penghayat band legendaris itu berkumpul, menyanyi, menari dalam semangat kekerabatan, bagai sebuah pesta rakyat.
”Bila malam telah mendatang/ Bulan bintang bersinar terang/ Kekasihku datang, mengajakku berjalan bersama ....”
Itu lagu ”Janjimu” yang dibawakan band Pro Plus dalam acara Koes Plus Mania di Taman Hiburan Remaja (THR), Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, pada akhir Mei lalu. Lagu itu aslinya termuat di album Koes Plus Volume 2 yang populer sekitar tahun 1971.
Seperti disebut dalam lirik lagu, malam itu Solo dinaungi langit terang. Sekitar 500-an penghayat lagu-lagu Koes Plus tengah menikmati lagu-lagu Koes Plus yang dibawakan dalam acara koesplusan. Ini memang semacam genre tersendiri dalam musik pop—setidaknya itu berlaku bagi para penggemar lagu Koes Plus. Band pelantun lagu Koes mereka sebut sebagai band pelestari.
Sebuah panggung berdiri di bawah pohon trembesi tua. Penonton duduk di kursi di bawah tenda terpal. Ketika lagu Koes Plus mengalun, orang-orang berjoget dalam kelompok-kelompok tari. Mereka terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu usia 20–40 tahun, sampai remaja belasan tahun. Mereka asyik dalam semacam line dancing. Kadang mereka juga menari poco-poco dengan iringan lagu Koes.
Koesplusan di THR yang berlangsung sejak tahun 2001 itu telah membentuk kekerabatan antar-pengunjung. Mereka membentuk komunitas penonton yang diberi nama Portugal, singkatan dari Persatuan Orangtua Gaul. Mereka juga membuat arisan di arena rakyat itu.
Begitu setianya penggemar Koes itu hadir di THR sampai pembawa acara Koes Plus Mania, Azis Nugroho, hafal nama-nama penonton. ”Ada penonton yang minta izin. ’Mas saya besok tidak bisa hadir’,” kata Azis yang ditemui di THR.
Salah seorang penonton setia adalah nyonya Ismunandar yang berasal dari kampung Purwosari, Solo. Nenek berumur 70 tahun dengan 22 cucu itu selalu duduk di bangku paling depan. Ia kadang datang dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pemain band. ”Lagu-lagu Koes Plus itu enak-enak. Jadi, kalau hujan pun saya tetap datang,” kata nenek yang hadir ke THR diantar sang cucu itu.

Makin marak

Sewaktu mulai dibuka pada 2001, acara koesplusan masih sepi pengunjung. Puti Sukiada (59), yang kala itu menjadi manajer operasi THR Solo, sempat putus asa. ”Tapi, acara tetap saya pertahankan karena saya sendiri senang Koes Plus,” kata Putu yang kini menjabat asisten General Manager THR Solo. Kini rata-rata acara Koes Plus Mania dikunjungi sekitar 500–600 orang. Pada hari libur bisa mencapai 2.000 pengunjung.
Pesta rakyat dalam koesplusan itu juga berlangsung di Semarang dan Yogyakarta. Pada Jumat (4/6) malam lalu di taman hiburan Wonderia, Semarang, para penggemar Koes Plus berjoget poco-poco saat band Ekspresi membawakan lagu Koes Plus ”Kripik Tempe”.
Di Semarang, tiada hari tanpa koesplusan. Hampir setiap malam, penggemar Koes Plus bisa berpindah-pindah tempat menyaksikan pentas Koes Plus, mulai di taman hiburan, kampus, radio dan televisi lokal hingga kafe.
Minggu malam, di RRI Pro 2 FM ada acara koesplusan bernama Parade Tembang Lestari yang telah memasuki tahun ke-10. Senin Malam, ada pentas Kolam Susu di TVKu; Selasa malam, ada koesplusan di kafe X-Pool. Malam berikutnya, Rabu, giliran TV Borobudur menggelar Tembang Legenda. Jumat malam di Wonderia; dan Sabtu malam, ada koesplusan di aula atau halaman STIE AKA.
”Liburnya cuma Kamis malam saja. Hampir setiap malam penggemar Koes Plus hadir di pentas-pentas semacam itu. Kami berpindah-pindah tempat,” kata Totok Supriyanto, penggemar Koes Plus.
Di Yogyakarta, acara koesplusan, antara lain, digelar THR Pura Wisata sampai kafe Planet Pyramid di Jalan Parangtritis. Juga di TVRI Yogyakarta yang pada Rabu (2/6) menghadirkan band Mr Plus. Ratusan orang hadir sambil goyang poco-poco. Sebagian menyumbangkan lagu termasuk seorang ibu berkerudung yang menyanyikan ”Tiba-tiba Kumenangis”.

Regenerasi

Koesplusan tidak untuk kalangan berumur atau orang-orang yang bernostalgia dengan lagu-lagu Koes Plus. Kalangan muda usia SMP-SMA, bahkan, antusias ber-koesplusan. THR Sriwedari, Solo, bekerja sama dengan komunitas Koes Plus Fans Surakarta (KPFS), misalnya, sejak delapan tahun lalu rutin menggelar parade band khusus lagu-lagu Koes Plus dan Koes Bersaudara yang diikuti siswa SMP dan SMA.
”Setiap kali digelar pesertanya sekitar 70–80 band. Juaranya bisa tampil di acara Koes Plus Mania di THR,” kata Edi Kuncoro, salah seorang penggiat KPFS.
Parade band itu dilangsungkan setiap tanggal 19 Januari. ”Kami pilih tanggal 19 Januari karena itu merupakan hari kelahiran Mas Tonny (Koeswoyo),” kata Edi menyebut motor Koes Bersaudara dan Koes Plus.
Begitulah rakyat memilih musiknya sendiri, tanpa didikte atau dipengaruhi oleh kekuatan industri musik yang tengah ”berkuasa” saat ini. Dan, mereka memilih Koes Plus, Koes Bersaudara yang lagu-lagunya telah menjadi lagu rakyat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar