Rabu, 02 Juni 2010

haa iki Isu Kemanusiaan Universal

INSIDEN KAPAL FLOTILLA
Isu Kemanusiaan Universal
Rabu, 2 Juni 2010 | 04:38 WIB

”Kami akan terus berusaha menembus Gaza meskipun diintimidasi dan menghadapi ancaman berbagai bentuk kekerasan dari pihak Israel.”
Pesan terakhir dari Huwaida Arraf (34) itu diterima pada malam, 31 Mei 2010, oleh Direktur Voice of Palestine Indonesia Mujtahed Hashem melalui twitter. ”Hampir bisa dipastikan dia ikut ditahan tentara Israel karena kapalnya, Challenger, mengalami kerusakan teknis dan ia pindah ke kapal penumpang Turki, Mavi Marmara, yang diserang itu,” ujar Mujtahed.
Dr Huwaida Arraf adalah Ketua Free Gaza Movement, salah satu koordinator misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza. Gaza, dengan penduduk sekitar 1,5 juta yang terisolasi dari dunia luar secara total sejak tiga tahun lalu, menurut Huwaida, adalah representasi 48 wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Free Gaza Movement menyita perhatian dunia ketika dua perahu kayu mereka memasuki wilayah Gaza, Agustus 2008, dengan 44 relawan dari 17 negara dengan berbagai agama, ideologi, dan profesi. Itulah untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir kapal internasional bersandar di Pelabuhan Gaza. Saat itu mereka berhasil membawa anak yang harus dioperasi kakinya keluar dari Gaza tanpa persetujuan Israel.
Namun, lima misi kemanusiaan berikutnya gagal. Pelayaran pada 30 Juni 2009 juga gagal karena dikepung tentara Israel yang membelokkannya ke pelabuhan Israel. Mereka menahan 21 aktivis HAM, termasuk mantan anggota Kongres AS, Cynthia McKinney, dan penerima Nobel Perdamaian dari Irlandia, Mairead Maguire.

Bukan isu agama

Dalam wawancara di Jakarta, akhir bulan Februari lalu, Huwaida menegaskan berulang kali bahwa isu Palestina-Israel bukan isu agama.
”Saya mengerti, ada keterkaitan agama dengan wilayah itu, tetapi isu Palestina-Israel sama sekali bukan tentang agama. Isunya adalah tentang kebijakan yang mendiskriminasi, yang memaksa rakyat Palestina mengakui negara Yahudi di wilayah yang semula adalah wilayah Palestina. Tak ada ruang bagi warga Palestina di situ.”
Ahli hukum humaniter dan aktivis hak asasi manusia yang ikut mendirikan International Solidarity Movement (ISM) itu adalah generasi pertama Palestina-Amerika yang lahir dan tumbuh di Detroit, Michigan. Menurut Huwaida, orangtuanya meninggalkan Israel ketika ia masih delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Huwaida memegang dua paspor, Israel dan AS. ”Tetapi Israel tak bisa mewakili saya karena saya bukan Yahudi,” ia mengungkapkan identitasnya yang lain, ”Saya Kristen, tetapi rakyat Palestina terdiri dari Islam dan Kristen. Kami hidup bersama karena kami meyakini kesetaraan hak. Suami saya, Adam Shapiro, adalah orang Yahudi Amerika, salah satu pendiri Free Gaza Movement. Dia dilarang masuk Israel.”
Menurut Huwaida, di dalam Free Gaza Movement juga terdapat orang Yahudi yang mendukung perjuangan rakyat Palestina, selain warga Israel yang tidak setuju kebijakan pemerintahnya, dan para aktivis kemanusiaan dan hak asasi manusia dari berbagai agama, kebangsaan, profesi, dan ideologi.
”Kami bekerja sama dengan siapa saja yang meyakini nilai-nilai universal kemanusiaan, kesetaraan hak dan kesetaraan keadilan, dengan pembelaan atas hak-hak rakyat Palestina,” tegas Huwaida.
Huwaida berkali-kali ditahan tentara Israel terkait aksi-aksi damai yang diikutinya bersama para aktivis internasional untuk menolak pendudukan Israel yang semakin meluas di wilayah Palestina.(Maria Hartiningsih)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/02/04380559/isu.kemanusiaan.universal...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar